Author :
Kxanoppa
Title :
Love Rhythm
Genre :
Mix (Friendship, Romance)
Tags :
Lee Sungmin, Kim Ryeowook, Nam Yi Hyun (OC)
Rating :
PG-13
Length :
One Shot
Notes :
Sebelumnya pernah dipublish di https://superjuniorff2010.wordpress.com/2013/06/24/special-post-for-ryeowooks-birthday-love-rhythm/
STORYLINE - Normal POV
Gadis dengan rambut sebahu yang
masih mengenakan seragam sekolah lengkap menghambur dari gerbang sekolahnya.
Peluh tampak sangat kentara, mengucur dari kedua sisi pelipisnya dan membasahi
bagian belakang seragamnya. Halte bus. Tempat yang menjadi tujuan gadis itu
berlari. “Sial!!!” gerutu gadis itu, mengacak rambutnya frustrasi saat
menyadari bus terakhir telah meninggalkannya. Gadis itu terus mencibir,
menggumamkan kata-kata tak jelas yang semakin menunjukkan kekesalannya.
“Nami!” gadis itu mengedarkan
pandangannya ke kanan dan kiri saat didengarnya seseorang yang -mungkin- menyerukan
namanya. “Yak, Nami!“ seru orang itu lagi yang ternyata telah berdiri di
belakang gadis itu sambil meringis, menampilkan gigi putihnya.
“Omo!! Yak!! Kau ini mengagetkanku saja!!” teriak gadis itu sebal
sambil memicingkan matanya ke arah pemuda berkacamata itu. Gadis itu mendengus
lalu memalingkan wajahnya, seolah tak melihat apapun.
“Nami! Kau pulang terlambat lagi?
Kau juga ketinggalan bus-mu lagi..?” ujar pemuda berparas culun itu sambil
terkekeh pelan, membuat gadis yang dipanggilnya Nami itu kembali melemparkan death-glare-nya dan seketika
menghentikan aksi konyolnya. “M-Mian”
ucap pemuda itu cepat. Berusaha mengoreksi kesalahannya sambil membenarkan
letak kacamatanya.
“Pergi sana, jangan dekat-dekat!
Dan berhenti memanggilku Nami!” seloroh gadis itu kencang tepat di depan pemuda
itu, menjadikan pemuda polos itu sebagai korban air bah yang meluncur cukup
deras dari mulut gadis itu. Pemuda itu sontak melepaskan kacamatanya untuk segera
membersihkannya dari sisa-sisa air bah itu.
“Bukankah kita teman sekelas?
Jangan bilang kau bahkan tak ingat namaku” pemuda itu menunjukkan mimik memelas
kemudian kembali menenggerkan kacamatanya. Gadis itu tak menanggapi
perkataannya. “Kalau begitu aku pergi duluan. Sampai jumpa besok, Nam!”
lanjutnya setelah melihat gadis itu terus menekuk wajahnya kesal, tak
bergeming. Pemuda itu baru saja akan menjauh, sebelum akhirnya gadis berambut
pendek itu mengubah pikirannya dan memanggil pemuda culun itu.
“Yak, Kim Ryeowook!” gadis itu
menyebut lengkap nama si pemuda culun. Langkah pemuda itupun terhenti dan ia
menoleh ke sumber suara. “Wah, kau tahu namaku dengan baik!” ujarnya berbinar-binar.
“Bodoh! Tentu saja aku tahu. Kita
belajar di satu kelas yang sama, bukan di hutan! Jadi berhenti bercanda! Ah, geundae..--” balas gadis itu pedas yang
berakhir dengan nada sedikit memohon. “Mwo?”
pemuda bernama Ryeowook itu dengan sigap menajamkan indera pendengarannya.
“Oh ayolah, bukankah rumah kita
searah? Kau tega meninggalkan aku sendiri saat kau akan berjalan pulang? Ck! Kajja!” gadis itu mendahului langkah
Ryeowook setelah selesai dengan kalimat berbelitnya, membuat Ryeowook mengerjap
bingung namun segera mengikuti gadis itu dengan senyum mengembang.
“Tak kukira kau bahkan tahu alamat
rumahku” celetuk pemuda itu dengan kekehan khas miliknya.
“Bodoh!” balas gadis itu sambil memutar
kedua bola-matanya jengah.
FYI, gadis itu memang kerap pulang terlambat beberapa hari
terakhir. Jangan terkecoh dengan penampilannya yang begitu manis. Gadis itu
bahkan jauh dari kata feminine. Ia
berulang kali tertangkap basah tengah tertidur di kelas dan menyebabkannya berakhir
dengan membersihkan toilet seusai sekolah. Mengenai pemuda kutu buku itu, oh
ayolah, dari penampilannya bahkan jelas sangat tidak mungkin kalau ia pulang
terlambat karena di hukum membersihkan toilet atau sejenisnya. Kecintaannya
pada pelajaran biologi sekaligus kepandaiannya, mengharuskannya mengikuti
bimbingan tambahan sepulang sekolah karena olimpiade yang akan dihadapinya
beberapa hari ke depan.
Ya, mereka berdua sangat
berbanding terbalik. Nam Yi-Hyun, seorang gadis cuek dan ceplas-ceplos. Kim
Ryeo-Wook, seorang pemuda kutu buku yang rajin dan polos.
Mereka kini berjalan bersama dalam
keheningan. Kepribadian yang jauh berbeda itu menyulitkan mereka bahkan untuk
sekedar menemukan topik pembicaraan. Walaupun sebenarnya gadis itu juga malas
jika harus berbincang panjang dengan pemuda culun disampingnya. “Ehm..” pemuda
itu berdehem pelan, mencoba meluruhkan ke-kikuk-an yang ada. Gadis itu hanya
melirik sekilas kemudian kembali menatap jalan dihadapannya.
“Nami..”
“Kubilang jangan memanggilku
seperti itu!” seloroh gadis itu cepat, sebelum pemuda itu sempat melanjutkan
ucapannya.
“Wae?” tanya pemuda itu polos.
“Yak! Kau ini pintar tapi kenapa
begitu menyebalkan? Tsk. Namaku Nam-Yi-Hyun. YI-HYUN” papar gadis itu yang
menekankan ucapannya pada bagian namanya.
“Ah, karena itu? Tentu saja aku
tahu namamu. Hanya saja aku lebih suka memanggilmu Nami. Bukankah itu terdengar
lebih mudah diucapkan?” balas Ryeowook dengan kekehannya –lagi. Gadis itu terus menyeret langkahnya
hingga menimbulkan bunyi berisik dari gesekan sepatunya di atas aspal. Hingga
tiba-tiba gadis itu merasa bahwa ia telah berjalan sendiri. Hey, di mana si
kutu buku itu? Batinnya.
“Nami! Tunggu sebentar ya, aku
mau mampir dulu ke toko buku ini!” pekiknya dari jarak yang sudah cukup jauh
dibelakangnya. Oh, baiklah. Kini ia harus ikhlas membuang waktunya demi
menunggu pemuda culun itu memenuhi hasratnya bergumul dengan buku-buku. Hampir
20 menit, Ryeowook belum juga menampakkan batang hidungnya. Sepertinya
kesalahan besar menuruti permintaannya. Pemuda itu bahkan bisa saja
menghabiskan seluruh hidupnya jika sudah bertemu dan tenggelam dalam buku.
Gadis itu mendengus kasar. Kekesalan yang tadi sempat memudar kini bahkan
muncul berkali lipat. Ia baru saja akan menyusul pemuda itu ke dalam toko,
tetapi niat itu terurungkan begitu ia mendengar alunan indah dari petikan halus
senar gitar. Dimana ada orang yang memainkan gitar di tempat seperti itu?
Sendirian, gadis itu mulai berdebar gugup. Berusaha mencari sumber suara untuk
menemukan siapa pelaku di balik alunan indah itu.
Gadis itu terhenyak ketika
didapatinya seorang pemuda tampan sedang terduduk di salah satu bangku taman
yang ternyata tak jauh dari tempatnya berdiri saat itu. Sebuah gitar bertengger
nyaman dalam dekapannya dan jari lentiknya terus menari memetik beberapa senar.
Siapa dia? Batin gadis itu yang enggan melepaskan pandangannya dari pemuda
misterius itu.
-o0o-
Nami POV
Siapa dia? Pemuda itu tampak
begitu tampan dan damai saat memainkan gitarnya. Begitu indah. Aku seakan
terhanyut dalam pesonanya. Kulitnya yang putih bersih sangat menarik dan
senyumnya yang manis begitu memikat. Kurasakan jantungku berdetak semakin cepat.
Sepertinya jika aku tak segera menghentikan segala pemikiran ini jantungku akan
meledak. Nafasku bahkan sedikit tersengal saat aku berusaha mengatur pompa
darahku ini. Untuk pertama kalinya, kuakui pemuda itu memiliki ‘sihir’ yang
mampu meruntuhkan dinding tebal pertahananku.
Tenggorokanku kian tercekat
ketika ia juga menatapku. Oh Tuhan, rasanya ingin menghilang saja. Bergerakpun
sulit. Tatapannya begitu mengunci. Aku tenggelam dan kupastikan akan terhanyut
lebih dalam lagi. Tatapannya begitu teduh hingga membuatku lupa daratan meski
untuk beberapa saat, sebelum seseorang menyadarkanku –atau lebih tepatnya
menyelamatkanku?
“Nami! Apa yang kau lihat? Mian membuatmu menunggu lama” aku
segera menepis bayangan pemuda itu begitu kulihat Ryeowook sudah berdiri
disampingku, setelah sebelumnya menepuk pundakku pelan. “Eh, kau sudah selesai?
Kajja kita pulang.” sahutku yang
sempat terbata, beruntung aku bisa dengan cepat menutupi kegugupanku. Toh
Ryeowook tak cukup peka untuk bisa menangkap situasiku saat itu.
-o0o-
Sesampainya di rumah, aku kembali
teringat sosok menawan itu. Tidak, Nam Yi-Hyun. Aku terus berusaha menepis
segala pemikiran bodoh itu. Mana mungkin aku jatuh cinta pada pemuda yang
bahkan aku tak tahu identitasnya? Bagaimana kalau ternyata dia seorang
berandalan? Anak geng? Penjahat kelamin yang berkedok sebagai pemuda kalem dan
manis? Tapi dia memang manis. Sangat manis malah. “Arghhhh..!!” aku mengerang
sebal dari dalam kamarku sampai membuat Eomma-ku
cukup tertarik untuk memastikan keadaanku.
“Jadi, katakan padaku. Apa kau
sekarang berkencan dengan anak tetangga yang klimis itu?” tanya Eomma memulai interogasi konyolnya
sambil melipat tangannya di dada. Oh, ayolah. Kenapa hari ini begitu
menyebalkan. Aku hanya membalasnya dengan tatapan malas lalu memutar kedua
bola-mataku, whatever.
“Arasseo. Gokjongmal,
Hyun-ah. Eomma bahkan sangat
merestui hubungan kalian berdua. Kau tahu kan keluarga anak itu sangat kaya?”
tawa Eomma seketika memenuhi seluruh
penjuru ruangan kamarku. Menimbulkan denging ditelingaku.
Aku berdiri dan mendorong Eomma-ku untuk segera pergi dari
kamarku. 1 masalah selesai, dan jangan salahkan aku kalau Eomma-ku memang aneh. Ia hanya terlalu silau dengan hal berbau
materi.
-o0o-
Hari semakin larut dan aku masih
berkutat dengan laptop bututku ini. Jangan kira aku lembur mengerjakan tugas,
karena hal itu sama sekali tak ada dalam kamusku. Aku hanya terlalu sibuk
menonton video musik terbaru yang ada di Youtube.
Baiklah, aku memang pemalas, tapi aku bukan anak bodoh. IQ-ku bahkan menembus
skor anak-anak pandai. Singkat kata, aku ini jenius –sebenarnya. Bahkan tanpa
ada yang tahu –termasuk Eomma-ku
sendiri– aku sangat jago dalam hal seni musik. Aku menyanyi dengan baik, mengenali
teknik-teknik vokal dengan baik, pitch, dan
segala tetek bengeknya yang lain. Aku bahkan bisa dengan cepat menguasai
permainan alat musik hanya dengan memperhatikan orang lain. Aku berbakat?
Berita basi.
Ouch, sial! Kenapa bayangan
wajahnya harus muncul lagi dalam ingatanku? Aku terus mengumpat dalam hati guna
menyingkirkan segala ingatanku akan sosok misterius itu. Namun sepertinya
takdir berkata lain saat kutemukan sebuah video yang terkesan amatiran ikut
mengantri di deretan timeline Youtube
ku. Dan anehnya, kenapa aku begitu peduli? Entahlah, seakan ada sesuatu dalam
diriku yang menuntunku untuk semakin penasaran dan tidak tahan untuk tidak
meng-klik-nya. Tebak apa yang kudapatkan dari video itu. Nafasku serasa
berhenti mendadak. Seluruh organ dalamku sepertinya mogok kerja untuk sesaat.
Mataku membulat sempurna, siap untuk keluar kapan saja. Dari sekian banyak
video, kenapa aku harus menemukan video itu?! Kali ini aku akan benar benar ‘lebur’.
Oh, sudahlah. Aku memang sudah jatuh cinta padanya.
-o0o-
Ryeowook POV
Hari baru, semangat baru. Entah
kenapa hari ini rasanya senang sekali. Aku segera keluar dari rumahku dan baru
saja akan masuk ke dalam mobil, karena kebetulan Appa-ku berangkat pagi ke kantor jadi aku berniat menebeng saja ke
sekolah. Tapi aku mengurungkan niatku untuk masuk ke mobil saat kulihat seorang
gadis manis berambut pendek itu tengah berjalan keluar dari rumahnya.
“Appa, hari ini aku berangkat sendiri saja ya! Aku lupa ada janji
dengan teman sebelum ke sekolah!” pekikku meminta ijin pada Appa-ku. Tanpa menunggu jawabannya, aku
segera menghambur ke arah gadis itu.
“Nami!!” gadis itu menghentikan
langkahnya dan menoleh ke arahku. Aku ikut berhenti saat jarak di antara kami
sudah dekat, berusaha mengatur nafasku yang tersengal-sengal karena berlari.
“Mwo? Wae?” balas gadis
itu ketus. Tapi aku yakin gadis itu tidak berniat seperti itu. Itu hanya
pembawaannya. Aku tahu ia gadis yang baik. Aku membenarkan letak kacamata-ku
sebelum membalas ucapannya. “Kita berangkat bersama ya! Kajja!” ajakku dengan penuh percaya diri dan melenggang
mendahuluinya dengan bangga sampai kusadari bahwa ia tak berjalan bersamaku.
Aku celingukan mencarinya yang
menghilang tiba-tiba. Terdengar suara pagar yang di buka, dan aku sontak menuju
sumber suara itu. “Yak, Nami. Kau tidak sekolah?” tanyaku polos. Gadis itu
kembali menatapku dengan tatapan dinginnya. Tatapan itu sangat keren. Aku suka
itu.
“Aku tidak akan pergi kalau kau
masih berkeliaran disekitarku. Akan sangat berbahaya untukku jika Eomma-ku tahu” balasnya yang sulit
kumengerti. Kenapa kehadiranku disekitarnya membahayakannya?
“Membahayakanmu? Apa maksudmu?
Tenanglah, aku akan menjagamu sampai ke sekolah dengan selamat, Nam” ujarku
cukup lantang dan tanpa beban. Tanpa kami berdua sadari, tiba-tiba seorang
wanita paruh baya sudah menyembulkan dirinya dari balik pintu rumah. Entah
sejak kapan wanita itu berdiri di sana.
“Aigoooo.. Bukankah itu sangat manis, Hyun-ah?” ucap wanita itu
terkesan menggoda Nami. Aku yang melihat itu masih tak paham, saat Nami menepuk
keningnya kuat-kuat dengan ekspresi wajah yang sulit kujelaskan. Tak lama Nami
langsung berlari pergi tanpa menghiraukanku yang masih berdiri di depan
rumahnya dengan senyum lebar mengembang diwajahku. Seperti orang dungu,
sekaligus menciptakan momen awkward di
mana aku tersenyum bersama dengan seorang wanita yang kukira adalah Eomma Nami itu, tanpa maksud yang
jelas.
-o0o-
Di sekolah, kuperhatikan Nami
hanya diam dan melamun. Ia tidak lagi tertidur di kelas seperti biasanya.
Sepertinya ada yang mengganggu pikirannya. Kenapa aku peduli? Entahlah. Aku
hanya suka memperhatikannya diam-diam saat di kelas dan kenyataan bahwa kami
bertetangga membuatku semakin senang. Aku ingin bisa menjadi teman dekatnya dan
mengenalnya lebih baik. Kupikir ia gadis yang keren dan berbeda dengan gadis
kebanyakan. Sangat menarik. Hari ini aku tak ada bimbingan belajar, membuatku
bisa pulang cepat dan untungnya lagi : bersama Nami. Aku bersyukur ia tidak
tertidur di kelas dan menjalani hukuman yang sama seperti hari-hari kemarin.
Jadi kami bisa pulang bersama lagi hari ini. Aku bergegas menuju halte untuk
menunggu bus saat kulihat gadis itu sudah lebih dulu mencapainya. Ada yang
berbeda dari dirinya. Ia tampak murung. Atau bingung? Sejak kejadian tadi pagi dirumahnya, kami belum
sempat bicara lagi. Ia seperti menghindariku. Aku baru saja akan memanggilnya,
namun ia sudah lebih dulu beranjak menjauh dariku. Diam-diam, aku mengikutinya.
Cukup aneh saat tahu dirinya tidak jadi menunggu bus dan lebih memilih berjalan
kaki. Ada apa ya? Kadar kepo-ku semakin meningkat...
Langkah Nami terhenti saat
dilihatnya seorang pria asing memainkan gitarnya di seberang tempatnya berdiri.
Nami memandang pria itu intens, yang entah kenapa membuatku merasa sedih. Dari
tatapannya itu, sepertinya Nami memiliki perasaan khusus. Dadaku nyeri.
Kuperhatikan kembali sosok pria bergitar itu. Ia memang tampan dan sudah pasti
memikat para gadis –termasuk Nami. Gadis itu tidak bergeming seakan telah
terbawa ke langit ketujuh bersama pria itu. Apakah aku bisa menyebut perasaan
ini sebagai perasaan cemburu?
-o0o-
Normal
POV
Nami menikmati penampilan pemuda
tampan dihadapannya itu dalam diam. Begitu terlena akan petikan halus dari
gitar si pemuda. Belum puas gadis itu memanjakan mata dan telinganya, tiba-tiba
sesuatu di luar dugaan terjadi dengan sangat cepat. Salah satu senar gitar
pemuda itu putus dan membuat sang pemilik begitu kebingungan. Nami yang melihat
itu ikut terkejut. Tanpa sadar ia sudah berjalan mendekati pemuda itu dengan
masih menatapnya. Pemuda itu hanya membalas tatapan Nami dengan bingung.
“Apa kau.. Lee Sungmin?” tanya
Nami cukup tergagap. Entah apa yang merasuki dirinya saat itu hingga membuatnya
bertindak senekat itu.
Pemuda itu mengerjapkan matanya
heran, tampak berpikir sejenak. Seulas senyum mulai tersungging dibibirnya. “Kau
pasti sudah melihatnya” balas pemuda itu kemudian meletakkan gitarnya tepat
disampingnya di bangku itu. Nami tertegun mendengarnya dan kembali teringat
pada video yang tak sengaja ia tonton malam itu.
Nami masih terpaku. Pikirannya
kembali berkabut saat dirasakan dadanya akan meledak karena gugup yang tak
karuan. Ia ingin sembunyi saat itu juga. Bagaimana bisa ia berhadapan langsung
dengan pemuda pencuri perhatiannya itu? Bahkan dalam jarak yang begitu sempit.
Nami mencoba mengatur nafasnya dan mengendalikan detak jantungnya.
“Tak ku sangka kau menemukanku
secepat itu. Nami”
“N-Ne?” balas Nami terbata, memastikan apakah ia tidak salah dengar.
Baru saja pemuda itu menyebut namanya, meski gadis itu masih sulit menerima
panggilan konyol pemberian teman sekelasnya itu. Tapi bagaimanapun, darimana
pemuda itu tahu namanya?
“Berhenti menatapku seperti itu. Kau
pasti terkejut ya, aku tahu nama mu? Bukankah temanmu yang berkacamata itu juga
memanggilmu begitu?” masih dengan mata terbelalak, Nami berusaha menelaah
perkataan pemuda bernama Sungmin itu. Ia lalu teringat saat pertama kali ia
bertemu dengan Sungmin sore itu. Sungmin pasti sudah mendengar nama gadis itu
saat Ryeowook memanggilnya dengan suara cemprengnya. Ditambah lagi Sungmin
sempat melihat Nami yang juga tengah menatapnya sore itu. Nami menghela nafas
pelan dan mengulum bibirnya tanda mengerti. Nami merasa senang karena
bagaimanapun, itu menandakan bahwa pemuda itu juga memperhatikannya.
“Sepertinya gitarku butuh
perbaikan. Karena kau sudah di sini, maukah kau menemaniku?” ajak Sungmin dengan
senyumnya yang menggoda. Tak perlu ditanya lagi, sudah pasti gadis itu takkan
menolak.
-o0o-
Nami
POV
Aku tak menyangka bisa secepat
itu mengenalnya. Ini bahkan sudah genap seminggu sejak aku pertama mengenalnya.
Ia pria yang baik dan aku semakin menyukainya. Mati-matian aku berusaha menepis
perasaan ini, karena aku takut hubungan pertemanan yang baru terjalin ini
berakhir dengan buruk hanya karena aku yang tak bisa menahan diri. Aku tidak
mau itu terjadi. Selama aku masih bisa bertemu dengannya, meski hanya menjadi
seorang teman aku rela. Karena itu, aku harus cepat-cepat menghapus perasaan
ini.
Sejak berteman dengan Sungmin,
aku jadi sering melamun dan menjadi pemikir. Aku bahkan sudah jarang bergaul
dengan Ryeowook akhir-akhir ini. Entahlah, karena ia yang semakin disibukkan
dengan bimbingan olimpiadenya atau karena memang menghindariku. Jujur, sekarang
aku jadi merindukannya meskipun kami satu kelas. Itu karena aku tak punya teman
dekat dan selama ini hanya Ryeowook yang mau berteman denganku. Ia selalu bisa
mencari topik, meski terkadang ia menyebalkan. Ah, tidak. Maksudku, Ia hanya
sedikit kekanakan dan lugu. Tak melihat cengirannya lagi membuatku jadi
–sedikit- kesepian.
Sepulang sekolah siang itu,
Sungmin mengajakku bertemu. Ada sesuatu yang ingin ia bicarakan.
“Mian terlambat” ujarku setelah sampai di kafe tempat kami janjian
bertemu.
“Gwenchana. Duduklah” balasnya sambil menyunggingkan senyum
andalannya. Sayangnya, itu tidak membuktikan bahwa ia menyambut perasaanku.
“Jadi, kenapa kau mengajakku
kemari?” tanyaku to-the-point.
“Kau tahu video itu kan? Sepertinya video itu sudah berhasil menyedot
perhatian banyak orang. Tadi pagi orang dari agensi XX menghubungiku. Mereka
bilang mereka menyukai penampilanku dan mengajakku bekerja sama. Besok lusa aku
akan ke kantor XX untuk tanda tangan kontrak. Bagaimana menurutmu?” papar
Sungmin berbinar-binar. Sebagai seorang teman, seharusnya aku senang
mendengarnya. Bukankah itu kabar baik? Tapi apa yang kurasakan justru
sebaliknya. Aku takut. Aku tidak mau ia pergi. Aku takut kehilangannya setelah
ini. Masih dengan wajah berbinar, ia menatapku menunggu balasan.
“Itu.. Aku.. Ah, itu sangaaaattt
bagus! Sepertinya kita harus merayakannya!” ujarku cepat setelah sempat
terbata. Pikiran dan perasaanku mendadak kacau saat itu. Apakah aku harus jujur
padanya sebelum ia benar-benar pergi?
-o0o-
Ryeowook POV
Sudah seminggu ini aku tidak
bersama Nami. Bukan maksudku sengaja menghindar darinya, hanya saja aku masih
belum bisa menata ulang perasaan dan pikiranku setelah mengetahui Nami yang
menyukai orang lain. Ya, tak dapat kupungkiri bahwa aku sedih dan –sedikit-
cemburu. Mungkin aku memang buka tipe-nya. Sudahlah. Terus memikirkannya
membuatku semakin tertekan saja. Lagipula aku masih harus fokus pada olimpiade
besok lusa. Malam ini aku harus belajar dengan benar.
Keesokan paginya aku bangun
terlambat karena belajar sampai larut malam. Membuatku harus bertatap muka
dengan Nami saat akan berangkat ke sekolah. Gadis itu melihatku dan aku juga
melihatnya. Kami berdua terdiam. Kuputuskan bergerak lebih dulu mendekati
rumahnya, karena hanya jalan itu yang bisa kulewati untuk menuju ke halte bus.
Nami masih diam memperhatikanku yang berjalan semakin mendekatinya.
“Yak, Wookie ah. Mau sampai kapan
kau pura-pura tidak melihatku?” ujarnya yang membuatku berhenti.
“Ayo kita berangkat bersama.
Besok olimpiademu kan? Fighting!
Menangkan untukku dan aku akan mentraktirmu sepuasnya” lanjutnya lagi, tersenyum
lebar dan menepuk pundakku. Aku yang masih bungkam menjadi semakin heran dengan
tingkahnya. Tak biasanya ia seperti itu padaku. Tapi bukankah itu bagus? Dengan
sikap seperti itu ia terlihat lebih manis. Senyum tipis mulai terulas
dibibirku, saat aku mengikuti langkahnya menuju halte bus.
Hingga hari yang ditunggu-tunggu
tiba, aku mengikuti olimpiade itu dengan penuh semangat. Dan benar saja, dengan
dukungan dari Nami aku berhasil memenangkannya. Dengan bangga dan percaya diri,
aku-pun menagih janji Nami untuk mentraktirku.
Aku berusaha menghubungi Nami dan
berulang kali ia tak kunjung mengangkat telponku. Hingga panggilan yang
kesekian-kalinya, barulah ia menjawab. Suaranya terdengar serak. Apa yang
terjadi padanya? Apa ia sakit? Kecemasan mulai menjalari pikiranku. Tidak
biasanya ia bicara selemah dan separau ini. Seperti habis menangis.
-o0o-
Nami POV
“Aku.. mencoba membuat sebuah lagu ini untukmu. Mian kalau masih
amatir. Tapi ini.. dari hatiku”
“Apa maksudmu?”
“Aku.. aku menyukaimu. Sejak pertama kali melihatmu di taman sore itu,
aku sudah menyukaimu”
“Mian. Bukan berarti aku tak menyukaimu juga. Aku menyukaimu, hanya
saja.. cukup sebagai sahabat. Mianhae, Nam”
Aku memandang nanar kertas di
hadapanku. Hatiku sakit sekali setiap mengingat penolakannya sebelum ia pergi
meninggalkanku demi mimpinya itu. Tanpa sadar, kertas dalam genggamanku sudah
kuremat kuat hingga tak berbentuk. Untuk pertama kalinya aku menangis karena
seorang pria.
Di tengah kesedihanku itu,
ponselku bergetar berulang kali. Seseorang mencoba menghubungiku dan nama Kim
Ryeowook tercetak jelas dilayarnya. Aku menyeka airmataku cepat dan pada
panggilan yang kesekian-kalinya itu aku menjawabnya.
Ia menelpon untuk memberitahuku
bahwa ia berhasil memenangkan olimpiadenya. Astaga, bagaimana aku bisa lupa
kalau hari ini ia berjuang dalam olimpiade? Aku benar-benar teman yang buruk.
Ia terdengar antusias saat menagih janjiku untuk mentraktirnya. Tapi dengan
suaraku yang serak karena habis menangis ini, sepertinya aku langsung
menyurutkan antusiasme-nya.
Tanpa banyak berbasa-basi lagi,
ia langsung memutuskan sambungan telponnya. Tak lama Eomma-ku memanggil, mengatakan ada yang datang. Dengan malas aku
berjalan ke depan rumah. Aku begitu terkejut saat melihat pemuda berwajah
familiar dengan penampilan yang cukup modis dan keren sudah berdiri di sana dan
tersenyum.
“Nami, gwenchanayo?” tanya pemuda itu yang sarat akan kekuatiran. Aku yang
tadinya bingung, segera tersadar begitu mendengarnya memanggilku ‘Nami’. Hanya 2
orang yang memanggilku seperti itu. Sungmin dan Ryeowook.
“Wookie ah. Kau kah itu?” balasku
balik bertanya setelah menatapnya ragu, memeriksa penampilannya dari atas sampai
ke bawah. Rambut klimisnya seketika berubah menjadi gaya rambut modern yang
sedikit acak, dengan bagian depan yang sedikit terangkat naik. Gaya pakaiannya yang kuno dengan
kancing terkait sampai atas, kini berubah menjadi T-shirt V-neck putih polos berlapiskan kemeja kotak-kotak yang
sangat keren. Kacamata bahkan sudah tak bertengger lagi di hidung mancungnya. Tunggu.
Aku bahkan baru tahu kalau hidungnya mancung.
Tanpa sempat mengelak, pemuda itu
sudah manarikku cepat ke dalam dekapannya. Membuatku tak percaya bahwa seorang
Kim Ryeowook benar-benar melakukan itu.
“Aku sangat cemas saat mendengar
suaramu yang begitu parau di telepon. Apa terjadi sesuatu? Hey, aku sudah
memenangkan olimpiade itu untukmu, jadi kau harus mentraktirku. Aku bahkan
mengubah penampilanku untuk memberimu sedikit kejutan. Jadi lihatlah aku. Aku
menyukaimu, Nam!” ucapnya panjang lebar, begitu lancar. Membuat jantungku seketika
berdetak cepat.
Aku segera melepaskan sudden-hug-nya. Menatapnya lagi untuk
memastikan bahwa ia tak sedang mabuk atau semacamnya. Tapi ia tampak baik-baik
saja. Entah apa yang merasuki-ku saat itu hingga membuatku ikut menyunggingkan
senyum. Tiba-tiba segala kesedihan yang tadi kurasakan sirna begitu saja. Aku
sangat senang mendengar pengakuannya, sekaligus menyesal karena menjadi teman
yang buruk selama ini.
“Gomawo. Mianhae” jawabku setelah hening yang cukup panjang.
“Kenapa minta maaf? Apa itu
berarti kau tak menyukaiku?” Ryeowook mulai memasang tampang sedihnya. Melihat
itu, membuatku ingin tertawa.
“Yak, Nami! Kenapa tertawa?”
pekiknya saat melihatku tertawa dan masuk ke rumah, meninggalkannya di ambang
pintu yang masih menuntut kejelasan dariku. Bisa kau bayangkan betapa lucu
wajahnya saat memekik kebingungan seperti itu.
*END*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar