Kamis, 04 Juli 2013

LOVE RHYTHM




 Author                  : Kxanoppa
Title                       : Love Rhythm
Genre                   : Mix (Friendship, Romance)
Tags                       : Lee Sungmin, Kim Ryeowook, Nam Yi Hyun (OC)
Rating                   : PG-13
Length                  : One Shot
Notes                    : Sebelumnya pernah dipublish di https://superjuniorff2010.wordpress.com/2013/06/24/special-post-for-ryeowooks-birthday-love-rhythm/

STORYLINE          -              Normal POV
Gadis dengan rambut sebahu yang masih mengenakan seragam sekolah lengkap menghambur dari gerbang sekolahnya. Peluh tampak sangat kentara, mengucur dari kedua sisi pelipisnya dan membasahi bagian belakang seragamnya. Halte bus. Tempat yang menjadi tujuan gadis itu berlari. “Sial!!!” gerutu gadis itu, mengacak rambutnya frustrasi saat menyadari bus terakhir telah meninggalkannya. Gadis itu terus mencibir, menggumamkan kata-kata tak jelas yang semakin menunjukkan kekesalannya.
“Nami!” gadis itu mengedarkan pandangannya ke kanan dan kiri saat didengarnya seseorang yang -mungkin- menyerukan namanya. “Yak, Nami!“ seru orang itu lagi yang ternyata telah berdiri di belakang gadis itu sambil meringis, menampilkan gigi putihnya.
Omo!! Yak!! Kau ini mengagetkanku saja!!” teriak gadis itu sebal sambil memicingkan matanya ke arah pemuda berkacamata itu. Gadis itu mendengus lalu memalingkan wajahnya, seolah tak melihat apapun.
“Nami! Kau pulang terlambat lagi? Kau juga ketinggalan bus-mu lagi..?” ujar pemuda berparas culun itu sambil terkekeh pelan, membuat gadis yang dipanggilnya Nami itu kembali melemparkan death-glare-nya dan seketika menghentikan aksi konyolnya. “M-Mian” ucap pemuda itu cepat. Berusaha mengoreksi kesalahannya sambil membenarkan letak kacamatanya.
“Pergi sana, jangan dekat-dekat! Dan berhenti memanggilku Nami!” seloroh gadis itu kencang tepat di depan pemuda itu, menjadikan pemuda polos itu sebagai korban air bah yang meluncur cukup deras dari mulut gadis itu. Pemuda itu sontak melepaskan kacamatanya untuk segera membersihkannya dari sisa-sisa air bah itu.
“Bukankah kita teman sekelas? Jangan bilang kau bahkan tak ingat namaku” pemuda itu menunjukkan mimik memelas kemudian kembali menenggerkan kacamatanya. Gadis itu tak menanggapi perkataannya. “Kalau begitu aku pergi duluan. Sampai jumpa besok, Nam!” lanjutnya setelah melihat gadis itu terus menekuk wajahnya kesal, tak bergeming. Pemuda itu baru saja akan menjauh, sebelum akhirnya gadis berambut pendek itu mengubah pikirannya dan memanggil pemuda culun itu.
“Yak, Kim Ryeowook!” gadis itu menyebut lengkap nama si pemuda culun. Langkah pemuda itupun terhenti dan ia menoleh ke sumber suara. “Wah, kau tahu namaku dengan baik!” ujarnya berbinar-binar.
“Bodoh! Tentu saja aku tahu. Kita belajar di satu kelas yang sama, bukan di hutan! Jadi berhenti bercanda! Ah, geundae..--” balas gadis itu pedas yang berakhir dengan nada sedikit memohon. “Mwo?” pemuda bernama Ryeowook itu dengan sigap menajamkan indera pendengarannya.
“Oh ayolah, bukankah rumah kita searah? Kau tega meninggalkan aku sendiri saat kau akan berjalan pulang? Ck! Kajja!” gadis itu mendahului langkah Ryeowook setelah selesai dengan kalimat berbelitnya, membuat Ryeowook mengerjap bingung namun segera mengikuti gadis itu dengan senyum mengembang.
“Tak kukira kau bahkan tahu alamat rumahku” celetuk pemuda itu dengan kekehan khas miliknya.
“Bodoh!” balas gadis itu sambil memutar kedua bola-matanya jengah.
FYI, gadis itu memang kerap pulang terlambat beberapa hari terakhir. Jangan terkecoh dengan penampilannya yang begitu manis. Gadis itu bahkan jauh dari kata feminine. Ia berulang kali tertangkap basah tengah tertidur di kelas dan menyebabkannya berakhir dengan membersihkan toilet seusai sekolah. Mengenai pemuda kutu buku itu, oh ayolah, dari penampilannya bahkan jelas sangat tidak mungkin kalau ia pulang terlambat karena di hukum membersihkan toilet atau sejenisnya. Kecintaannya pada pelajaran biologi sekaligus kepandaiannya, mengharuskannya mengikuti bimbingan tambahan sepulang sekolah karena olimpiade yang akan dihadapinya beberapa hari ke depan.
Ya, mereka berdua sangat berbanding terbalik. Nam Yi-Hyun, seorang gadis cuek dan ceplas-ceplos. Kim Ryeo-Wook, seorang pemuda kutu buku yang rajin dan polos.
Mereka kini berjalan bersama dalam keheningan. Kepribadian yang jauh berbeda itu menyulitkan mereka bahkan untuk sekedar menemukan topik pembicaraan. Walaupun sebenarnya gadis itu juga malas jika harus berbincang panjang dengan pemuda culun disampingnya. “Ehm..” pemuda itu berdehem pelan, mencoba meluruhkan ke-kikuk-an yang ada. Gadis itu hanya melirik sekilas kemudian kembali menatap jalan dihadapannya.
“Nami..”
“Kubilang jangan memanggilku seperti itu!” seloroh gadis itu cepat, sebelum pemuda itu sempat melanjutkan ucapannya.
Wae?” tanya pemuda itu polos.
“Yak! Kau ini pintar tapi kenapa begitu menyebalkan? Tsk. Namaku Nam-Yi-Hyun. YI-HYUN” papar gadis itu yang menekankan ucapannya pada bagian namanya.
“Ah, karena itu? Tentu saja aku tahu namamu. Hanya saja aku lebih suka memanggilmu Nami. Bukankah itu terdengar lebih mudah diucapkan?” balas Ryeowook dengan kekehannya  –lagi. Gadis itu terus menyeret langkahnya hingga menimbulkan bunyi berisik dari gesekan sepatunya di atas aspal. Hingga tiba-tiba gadis itu merasa bahwa ia telah berjalan sendiri. Hey, di mana si kutu buku itu? Batinnya.
“Nami! Tunggu sebentar ya, aku mau mampir dulu ke toko buku ini!” pekiknya dari jarak yang sudah cukup jauh dibelakangnya. Oh, baiklah. Kini ia harus ikhlas membuang waktunya demi menunggu pemuda culun itu memenuhi hasratnya bergumul dengan buku-buku. Hampir 20 menit, Ryeowook belum juga menampakkan batang hidungnya. Sepertinya kesalahan besar menuruti permintaannya. Pemuda itu bahkan bisa saja menghabiskan seluruh hidupnya jika sudah bertemu dan tenggelam dalam buku. Gadis itu mendengus kasar. Kekesalan yang tadi sempat memudar kini bahkan muncul berkali lipat. Ia baru saja akan menyusul pemuda itu ke dalam toko, tetapi niat itu terurungkan begitu ia mendengar alunan indah dari petikan halus senar gitar. Dimana ada orang yang memainkan gitar di tempat seperti itu? Sendirian, gadis itu mulai berdebar gugup. Berusaha mencari sumber suara untuk menemukan siapa pelaku di balik alunan indah itu.
Gadis itu terhenyak ketika didapatinya seorang pemuda tampan sedang terduduk di salah satu bangku taman yang ternyata tak jauh dari tempatnya berdiri saat itu. Sebuah gitar bertengger nyaman dalam dekapannya dan jari lentiknya terus menari memetik beberapa senar. Siapa dia? Batin gadis itu yang enggan melepaskan pandangannya dari pemuda misterius itu.
-o0o-
Nami POV
Siapa dia? Pemuda itu tampak begitu tampan dan damai saat memainkan gitarnya. Begitu indah. Aku seakan terhanyut dalam pesonanya. Kulitnya yang putih bersih sangat menarik dan senyumnya yang manis begitu memikat. Kurasakan jantungku berdetak semakin cepat. Sepertinya jika aku tak segera menghentikan segala pemikiran ini jantungku akan meledak. Nafasku bahkan sedikit tersengal saat aku berusaha mengatur pompa darahku ini. Untuk pertama kalinya, kuakui pemuda itu memiliki ‘sihir’ yang mampu meruntuhkan dinding tebal pertahananku.
Tenggorokanku kian tercekat ketika ia juga menatapku. Oh Tuhan, rasanya ingin menghilang saja. Bergerakpun sulit. Tatapannya begitu mengunci. Aku tenggelam dan kupastikan akan terhanyut lebih dalam lagi. Tatapannya begitu teduh hingga membuatku lupa daratan meski untuk beberapa saat, sebelum seseorang menyadarkanku –atau lebih tepatnya menyelamatkanku?
“Nami! Apa yang kau lihat? Mian membuatmu menunggu lama” aku segera menepis bayangan pemuda itu begitu kulihat Ryeowook sudah berdiri disampingku, setelah sebelumnya menepuk pundakku pelan. “Eh, kau sudah selesai? Kajja kita pulang.” sahutku yang sempat terbata, beruntung aku bisa dengan cepat menutupi kegugupanku. Toh Ryeowook tak cukup peka untuk bisa menangkap situasiku saat itu.
-o0o-
Sesampainya di rumah, aku kembali teringat sosok menawan itu. Tidak, Nam Yi-Hyun. Aku terus berusaha menepis segala pemikiran bodoh itu. Mana mungkin aku jatuh cinta pada pemuda yang bahkan aku tak tahu identitasnya? Bagaimana kalau ternyata dia seorang berandalan? Anak geng? Penjahat kelamin yang berkedok sebagai pemuda kalem dan manis? Tapi dia memang manis. Sangat manis malah. “Arghhhh..!!” aku mengerang sebal dari dalam kamarku sampai membuat Eomma-ku cukup tertarik untuk memastikan keadaanku.
“Jadi, katakan padaku. Apa kau sekarang berkencan dengan anak tetangga yang klimis itu?” tanya Eomma memulai interogasi konyolnya sambil melipat tangannya di dada. Oh, ayolah. Kenapa hari ini begitu menyebalkan. Aku hanya membalasnya dengan tatapan malas lalu memutar kedua bola-mataku, whatever.
Arasseo. Gokjongmal, Hyun-ah. Eomma bahkan sangat merestui hubungan kalian berdua. Kau tahu kan keluarga anak itu sangat kaya?” tawa Eomma seketika memenuhi seluruh penjuru ruangan kamarku. Menimbulkan denging ditelingaku.
Aku berdiri dan mendorong Eomma-ku untuk segera pergi dari kamarku. 1 masalah selesai, dan jangan salahkan aku kalau Eomma-ku memang aneh. Ia hanya terlalu silau dengan hal berbau materi.
-o0o-
Hari semakin larut dan aku masih berkutat dengan laptop bututku ini. Jangan kira aku lembur mengerjakan tugas, karena hal itu sama sekali tak ada dalam kamusku. Aku hanya terlalu sibuk menonton video musik terbaru yang ada di Youtube. Baiklah, aku memang pemalas, tapi aku bukan anak bodoh. IQ-ku bahkan menembus skor anak-anak pandai. Singkat kata, aku ini jenius –sebenarnya. Bahkan tanpa ada yang tahu –termasuk Eomma-ku sendiri– aku sangat jago dalam hal seni musik. Aku menyanyi dengan baik, mengenali teknik-teknik vokal dengan baik, pitch, dan segala tetek bengeknya yang lain. Aku bahkan bisa dengan cepat menguasai permainan alat musik hanya dengan memperhatikan orang lain. Aku berbakat? Berita basi.
Ouch, sial! Kenapa bayangan wajahnya harus muncul lagi dalam ingatanku? Aku terus mengumpat dalam hati guna menyingkirkan segala ingatanku akan sosok misterius itu. Namun sepertinya takdir berkata lain saat kutemukan sebuah video yang terkesan amatiran ikut mengantri di deretan timeline Youtube ku. Dan anehnya, kenapa aku begitu peduli? Entahlah, seakan ada sesuatu dalam diriku yang menuntunku untuk semakin penasaran dan tidak tahan untuk tidak meng-klik-nya. Tebak apa yang kudapatkan dari video itu. Nafasku serasa berhenti mendadak. Seluruh organ dalamku sepertinya mogok kerja untuk sesaat. Mataku membulat sempurna, siap untuk keluar kapan saja. Dari sekian banyak video, kenapa aku harus menemukan video itu?! Kali ini aku akan benar benar ‘lebur’. Oh, sudahlah. Aku memang sudah jatuh cinta padanya.
-o0o-
Ryeowook POV
Hari baru, semangat baru. Entah kenapa hari ini rasanya senang sekali. Aku segera keluar dari rumahku dan baru saja akan masuk ke dalam mobil, karena kebetulan Appa-ku berangkat pagi ke kantor jadi aku berniat menebeng saja ke sekolah. Tapi aku mengurungkan niatku untuk masuk ke mobil saat kulihat seorang gadis manis berambut pendek itu tengah berjalan keluar dari rumahnya.
Appa, hari ini aku berangkat sendiri saja ya! Aku lupa ada janji dengan teman sebelum ke sekolah!” pekikku meminta ijin pada Appa-ku. Tanpa menunggu jawabannya, aku segera menghambur ke arah gadis itu.
“Nami!!” gadis itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku. Aku ikut berhenti saat jarak di antara kami sudah dekat, berusaha mengatur nafasku yang tersengal-sengal karena berlari.
Mwo? Wae?” balas gadis itu ketus. Tapi aku yakin gadis itu tidak berniat seperti itu. Itu hanya pembawaannya. Aku tahu ia gadis yang baik. Aku membenarkan letak kacamata-ku sebelum membalas ucapannya. “Kita berangkat bersama ya! Kajja!” ajakku dengan penuh percaya diri dan melenggang mendahuluinya dengan bangga sampai kusadari bahwa ia tak berjalan bersamaku.
Aku celingukan mencarinya yang menghilang tiba-tiba. Terdengar suara pagar yang di buka, dan aku sontak menuju sumber suara itu. “Yak, Nami. Kau tidak sekolah?” tanyaku polos. Gadis itu kembali menatapku dengan tatapan dinginnya. Tatapan itu sangat keren. Aku suka itu.
“Aku tidak akan pergi kalau kau masih berkeliaran disekitarku. Akan sangat berbahaya untukku jika Eomma-ku tahu” balasnya yang sulit kumengerti. Kenapa kehadiranku disekitarnya membahayakannya?
“Membahayakanmu? Apa maksudmu? Tenanglah, aku akan menjagamu sampai ke sekolah dengan selamat, Nam” ujarku cukup lantang dan tanpa beban. Tanpa kami berdua sadari, tiba-tiba seorang wanita paruh baya sudah menyembulkan dirinya dari balik pintu rumah. Entah sejak kapan wanita itu berdiri di sana.
Aigoooo.. Bukankah itu sangat manis, Hyun-ah?” ucap wanita itu terkesan menggoda Nami. Aku yang melihat itu masih tak paham, saat Nami menepuk keningnya kuat-kuat dengan ekspresi wajah yang sulit kujelaskan. Tak lama Nami langsung berlari pergi tanpa menghiraukanku yang masih berdiri di depan rumahnya dengan senyum lebar mengembang diwajahku. Seperti orang dungu, sekaligus menciptakan momen awkward di mana aku tersenyum bersama dengan seorang wanita yang kukira adalah Eomma Nami itu, tanpa maksud yang jelas.
-o0o-
Di sekolah, kuperhatikan Nami hanya diam dan melamun. Ia tidak lagi tertidur di kelas seperti biasanya. Sepertinya ada yang mengganggu pikirannya. Kenapa aku peduli? Entahlah. Aku hanya suka memperhatikannya diam-diam saat di kelas dan kenyataan bahwa kami bertetangga membuatku semakin senang. Aku ingin bisa menjadi teman dekatnya dan mengenalnya lebih baik. Kupikir ia gadis yang keren dan berbeda dengan gadis kebanyakan. Sangat menarik. Hari ini aku tak ada bimbingan belajar, membuatku bisa pulang cepat dan untungnya lagi : bersama Nami. Aku bersyukur ia tidak tertidur di kelas dan menjalani hukuman yang sama seperti hari-hari kemarin. Jadi kami bisa pulang bersama lagi hari ini. Aku bergegas menuju halte untuk menunggu bus saat kulihat gadis itu sudah lebih dulu mencapainya. Ada yang berbeda dari dirinya. Ia tampak murung. Atau bingung? Sejak  kejadian tadi pagi dirumahnya, kami belum sempat bicara lagi. Ia seperti menghindariku. Aku baru saja akan memanggilnya, namun ia sudah lebih dulu beranjak menjauh dariku. Diam-diam, aku mengikutinya. Cukup aneh saat tahu dirinya tidak jadi menunggu bus dan lebih memilih berjalan kaki. Ada apa ya? Kadar kepo-ku semakin meningkat...
Langkah Nami terhenti saat dilihatnya seorang pria asing memainkan gitarnya di seberang tempatnya berdiri. Nami memandang pria itu intens, yang entah kenapa membuatku merasa sedih. Dari tatapannya itu, sepertinya Nami memiliki perasaan khusus. Dadaku nyeri. Kuperhatikan kembali sosok pria bergitar itu. Ia memang tampan dan sudah pasti memikat para gadis –termasuk Nami. Gadis itu tidak bergeming seakan telah terbawa ke langit ketujuh bersama pria itu. Apakah aku bisa menyebut perasaan ini sebagai perasaan cemburu?
-o0o-
 Normal POV
Nami menikmati penampilan pemuda tampan dihadapannya itu dalam diam. Begitu terlena akan petikan halus dari gitar si pemuda. Belum puas gadis itu memanjakan mata dan telinganya, tiba-tiba sesuatu di luar dugaan terjadi dengan sangat cepat. Salah satu senar gitar pemuda itu putus dan membuat sang pemilik begitu kebingungan. Nami yang melihat itu ikut terkejut. Tanpa sadar ia sudah berjalan mendekati pemuda itu dengan masih menatapnya. Pemuda itu hanya membalas tatapan Nami dengan bingung.
“Apa kau.. Lee Sungmin?” tanya Nami cukup tergagap. Entah apa yang merasuki dirinya saat itu hingga membuatnya bertindak senekat itu.
Pemuda itu mengerjapkan matanya heran, tampak berpikir sejenak. Seulas senyum mulai tersungging dibibirnya. “Kau pasti sudah melihatnya” balas pemuda itu kemudian meletakkan gitarnya tepat disampingnya di bangku itu. Nami tertegun mendengarnya dan kembali teringat pada video yang tak sengaja ia tonton malam itu.
Nami masih terpaku. Pikirannya kembali berkabut saat dirasakan dadanya akan meledak karena gugup yang tak karuan. Ia ingin sembunyi saat itu juga. Bagaimana bisa ia berhadapan langsung dengan pemuda pencuri perhatiannya itu? Bahkan dalam jarak yang begitu sempit. Nami mencoba mengatur nafasnya dan mengendalikan detak jantungnya.
“Tak ku sangka kau menemukanku secepat itu. Nami”
N-Ne?” balas Nami terbata, memastikan apakah ia tidak salah dengar. Baru saja pemuda itu menyebut namanya, meski gadis itu masih sulit menerima panggilan konyol pemberian teman sekelasnya itu. Tapi bagaimanapun, darimana pemuda itu tahu namanya?
“Berhenti menatapku seperti itu. Kau pasti terkejut ya, aku tahu nama mu? Bukankah temanmu yang berkacamata itu juga memanggilmu begitu?” masih dengan mata terbelalak, Nami berusaha menelaah perkataan pemuda bernama Sungmin itu. Ia lalu teringat saat pertama kali ia bertemu dengan Sungmin sore itu. Sungmin pasti sudah mendengar nama gadis itu saat Ryeowook memanggilnya dengan suara cemprengnya. Ditambah lagi Sungmin sempat melihat Nami yang juga tengah menatapnya sore itu. Nami menghela nafas pelan dan mengulum bibirnya tanda mengerti. Nami merasa senang karena bagaimanapun, itu menandakan bahwa pemuda itu juga memperhatikannya.
“Sepertinya gitarku butuh perbaikan. Karena kau sudah di sini, maukah kau menemaniku?” ajak Sungmin dengan senyumnya yang menggoda. Tak perlu ditanya lagi, sudah pasti gadis itu takkan menolak.
-o0o-
 Nami POV
Aku tak menyangka bisa secepat itu mengenalnya. Ini bahkan sudah genap seminggu sejak aku pertama mengenalnya. Ia pria yang baik dan aku semakin menyukainya. Mati-matian aku berusaha menepis perasaan ini, karena aku takut hubungan pertemanan yang baru terjalin ini berakhir dengan buruk hanya karena aku yang tak bisa menahan diri. Aku tidak mau itu terjadi. Selama aku masih bisa bertemu dengannya, meski hanya menjadi seorang teman aku rela. Karena itu, aku harus cepat-cepat menghapus perasaan ini.
Sejak berteman dengan Sungmin, aku jadi sering melamun dan menjadi pemikir. Aku bahkan sudah jarang bergaul dengan Ryeowook akhir-akhir ini. Entahlah, karena ia yang semakin disibukkan dengan bimbingan olimpiadenya atau karena memang menghindariku. Jujur, sekarang aku jadi merindukannya meskipun kami satu kelas. Itu karena aku tak punya teman dekat dan selama ini hanya Ryeowook yang mau berteman denganku. Ia selalu bisa mencari topik, meski terkadang ia menyebalkan. Ah, tidak. Maksudku, Ia hanya sedikit kekanakan dan lugu. Tak melihat cengirannya lagi membuatku jadi –sedikit- kesepian.
Sepulang sekolah siang itu, Sungmin mengajakku bertemu. Ada sesuatu yang ingin ia bicarakan.
Mian terlambat” ujarku setelah sampai di kafe tempat kami janjian bertemu.
Gwenchana. Duduklah” balasnya sambil menyunggingkan senyum andalannya. Sayangnya, itu tidak membuktikan bahwa ia menyambut perasaanku.
“Jadi, kenapa kau mengajakku kemari?” tanyaku to-the-point.
“Kau tahu video itu kan?  Sepertinya video itu sudah berhasil menyedot perhatian banyak orang. Tadi pagi orang dari agensi XX menghubungiku. Mereka bilang mereka menyukai penampilanku dan mengajakku bekerja sama. Besok lusa aku akan ke kantor XX untuk tanda tangan kontrak. Bagaimana menurutmu?” papar Sungmin berbinar-binar. Sebagai seorang teman, seharusnya aku senang mendengarnya. Bukankah itu kabar baik? Tapi apa yang kurasakan justru sebaliknya. Aku takut. Aku tidak mau ia pergi. Aku takut kehilangannya setelah ini. Masih dengan wajah berbinar, ia menatapku menunggu balasan.
“Itu.. Aku.. Ah, itu sangaaaattt bagus! Sepertinya kita harus merayakannya!” ujarku cepat setelah sempat terbata. Pikiran dan perasaanku mendadak kacau saat itu. Apakah aku harus jujur padanya sebelum ia benar-benar pergi?
-o0o-
Ryeowook POV
Sudah seminggu ini aku tidak bersama Nami. Bukan maksudku sengaja menghindar darinya, hanya saja aku masih belum bisa menata ulang perasaan dan pikiranku setelah mengetahui Nami yang menyukai orang lain. Ya, tak dapat kupungkiri bahwa aku sedih dan –sedikit- cemburu. Mungkin aku memang buka tipe-nya. Sudahlah. Terus memikirkannya membuatku semakin tertekan saja. Lagipula aku masih harus fokus pada olimpiade besok lusa. Malam ini aku harus belajar dengan benar.
Keesokan paginya aku bangun terlambat karena belajar sampai larut malam. Membuatku harus bertatap muka dengan Nami saat akan berangkat ke sekolah. Gadis itu melihatku dan aku juga melihatnya. Kami berdua terdiam. Kuputuskan bergerak lebih dulu mendekati rumahnya, karena hanya jalan itu yang bisa kulewati untuk menuju ke halte bus. Nami masih diam memperhatikanku yang berjalan semakin mendekatinya.
“Yak, Wookie ah. Mau sampai kapan kau pura-pura tidak melihatku?” ujarnya yang membuatku berhenti.
“Ayo kita berangkat bersama. Besok olimpiademu kan? Fighting! Menangkan untukku dan aku akan mentraktirmu sepuasnya” lanjutnya lagi, tersenyum lebar dan menepuk pundakku. Aku yang masih bungkam menjadi semakin heran dengan tingkahnya. Tak biasanya ia seperti itu padaku. Tapi bukankah itu bagus? Dengan sikap seperti itu ia terlihat lebih manis. Senyum tipis mulai terulas dibibirku, saat aku mengikuti langkahnya menuju halte bus.
Hingga hari yang ditunggu-tunggu tiba, aku mengikuti olimpiade itu dengan penuh semangat. Dan benar saja, dengan dukungan dari Nami aku berhasil memenangkannya. Dengan bangga dan percaya diri, aku-pun menagih janji Nami untuk mentraktirku.
Aku berusaha menghubungi Nami dan berulang kali ia tak kunjung mengangkat telponku. Hingga panggilan yang kesekian-kalinya, barulah ia menjawab. Suaranya terdengar serak. Apa yang terjadi padanya? Apa ia sakit? Kecemasan mulai menjalari pikiranku. Tidak biasanya ia bicara selemah dan separau ini. Seperti habis menangis.
-o0o-
Nami POV
“Aku.. mencoba membuat sebuah lagu ini untukmu. Mian kalau masih amatir. Tapi ini.. dari hatiku”
“Apa maksudmu?”
“Aku.. aku menyukaimu. Sejak pertama kali melihatmu di taman sore itu, aku sudah menyukaimu”
“Mian. Bukan berarti aku tak menyukaimu juga. Aku menyukaimu, hanya saja.. cukup sebagai sahabat. Mianhae, Nam”

Aku memandang nanar kertas di hadapanku. Hatiku sakit sekali setiap mengingat penolakannya sebelum ia pergi meninggalkanku demi mimpinya itu. Tanpa sadar, kertas dalam genggamanku sudah kuremat kuat hingga tak berbentuk. Untuk pertama kalinya aku menangis karena seorang pria.
Di tengah kesedihanku itu, ponselku bergetar berulang kali. Seseorang mencoba menghubungiku dan nama Kim Ryeowook tercetak jelas dilayarnya. Aku menyeka airmataku cepat dan pada panggilan yang kesekian-kalinya itu aku menjawabnya.
Ia menelpon untuk memberitahuku bahwa ia berhasil memenangkan olimpiadenya. Astaga, bagaimana aku bisa lupa kalau hari ini ia berjuang dalam olimpiade? Aku benar-benar teman yang buruk. Ia terdengar antusias saat menagih janjiku untuk mentraktirnya. Tapi dengan suaraku yang serak karena habis menangis ini, sepertinya aku langsung menyurutkan antusiasme-nya.
Tanpa banyak berbasa-basi lagi, ia langsung memutuskan sambungan telponnya. Tak lama Eomma-ku memanggil, mengatakan ada yang datang. Dengan malas aku berjalan ke depan rumah. Aku begitu terkejut saat melihat pemuda berwajah familiar dengan penampilan yang cukup modis dan keren sudah berdiri di sana dan tersenyum.
“Nami, gwenchanayo?” tanya pemuda itu yang sarat akan kekuatiran. Aku yang tadinya bingung, segera tersadar begitu mendengarnya memanggilku ‘Nami’. Hanya 2 orang yang memanggilku seperti itu. Sungmin dan Ryeowook.
“Wookie ah. Kau kah itu?” balasku balik bertanya setelah menatapnya ragu, memeriksa penampilannya dari atas sampai ke bawah. Rambut klimisnya seketika berubah menjadi gaya rambut modern yang sedikit acak, dengan bagian depan yang sedikit terangkat  naik. Gaya pakaiannya yang kuno dengan kancing terkait sampai atas, kini berubah menjadi T-shirt ­V-neck putih polos berlapiskan kemeja kotak-kotak yang sangat keren. Kacamata bahkan sudah tak bertengger lagi di hidung mancungnya. Tunggu. Aku bahkan baru tahu kalau hidungnya mancung.
Tanpa sempat mengelak, pemuda itu sudah manarikku cepat ke dalam dekapannya. Membuatku tak percaya bahwa seorang Kim Ryeowook benar-benar melakukan itu.
“Aku sangat cemas saat mendengar suaramu yang begitu parau di telepon. Apa terjadi sesuatu? Hey, aku sudah memenangkan olimpiade itu untukmu, jadi kau harus mentraktirku. Aku bahkan mengubah penampilanku untuk memberimu sedikit kejutan. Jadi lihatlah aku. Aku menyukaimu, Nam!” ucapnya panjang lebar, begitu lancar. Membuat jantungku seketika berdetak cepat.
Aku segera melepaskan sudden-hug-nya. Menatapnya lagi untuk memastikan bahwa ia tak sedang mabuk atau semacamnya. Tapi ia tampak baik-baik saja. Entah apa yang merasuki-ku saat itu hingga membuatku ikut menyunggingkan senyum. Tiba-tiba segala kesedihan yang tadi kurasakan sirna begitu saja. Aku sangat senang mendengar pengakuannya, sekaligus menyesal karena menjadi teman yang buruk selama ini.
Gomawo. Mianhae” jawabku setelah hening yang cukup panjang.
“Kenapa minta maaf? Apa itu berarti kau tak menyukaiku?” Ryeowook mulai memasang tampang sedihnya. Melihat itu, membuatku ingin tertawa.
“Yak, Nami! Kenapa tertawa?” pekiknya saat melihatku tertawa dan masuk ke rumah, meninggalkannya di ambang pintu yang masih menuntut kejelasan dariku. Bisa kau bayangkan betapa lucu wajahnya saat memekik kebingungan seperti itu.
*END*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar