Rabu, 12 Februari 2014

DAY BY DAY





“DAY BY DAY”


author : Kxanoppa | genre : romance, family, tragedy, angst | main casts : Kim Jongin (EXO-K), Yeo Sunmi (OC) | sub cast : Byun Baekhyun (EXO-K), Oh Sehun (EXO-K) | length : two-shots (7.220 words)| rating : PG-15
notes : FF kali ini lebih panjang dibandingkan FFku yang sebelum-sebelumnya. FF ini murni buat hiburan semata dan hasil pemikiranku, walaupun tak luput dari banyak inspirasi (halah). Jika ada unsur kesamaan, dsb, itu tidak disengaja. Tidak ada maksud untuk menjatuhkan/melecehkan/dsb. Maaf kalo masih ada typo/ceritanya jelek/absurd/feelnya kurang dapet/dll ya, author juga manusia, hehe. Selamat membaca! Jangan lupa kasih komennya ya *bow*


STORY-LINE


Kim Jongin, adalah anak laki-laki yang susah di atur. Sebagai anak tunggal, ia hidup bersama ayahnya yang keras namun kaya raya. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Hal itu menjadikannya tumbuh sebagai laki-laki yang cuek dan dingin pada wanita. Apalagi setelah ia tahu dari ayahnya bahwa alasan perceraian orangtuanya adalah karena ibunya yang berselingkuh dengan pria lain.
Ayah Jongin adalah business-man yang workaholic. Namun begitu, Jongin dibesarkan dengan fasilitas lengkap dan segala kemewahan. Jongin selalu mendapatkan apapun yang ia inginkan tanpa perlu bersusah-payah, dan itu juga salah satu penyebab Jongin menjadi laki-laki yang tidak mandiri dan selalu bersikap seenaknya.

Selama bersekolah, Jongin selalu mendapatkan perilaku istimewa dari para guru, juga teman-temannya karena kekayaan dan status ayahnya yang menjadi investor terbesar yayasan pendidikan tempatnya belajar. Semua teman-temannya bahkan akan melakukan apapun yang Jongin perintahkan, dan para wanita akan bertekuk-lutut dihadapannya. Meski tidak satupun dari wanita-wanita itu yang ia pedulikan, menjadi orang yang dipuja-puja adalah kesenangan tersendiri untuknya. Suatu hari di sekolahnya —Cheongshim godeunghaggyo—seorang siswi transfer dari luar kota diperkenalkan dan menjadi salah satu teman sekelasnya.

“Anak-anak, perkenalkan. Dia murid pindahan dari Daejeon,” ucap seorang sonsaengnim yang menjadi wali kelas Jongin. Jongin yang duduk di bangku pojok belakang sama sekali tak memperhatikan ucapan pria tua itu karena kedua telinganya yang disumbat sepasang headset. Dengan tatapan datarnya, ia bisa melihat siswi baru itu berdiri di depan dan mulai memperkenalkan diri.
Annyeong-haseyo. Joneun Yeo Sunmi imnida. Ban’gapsumnida!” ucapnya cukup lantang, yang cukup untuk membuat Jongin bisa mendengarnya. Sunmi berwajah manis. Tubuhnya tergolong mungil meskipun tidak pendek, dan rambutnya diikat ekor kuda. Jongin terkejut dan melepas kedua headsetnya ketika Sunmi dengan santainya berjalan menuju bangku disebelahnya.
“Hei, apakah ini tasmu? Aku akan duduk di sini jadi bisakah kau memindahkannya?” tanya Sunmi santai sambil menyodorkan tas milik Jongin di hadapan Jongin sendiri. Jongin membelalakkan matanya dan geram saat Sunmi duduk tanpa beban setelah akhirnya meletakkan tas Jongin di lantai.
“Yak! Apa kau tidak tahu berapa harga tas itu?! Apa yang kau lakukan, hah?” pekik Jongin tidak suka dan membuat seisi kelas hening.

Sonsaengnim! Aku tidak setuju dia masuk kelas ini dan duduk disebelahku! 2 bangku ini sudah hak paten kekuasaanku!” lanjut Jongin yang sudah berdiri karena emosi. Sunmi yang mendengarnya mendelik kaget.
“Maaf, Jongin-ssi. Tapi sudah keputusan kepala sekolah untuk memasukkannya di kelas ini. Lagipula, hanya bangku sebelahmu yang kosong,” jawab sonsaengnim.
Mwo? Apa sonsaengnim lupa? Ayahku adalah investor terbesar sekolah ini!”
“Aku tahu, Jongin-ssi. Meskipun begitu, bukan berarti kau bisa mengubah keputusan sekolah ini dengan seenaknya. Sekarang jika kau masih keras kepala, aku tak segan-segan untuk mengeluarkanmu dari kelas,” balas sonsaengnim final. Jongin menggeram kesal dan kembali duduk. Ia memungut dan membersihkan tasnya ketika dilihatnya Sunmi menjulurkan lidah, mengejeknya. Ia bersumpah dalam hatinya untuk memberikan pelajaran pada siswi baru itu.

@@@@@@


Jongin kesal setengah mati. Ia merasa siswi baru itu perlu untuk diberi peringatan akan siapa ia sebenarnya. Jongin tidak berniat berada di dalam kelas sepanjang pelajaran berlangsung. Mengetahui Sunmi duduk disebelahnya membuatnya tersiksa karena harus menahan keinginan untuk menarik rambut gadis itu atau membuang semua buku-bukunya atau mendorong kursinya hingga gadis itu jatuh tersungkur lalu menangis. Intinya, Jongin sangat membenci gadis itu.
Di tengah pelajaran, Jongin keluar dan menuju kantin untuk menetralkan emosinya. Tak berapa lama, Byun Baekhyun dan Oh Sehun, sahabatnya datang menyusul.
“Tidakkah kau bersikap terlalu berlebihan tadi?” tanya Baekhyun setelah duduk di sebelah Jongin.
“Berlebihan apanya? Jelas-jelas dia meletakkan tas 20 juta-ku di atas lantai!” sergah Jongin.
“Jadi, apa yang akan kau lakukan? Cepat beritahu kami sebelum Park sonsaengnim yang killer itu menemukan kita di sini,” sahut Sehun.
“Aku ingin kita memberinya pelajaran! Dia harus tahu, siapa itu Kim Jongin,”

Sepulang sekolah, Sunmi tidak langsung pulang melainkan ke ruang guru untuk membahas beberapa hal mengenai peraturan sekolah karena ia masih menjadi siswi baru. Jongin dan kedua temannya sudah menyiapkan rencana untuk membuat Sunmi tahu rasa setelah membuat Jongin kesal hari itu. Sunmi berjalan keluar seorang diri ketika sekolah sudah sepi. Saat itu, Baekhyun dan Sehun sudah mengikuti Sunmi diam-diam. Salah satu dari mereka lalu membekap Sunmi menggunakan sapu tangan yang telah dilumuri obat bius cair yang mereka dapatkan dari UKS. Selang beberapa menit saja Sunmi pingsan, dan saat itulah Baekhyun dan Sehun membawa Sunmi menuju gudang sekolah, tempat penyimpanan alat-alat olahraga.
Di gudang, Jongin sudah menunggu dengan kunci ditangannya. Mereka bertiga membawa Sunmi masuk ke dalam gudang lalu menguncinya di sana.
“Aku jadi sedikit khawatir. Bagaimana kalau para guru menemukan kita?” tanya Sehun panik saat mereka sudah berada di dalam mobil Jongin untuk meluncur pulang.
“Sejak kapan kau jadi sepenakut ini? Jangan konyol, Sehun! Kau bahkan pernah melakukan hal yang lebih parah dari sekedar mengunci siswi di gudang!” sahut Baekhyun meledek. Setelah itu Jongin dan Baekhyun terbahak.
“Bagaimana dengan siswa junior yang harus dirawat di rumah sakit setelah kau hampir membuatnya mati keracunan?” kali ini Jongin bersuara.
“Itu karena dia memang menyebalkan!” jawab Sehun tak terima.
“Bagiku, siswi baru itu juga menyebalkan,”

@@@@@@


Keesokan harinya, Jung sonsaengnim yang mengajar di kelas Jongin, Baekhyun, dan Sehun heran kenapa Sunmi tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas. Sedangkan Jongin justru memasang ekspresi tenang dan damai sambil menyumbatkan kembali headset kesayangannya. Pelajaran terus berjalan. Hampir memasuki jam pelajaran keempat, seseorang membuka pintu dan masuk ke dalam kelas. Seluruh siswa termasuk Jongin terkejut bukan main saat dilihatnya orang itu adalah Sunmi, yang mengenakan pakaian olahraga pinjaman dari UKS.
Jwosonghamnida, sonsaengnim. Saya tahu jika mengiktui peraturan sekolah, saya tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran karena sudah sangat terlambat. Tapi sesuatu terjadi dan saya tidak bisa menjelaskannya,” ucap Sunmi lancar.
“A-Apa maksudmu, Sunmi-ssi?” balas Jung sonsaengnim yang tampak kebingungan.
“Ijinkan saya untuk masuk sebentar saja,” kata Sunmi. Sebelum mendapat persetujuan dari sonsaengnim itu, Sunmi tetap melangkah masuk dan berhenti tepat di bangku Jongin.
Sunmi melepas paksa headset yang Jongin kenakan dan membuangnya sembarangan hingga ponsel Jongin ikut terjatuh. Melihat itu Jongin terdiam dengan lirikan matanya yang seakan ingin menelan Sunmi hidup-hidup.
“Berhenti bersikap kekanakan. Untuk apa kau kaya harta, kalau kau miskin tata krama? Jika kau terus bersikap seperti ini, kujamin teman-temanmu bahkan tak akan bertahan lama berada di sekitarmu,” ucap Sunmi tenang dengan ekspresi yang begitu datar. Semua siswa mulai berbisik, bertanya-tanya apa yang tengah terjadi antara 2 manusia itu. Sedangkan Baekhyun dan Sehun hanya bisa saling pandang dengan perasaan panik.
Gamsahamnida, sonsaengnim. Maaf mengganggu kelasmu. Sekarang saya permisi,” ucap Sunmi sopan seraya melangkah keluar. Jung sonsaengnim yang tidak mengerti apa-apa hanya diam melihat kelakuan siswi pindahan itu. Jongin sendiri hanya bisa menggertakkan giginya menahan amarah. Melihat layar ponselnya retak, emosinya semakin tersulut.
“Yeo Sunmi. Neo jugeosseo,” umpat Jongin dengan rahang terkatup.

@@@@@@


Malamnya Jongin tidak bisa tidur. Entah kenapa perkataan Sunmi waktu itu terus melintasi pikirannya. Selama ini belum pernah ada 1 orang-pun yang berani mengatakan hal seperti itu, apalagi sampai menyumpahinya. Jongin juga bertanya-tanya bagaimana cara Sunmi meloloskan diri dari gudang itu, padahal ia yakin benar bahwa tidak akan ada orang yang membuka gudang itu karena peralatan olahraga yang tersimpan di sana sudah tidak pernah digunakan lagi.
Di hari berikutnya, Jongin mulai melancarkan serangan balasan karena Sunmi sudah mengibarkan bendera perang padanya. Kali ini hampir sepenuhnya serangan balasan itu ia lakukan sendiri. Mulai dari menumpahkan susu ke atas makanan Sunmi saat di kantin, membuang pakaian olahraga Sunmi saat jam pelajaran olahraga hingga gadis itu harus dihukum lompat kodok keliling lapangan sebanyak 10 kali, mencoret-coret dan merobek hampir semua catatan Sunmi, dan masih banyak lagi. Namun Sunmi tak menunjukkan niat untuk menyerah sekalipun.
Jongin geram. Ia heran. Sebenarnya terbuat dari apa mental gadis itu hingga tidak ada satupun aksi penyiksaan Jongin yang berpengaruh padanya. Semua siswa yang mengetahui hal itu tak bisa melakukan apapun karena mereka semua tahu benar siapa Kim Jongin dan mereka tidak mau mencari masalah lain dengannya.
“Sebagai laki-laki, aku tidak mau dianggap pengecut karena terus menindas murid perempuan. Tapi itu bukan berarti aku membebaskanmu begitu saja. Kau harus mengganti ponselku yang rusak,” ujar Jongin ketus pada Sunmi. Sunmi hanya menatap Jongin dengan tatapan datar.
“Dan harus yang lebih mahal. Dengan fitur yang lengkap, bisa menyala dalam gelap, tahan air, sekaligus bisa digunakan sebagai LCD,” lanjutnya dengan seringai tipis.
“Ck, kau sudah benar-benar gila,” Sunmi melengos begitu saja setelah mengatakan itu. Jongin semakin tak habis pikir, bagaimana bisa ia berurusan dengan gadis tak tahu diri seperti itu.
“YAK!” pekik Jongin lantang hingga semua murid yang ada di sana menoleh takut ke arahnya. Baekhyun dan Sehun dengan cepat menghalangi Jongin yang berniat menghajar Sunmi.
“Yak, hentikan itu! Kau mau dipanggil kepala sekolah hanya karena bertengkar dengan perempuan?” seru Baekhyun mengingatkan. Dengan napas memburu, Jongin segera melepaskan cengkraman Baekhyun dan Sehun, dan mendengus keras.
“Sudahlah, Jongin-ah. Tidak ada gunanya kau terus mengganggunya. Toh ia tidak akan pernah mempedulikanmu,” timpal Sehun.
“Kau mau aku berhenti mengganggunya? Apa kau gila?! Dia sudah merusak ponselku yang seharga 11 juta!” pekik Jongin frustrasi. “Arrgghhhh!!!!”

@@@@@@


Sore itu, tepat sepulang sekolah. Jongin memutuskan untuk membuntuti Sunmi diam-diam dengan mobilnya. Ia melihat Sunmi pulang menggunakan bus dan terheran-heran saat tahu rumah Sunmi adalah rumah yang tak kalah mewah dengan rumah milik keluarganya. Jika Sunmi anak orang kaya, kenapa ia memilih menggunakan bus? Jongin memarkirkan mobilnya cukup jauh dari rumah Sunmi agar gadis itu tak curiga dan terus memperhatikan keadaan di rumah itu. Jongin sendiri tak mengerti bagaimana ia bisa berakhir dengan mengikuti Sunmi seperti itu. Ia hanya kehabisan akal, bagaimana bisa membuat gadis itu menyerah dan mendengarkan perkataannya. Selain itu, gadis itu harus bertanggungjawab untuk mengganti ponselnya yang telah dirusak.
Jongin memajukan sedikit demi sedikit mobilnya hingga ia bisa melihat dengan jelas situasi di dalam rumah itu. Ia bisa melihat seorang wanita yang menyambut kepulangan Sunmi dengan hangat. Keluarga itu tampak begitu harmonis di mata Jongin, dan itu membuatnya sedikit iri. Terlintas beberapa potongan memori masa kecilnya ketika ayah dan ibunya masih bersama dan mereka menghabiskan waktu dengan menyenangkan. Jongin sangat merindukan momen itu.
Jongin terus menunggu di dalam mobilnya hingga tanpa sadar ia telah tertidur. Suara ketukan di kaca mobilnya membuatnya tersentak dan segera terbangun. Jongin mengerjapkan matanya sebelum akhirnya membuka kaca mobilnya. Ia terkejut saat mendapati Sunmi yang sudah berdiri di sana sambil melipat tangan di dada, dan tentu saja tatapan datarnya.
“Kau kira aku tak tahu? Untuk apa mengikutiku?” tanya-nya. Jongin salah tingkah, ia kelabakan mencari jawaban yang tepat untuk menyangkalnya. Ia merasa image-nya selama ini akan segera hancur.
M-Mwo?” balas Jongin gelagapan. Tak lama setelah itu terdengar suara seseorang yang memanggil Sunmi.
“Sunmi-ah! Sedang apa di sana? Apa dia temanmu?”
“Ehm—itu—,” Sunmi-pun tak kalah gelagapan ketika seorang wanita paruh baya dengan wajah berbinar-binar datang menghampirinya.
Aigu! Nuguya?” seru wanita itu dengan sumringah setelah melihat Jongin yang berada di dalam mobil. “Apakah pacarmu?” lanjut wanita itu lagi yang membuat Jongin dan Sunmi membelalak bersamaan.

@@@@@@


Wanita itu adalah nyonya Yeo –ibu Sunmi. Meskipun sudah paruh baya, ia tetap modis dan suka berdandan. Setelah Jongin tertangkap basah, nyonya Yeo memaksa Sunmi untuk mengajak Jongin masuk dan makan malam di rumahnya. Sungguh bencana! Umpat Jongin dalam hati, merutuki kebodohannya yang sangat sangat tak termaafkan.
“Jadi—sejak kapan kalian berpacaran?” tanya nyonya Yeo to the point. Jongin dan Sunmi langsung tersedak bersamaan.
A-Aniya, eomma! Kami tidak seperti itu. Ia hanya teman sekelasku, itu saja! Ia datang untuk meminjam buku catatan. Ya! Buku catatan!” balas Sunmi berusaha mencari-cari penjelasan yang logis.
“Catatan? Bukankah aku sudah menghancurkan semua buku catatanmu? Lagipula aku datang untuk menagih pertanggungjawabanmu yang telah merusak—Auww!!” Jongin memekik kesakitan ketika Sunmi tiba-tiba menginjak kakinya.
Nyonya Yeo yang menyaksikan itu hanya bisa tersenyum dengan wajah penuh tanda tanya besar.
“Ah, eomma, sepertinya Jongin sedang banyak urusan. Lebih baik aku memberikan catatannya sekarang dan Jongin bisa pulang,” Sunmi bergegas menuju kamarnya dan mencari catatan apapun yang bisa ia berikan untuk Jongin saat itu. Ia terburu-buru hingga tak memperhatikan buku apa yang ia berikan.

“Bawa ini dan cepat pergi!” bisik Sunmi setelah mereka sudah mengantarkan Jongin sampai ke depan rumah.
Aigu, kalian manis sekali sampai berbisik-bisik seperti itu!” ujar nyonya Yeo diikuti tawa khasnya.
Eomma!” Sunmi berdecak sebal melihat kelakuan ibunya.
“Baiklah aku pergi!” sahut Jongin seenak jidatnya tanpa memperhatikan jika di situ sedang ada nyonya Yeo yang harus diberi hormat.
“Yak! Dimana sopan santunmu?!” seloroh Sunmi seraya menendang Jongin tepat di tulang keringnya. Lagi-lagi, Jongin meringis kesakitan.
Ara ara! aku permisi. Gamsahamnida, ahjumma. Makanannya enak hanya saja kurang sedikit garam—,“ ucapan Jongin terhenti saat dilihatnya death glare dari Sunmi.
“Ah, aniya. Makanannya lumayan enak, kok,”
Jinjja? Aigu, gomawoyo, Jongin-ah. Kau bisa datang lagi dan aku akan memasak yang banyak untukmu,” balas nyonya Yeo kesenangan setelah dipuji. Jongin hanya bisa tersenyum hambar meskipun dalam hati ia ingin tertawa keras-keras setelah berhasil membodohi nyonya Yeo dengan pujiannya. Yang benar saja, aku bisa diare kalau harus memakan masakannya yang absurd itu. Pikir Jongin.

Di dalam mobilnya menuju pulang, Jongin tersenyum sendiri mengingat kejadian tak terduga yang baru saja dialaminya. Bagaimana mungkin sepasang musuh bebuyutan bisa makan malam bersama. Belum lagi kelakuan nyonya Yeo yang begitu unik dan membuatnya mati-matian menahan tawa. Sungguh sulit dipercaya. Namun seketika ia tersadar dan menggelengkan kepalanya cepat.
“Tidak! Tidak! Aku pasti sudah gila, ck!” serunya pada diri sendiri.
Tak lama kemudian ia tersenyum lagi. Ia tak menyangka bahwa Sunmi yang tenang dan dingin di sekolah, ternyata sama saja seperti gadis kebanyakan yang patuh pada ibunya, cerewet, dan pemalu. Ia masih ingat bagaimana ekspresi Sunmi ketika ibunya mengira mereka berpacaran. Itu sangat lucu. Jongin kemudian melirik ke arah buku catatan Sunmi yang diberikan padanya. Buku dengan cover bergambar hello kitty? Oh, ayolah itu sangat tidak cocok dengan kepribadian Sunmi. Pikir jongin hingga membuatnya tertawa sendiri.
“Dasar gadis sok tangguh. Bagaimanapun kau tetap harus mengganti ponselku,”

@@@@@@


 Keesokannya di sekolah, Sunmi heran dengan para siswa yang sudah berdesakan di depan papan mading. Tak lama setelah itu, pandangan semua siswa tertuju ke arahnya sambil berbisik-bisik. Sunmi berusaha menerobos dan melihat apa yang terpajang di sana. Ternyata seseorang telah memajang tulisan tangannya di mading sekolah, dan Sunmi yakin itu pasti ulah Jongin.
“Yak, Kim Jongin!” pekik Sunmi marah setelah memasuki ruang kelas.
Semua yang ada di sana menoleh kaget, termasuk Baekhyun dan Sehun. Namun Jongin masih sibuk dengan dunianya tanpa menghiraukan panggilan Sunmi.
“Yak, sekya!!” umpat Sunmi lantang dihadapannya.
“Kau mau tulisanmu yang lain kupajang juga?” balas Jongin sambil menunjukkan buku catatan bersampul hello kitty di hadapan Sunmi. Sunmi membelalak tak percaya. Bagaimana bisa ia memberikan buku hariannya semasa kecil pada laki-laki brengsek itu?!
“Yak!!!!” Sunmi berusaha merebut kembali buku itu namun Jongin lebih gesit untuk mencegahnya.
“Ganti ponselku, dan aku tak akan melakukannya,” ucapnya santai. “Kau membuatku tersiksa karena tidak bisa berkomunikasi dengan siapapun. Aku bahkan tak bisa menghubungi ayahku, dan oh! Bagaimana kalau aku ingin menghubungi ibumu?” lanjut Jongin lagi meledek.
Baekhyun dan Sehun yang mendengar itu spontan terkejut dan heran. Ibu Sunmi? Apa maksudnya? Pikir mereka bersamaan.
“Yak, kembalikan!” Sunmi masih bersikeras mendapatkan buku itu. “Arasseo, arasseo! Aku akan mengganti ponselmu, tapi kembalikan dulu buku catatanku!” ucap Sunmi pada akhirnya.
“Bagaimana aku bisa percaya kalau kau benar-benar akan menggantinya?” tanya Jongin sambil menyipitkan matanya.
“I-Itu... Seminggu dari sekarang! Aku janji akan membelinya untukmu dan kau juga bisa ikut. Tapi kau juga harus berjanji untuk tidak menyebarluaskan tulisan-tulisanku!”
“Seminggu?! Kenapa lama sekali? Besok saja!”
“Yak! T-Tidak bisa!” Jongin mendelik mendengar perkataan Sunmi.
Wae?! Berhenti bersikap seperti orang susah, aku tahu kau anak orang kaya!”
Sunmi terlihat berpikir sejenak sebelum berucap, “Baik! Kau pilih seminggu dari sekarang, atau tidak usah sama sekali, huh?!” Kali ini Jongin yang merasa kalah telak.
Mwo? Aish! Baiklah, seminggu dari sekarang, atau kau akan tamat!”

Setelah itu Sunmi meninggalkan kelas untuk mencabut semua tulisannya di mading. Sepeninggal Sunmi, Baekhyun dan Sehun mendekati Jongin untuk menuntut penjelasan.
“Yak, Jongin-ah! Tadi itu apa yang kau maksud dengan menghubungi ibunya Sunmi?” tanya Baekhyun to the point. Jongin terbelalak.
“Apa aku mengatakan itu? Kapan aku mengatakannya?” balasnya sewot.
“Kalau tidak salah kau memang bicara begitu,” Sehun mencoba mengingat-ingat.
“Ah, kalian pasti salah dengar! Sudah, jangan ganggu aku. Aku mau tidur!” Kilah Jongin. Lagi-lagi Baekhyun dan Sehun hanya bisa saling pandang sambil mengedikkan bahu.

@@@@@@


Di rumahnya, Jongin terkejut saat melihat ayahnya bersama dengan wanita asing.
“Oh, Jongin-ah! Perkenalkan, ini sekretaris baruku. Namanya Minah,” jelas ayahnya. Jongin tidak menanggapi perkataan ayahnya dan berlalu begitu saja.
“Jongin-ah!” ayahnya terlihat mulai marah dan Jongin terpaksa menoleh.
“Hai, aku Jongin. Dan aku tidak terlalu suka dengan gayamu. Kalau mau berpakaian mini bukan di sini tempatnya,” ucapnya ketus lalu melanjutkan langkahnya. Wanita bernama Minah itu tampak tersinggung dan itu membuat ayahnya marah besar.
“Jongin-ah! Yak, kemari dan minta maaf!” seruan ayahnya sama sekali tak dihiraukannya.

Di dalam kamarnya ia merasa tertekan. Selama ini ayahnya selalu melengkapi segala kebutuhannya secara material, tetapi tidak secara psikologis. Jongin kesepian. Jauh di dalam lubuk hatinya ia membutuhkan sosok seorang ibu yang memperhatikannya. Ia iri pada Sunmi dan teman-temannya yang lain yang memiliki keluarga harmonis. Ia mulai mempertanyakan apakah alasan perceraian orangtuanya memang benar seperti yang diceritakan ayahnya? Sejak perceraian itu, ayahnya sering menghabiskan waktu dengan beberapa wanita asing dan itu membuatnya cukup muak. Setidaknya, jongin masih berharap ayah dan ibunya bisa rujuk kembali. Meskipun kini ia tidak tahu dimana ibunya berada.
Jongin merebahkan tubuhnya di ranjang untuk menghilangkan penat. Kemudian ia teringat akan buku catatan Sunmi yang masih ia bawa. Karena penasaran, akhirnya ia memutuskan untuk membaca isi buku itu lebih lanjut.

Jongin membaca buku itu dengan tenang. Sesekali ia akan tersenyum dan tertawa melihat tulisan tangan dan gambaran Sunmi yang lucu. Dalam buku itu Sunmi menyatakan kesukaannya pada pantai, langit, dan juga pohon. Betapa ia ingin menjadi pohon, karena pohon akan terus berada di tempatnya meskipun panas, hujan, bahkan badai mencoba menerjangnya. Sebuah pohon akan terus berdiri kokoh dan berada di tempatnya sampai kapanpun, bersama orang-orang yang dicintainya.
Namun tawa Jongin terhenti ketika ia sampai pada bagian dimana Sunmi sudah duduk di bangku SMP dan menceritakan tentang ibunya yang mengalami gangguan psikologis sejak ayahnya meninggal karena sakit.
Ibunya tidak bisa menerima kenyataan bahwa ayahnya sudah tiada, dan terus bersikap seolah-olah ayahnya masih hidup. Sejak kepergian ayahnya, keluarga Sunmi mengalami kebangkrutan dan krisis ekonomi. Sunmi sebagai anak sulung harus bisa membantu keluarganya dan menjadi tulang punggung. Keadaan semakin parah ketika pihak bank mulai menyita rumah dan mobil mereka. Sunmi dan keluarganya terpaksa tinggal di sebuah rumah sewa dan Sunmi harus bekerja sebagai pegawai di swalayan untuk membayar biayanya.

Setahun kemudian, adik laki-laki Sunmi harus meninggal karena kecelakaan. Hingga akhirnya paman Sunmi yang tinggal di Amerika mengetahui hal itu dan segera memberikan bantuan. Pamannya memiliki rumah di Korea dan membiarkan Sunmi juga ibunya untuk tinggal di sana. Selama itu pula-lah Sunmi berjanji untuk tidak terus meminta-minta pada pamannya. Ia ingin mandiri dan mengumpulkan uang sendiri untuk keperluan keluarganya. Ia juga harus menghemat pengeluaran. Meskipun begitu, pamannya akan tetap mengirimi mereka uang sebulan sekali untuk biaya sekolah Sunmi dan Sunmi bersyukur akan hal itu.

Jongin terus membacanya dengan serius hingga tanpa sadar, Jongin sudah menitikkan airmatanya.

@@@@@@


Sejak perjanjian itu, Jongin dan Sunmi sepakat untuk menghentikan aksi ‘gencatan senjata’ mereka. Hal itu tentu mengundang pertanyaan bagi sebagian siswa, mengingat sebelumnya, yang hampir setiap hari Jongin akan mengerjai dan menindas Sunmi. Bahkan hal itu menimbulkan gosip yang membuat 3 biang onar –Jongin, Baekhyun, dan Sehun— terkejut bukan main.
Jongin bersama kedua temannya tengah berada di kantin, ketika para siswa mulai berbisik-bisik, meributkan gosip yang mengejutkan itu.
“Hah, para siswa kurang kerjaan itu mulai lagi menyebarkan kabar murahan!” ujar Baekhyun tak tertarik dengan keributan di kantin saat itu, dimana hampir semua pandangan siswa mengarah pada mereka bertiga.
“Sudah, biarkan saja,” balas Jongin cuek, yang justru asik berkutat dengan jajangmyeon-nya.
“Kenapa kau tenang sekali? Biasanya saja kau akan langsung memarahi mereka hingga membuat mereka takut untuk kembali ke sekolah,” timpal Sehun merasa aneh dengan sikap Jongin yang berbeda.
“Ehm—itu.. Ya, aku malas saja meladeni mereka. Paling juga nanti mereka capek sendiri,” jawab Jongin tak acuh, walaupun sebenarnya ia sedikit salah tingkah memikirkannya.
“Atau jangan-jangan—“ Sehun menggantungkan kalimatnya, lalu menoleh pada Baekhyun seakan memberi isyarat.
“Apa kalian benar-benar berpacaran seperti yang mereka katakan?” tembak Baekhyun tepat sasaran yang membuat Jongin tersedak.
“Yak!!” Jongin memukulkan sumpitnya ke kepala Baekhyun dan Sehun. “Apa kalian gila?! Mana mungkin aku jadian dengan gadis norak seperti dia?!” lanjutnya sewot.
“Yak! Lihat perbuatanmu! Bumbu jajangmyeon menempel di rambutku!” teriak Baekhyun sebal.
“Hei guys, bukankah itu Sunmi? Dia terlihat sangat kesal,” kata Sehun yang mendapati Sunmi berjalan ke arah kantin dengan ekspresi marah.

“YAK!!” pekik Sunmi yang membuat suasana kantin seketika hening. “Siapa yang memulai gosip murahan ini, eoh?! Biar kuberi pelajaran!” lanjutnya menakutkan.
“Wah, dia terlihat keren sekali saat sedang marah seperti itu,” ucap Baekhyun pelan.
“Yak, neo!” Sunmi mendatangi meja Jongin dan berteriak. “Kali ini apa lagi rencanamu? Bukankah kita sudah sepakat untuk berdamai?!”
Jongin menatap Sunmi bingung lalu menghentikan aktivitas makannya.
“Kenapa datang-datang kau langsung memarahiku?”
“Memangnya siapa lagi dalangnya kalau bukan kau dan 2 pengikutmu yang bodoh ini?!”
“Yak, aku tidak bodoh! Sehun yang bodoh!” timpal Baekhyun tak terima, kemudian mendapat 1 jitakan cukup keras di kepalanya dari Sehun.
“Aku bukan orang yang akan mengingkari perkataannya sendiri. Aku tidak melakukan apapun! Yang benar saja! Mana mau aku digosipkan denganmu. Jangan mimpi!” Jongin bangkit dan beranjak dari kantin, meninggalkan Sunmi yang masih berdiri di tempatnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Paska kejadian itu Jongin memutuskan untuk membolos jam pelajaran selanjutnya hingga jam pulang sekolah, dan lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dengan tidur di atap sekolah.
“Kenapa gadis itu menyebalkan sekali?! Memangnya sejak kapan aku menyukainya? Memangnya aku gila? Ck!” desis Jongin sendirian. Memikirkan itu lagi, Jongin jadi sedikit merasa bersalah. Sepertinya perkataannya terlalu keras pada Sunmi. Sunmi memang terlihat kuat tapi Jongin yakin bahwa Sunmi sama saja seperti anak perempuan kebanyakan dimana perasaannya sangat sensitif.
Mengingat tulisan Sunmi di buku hariannya membuat Jongin semakin merasa bersalah. Tidak seharusnya ia sekasar itu pada Sunmi. Jongin menjadikan kedua tangannya sebagai alas kepala selagi tidur dan ia mulai menerawang memandang langit. Selama ini ia berpikir bahwa hidup tanpa seorang ibu sangatlah sulit, tapi ia mulai menyadari bahwa kehidupan Sunmi pasti jauh lebih sulit dibandingkan dirinya.

@@@@@@


Seminggu telah berlalu, dan tiba saatnya bagi Sunmi untuk menepati janjinya. Hari itu Jongin pergi ke sekolah dengan semangat mengingat ia akan mendapatkan ponsel baru, dan ternyata Sunmi justru tidak masuk. Jongin benar-benar tak mengerti, sebenarnya apa yang tengah Sunmi rencanakan. Apakah Sunmi masih kesal padanya lantaran perkataannya saat di kantin waktu itu, dan membatalkan perjanjian mereka secara sepihak? Jongin tidak terima jika hal itu benar. Ia-pun memutuskan meninggalkan sekolah untuk pergi ke rumah Sunmi saat jam istirahat.

Sesampainya di rumah Sunmi, Jongin bertemu dengan nyonya Yeo yang tengah duduk di taman depan rumahnya, dan tampak tengah berbincang dengan seseorang. Hanya saja lawan bicaranya terhalang oleh tanaman yang ada di sana hingga Jongin tak bisa melihatnya. Jongin memutuskan untuk masuk ke sana dan menanyakan keberadaan Sunmi pada nyonya Yeo. Belum sempat ia menyapa nyonya Yeo, Jongin sudah dikejutkan oleh lawan bicara nyonya Yeo yang ternyata tidak ada. Nyonya Yeo tengah berbicara sendirian di taman itu.
“—ibuku mengalami gangguan psikologis setelah kematian ayah—,”
Sepenggal tulisan Sunmi dalam buku harian itu terlintas dalam benaknya. Jongin merasa sangat tidak enak hati setelah melihatnya secara langsung. Tidak lama setelah itu seorang pria menghampiri Jongin dan menginterupsi segala pemikiran Jongin.
“Apa ada yang bisa saya bantu, anak muda?” tanya pria itu yang adalah seorang security di rumah Sunmi.
“Ah—saya—apakah Sunmi ada?” balas Jongin terbata-bata.
“Sunmi-ssi? Ah, setahuku tadi pagi-pagi sekali dia sudah pergi. Bukankah seharusnya dia ada di sekolah?” jawaban paman itu membuat Jongin semakin bingung. Jelas-jelas Sunmi tidak ada di sekolah. Kalau begitu, kemana Sunmi pergi?

@@@@@@


Jongin berusaha mencari keberadaan Sunmi karena ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Sunmi pergi pagi-pagi sekali? Untuk apa? Tujuan awal Jongin datang ke rumah Sunmi adalah untuk menuntut janji Sunmi yang akan membelikan Jongin ponsel baru. Tetapi entah kenapa Jongin tiba-tiba berubah pikiran dan justru mencemaskan keadaan Sunmi yang tidak jelas keberadaannya. Jongin menghentikan mobilnya secara mendadak saat ia tersadar akan apa yang tengah dipikirkannya.
“Tunggu! Untuk apa aku mencemaskannya?” tanya Jongin pada dirinya sendiri. Tapi Jongin tetap harus mencari Sunmi karena ia tidak mau Sunmi melarikan diri dari tanggung jawabnya. Ya, alasan itu terdengar lebih logis bagi Jongin. Temukan Sunmi dan tagih janji itu, pikir Jongin. Jongin berusaha memikirkan tempat apa yang akan Sunmi kunjungi, dan tulisan Sunmi di buku harian itu kembali mengingatkannya.
Pantai.

Jongin berhasil sampai ke pantai dalam beberapa menit saja setelah melalui jalan alternatif yang ia tahu. Pantai Gyeongpo. Di sana ia mengedarkan pandangannya dan kedua sudut bibirnya terangkat begitu saja saat ditemukannya seorang gadis berseragam sekolah yang berdiri di depan pantai.
“Yak, Yeo Sunmi!” panggil Jongin yang membuat Sunmi sedikit terperanjat.
“J-Jongin-ssi?! B-Bagaimana kau—bisa ada di sini?” tanya Sunmi gelagapan. Jongin berdiri tenang sambil menunjukkan buku harian itu di hadapan Sunmi. Sunmi membelalak dengan mulut ternganga.
“Jangan bilang kau membacanya! Yak!!” pekik Sunmi kemudian berhasil merebut buku itu. “Apa yang kau lakukan, hah?”
“Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan di sini di tengah jam sekolah?” balas Jongin. “Aku harap kau tidak lupa janjimu untuk mengganti ponselku yang kau rusakkan,”
Sunmi berbalik dan kembali menghadap ke arah pantai, tanpa mengatakan apapun. Melihat itu Jongin jadi merasa dipermainkan.
“Yak! Kau dengar aku tidak?!”
“Hari ini adalah tanggal kematian ayahku,” ucap Sunmi seiring deburan ombak dan hampir tidak terdengar. Jongin terdiam dan melihat ada kilat kepedihan di mata Sunmi.
Sunmi menghela napas sejenak sebelum kembali berujar, “Ah, aku harus pergi. Ada anak manja yang terus mendesakku untuk membelikannya ponsel baru!”
Mwo? Yak!” pekik Jongin tak terima, kemudian mengikuti Sunmi yang sudah berjalan mendahuluinya.
Mereka-pun pergi dengan mobil Jongin. Dengan alasan, agar Sunmi tidak bisa kabur lagi dari tanggung jawabnya.

@@@@@@


Di departement store, entah kenapa jantung Jongin jadi berdebar setiap menatap Sunmi yang berjalan di sampingnya. Pikirannya pun mulai berkelana tidak jelas. Apakah ini termasuk kencan atau bukan? Jongin terus berperang dengan pikirannya sendiri.
“Yak, kau mau yang mana? Yang ini atau yang itu?” tanya Sunmi yang membuat beberapa pelayan di toko itu sedikit terkejut. Sungguh pasangan yang aneh, pikir mereka.
Jongin melihat 2 ponsel yang dibawa Sunmi, dan sempat mengecek harganya. Ternyata Sunmi benar-benar akan membelikannya ponsel yang lebih mahal. Mengetahui itu Jongin jadi tidak tega.
“Kurasa yang itu modelnya terlalu berlebihan. Aku ingin ponsel yang biasa-biasa saja,” ujar Jongin cuek kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Sunmi.
Mereka berdua terus berputar-putar di dalam mall. Berpindah dari 1 counter ke counter yang lain, hingga akhirnya pilihan Jongin berakhir pada jenis ponsel yang sama seperti ponselnya yang lama.
“Yak! Neo jinjja—Aishh!” Sunmi menggerutu kesal. “Kalau tahu kau mau model yang sama, kenapa kita harus berputar-putar sampai berjam-jam?!”
“Ya suka-suka aku, kenapa kau marah-marah?” Jongin melengos begitu saja, membuat Sunmi semakin tak habis pikir. Saat hendak membayar, Jongin tiba-tiba menyela Sunmi dan menyodorkan kartu kreditnya pada kasir. Sunmi yang melihat itu terbengong sendiri, seakan tidak percaya.

Saat berjalan kembali menuju mobilnya, Jongin dan Sunmi sama sekali tak saling bicara. Sunmi masih terheran-heran dengan perubahan sikap Jongin yang dirasa sangat aneh.
“Yak,” panggil Sunmi akhirnya. “Wae?” lanjutnya dengan ekspresi tak mengerti sebelum mereka masuk ke dalam mobil.
Wae, mwo?” balas Jongin yang berusaha menahan tawanya saat melihat ekspresi bodoh Sunmi.
“Kenapa kau tiba-tiba membayarnya? Bukankah aku yang seharusnya membelikannya?”
Jongin akhirnya terbahak juga setelah tak kuat lagi menahannya. Kemudian ia mengeluarkan ponsel lamanya dari dalam saku celana dan ponselnya baik-baik saja. Sunmi benar-benar tidak mengerti, apa maksud laki-laki itu sebenarnya.
“Bagaimana bisa—ponselmu—Yak! Kau mempermainkanku?!” Sunmi memekik keras sedangkan tawa Jongin semakin keras. “Yak, sekya!!!”
Jongin berusaha menghentikan tawanya, ia kemudian menghampiri Sunmi dan memberikan bingkisan ponsel barunya pada Sunmi.
“Kau kira aku bodoh? Mana mungkin aku bisa hidup berhari-hari tanpa ponsel? Tentu saja aku memperbaikinya. Untung saja masa garansinya masih berlaku. Mulai sekarang ponsel baru ini milikmu. Aku sudah memasukkan nomorku di sana dan kau hanya boleh menerima panggilan dariku, membalas pesan dariku, dan mengikuti apapun yang aku minta!”
MWO?! YAKKK!!! KAU BENAR-BENAR SIALAN!!” teriak Sunmi yang mungkin bisa mengguncangkan seantero Seoul.
Sunmi benar-benar tidak mengerti bagaimana jalan pikiran laki-laki yang satu itu.

@@@@@@


Sejak hari itu, sikap Jongin berubah 180 derajat. Sunmi mengaku dirinya akan selalu gugup saat bertemu Jongin di sekolah. Ditambah dengan fakta bahwa kini mereka memiliki ponsel yang sama, semacam—ponsel pasangan? Sunmi berusaha untuk berhenti berpikir yang tidak-tidak. Beruntung, gosip di sekolah mereka sudah tidak pernah terdengar lagi. Namun di luar sepengetahuannya, Baekhyun dan Sehun merasa curiga akan perubahan sikap Jongin dan Sunmi, hingga mereka memutuskan untuk menyelidikinya.
“Jongin-ah, boleh aku pinjam ponselmu? Aku lagi tidak ada pulsa,” Baekhyun yakin triknya ini akan berhasil.
“Ini,” balas Jongin seraya menyerahkan ponselnya. BINGO!
Baru saja Baekhyun hendak mengambilnya, tiba-tiba Jongin berubah pikiran.
“Ah, andwae! Kau kan kalau telpon lama!” seru Jongin membuat Baekhyun harus menahan emosi.
Ani, ani.. Aku janji hanya sebentar, ini penting sekali. Jebal!”
“Kenapa kau tidak pinjam punya Sehun saja?” sergah Jongin sekali lagi.
“Ponselku sedang lowbatt!” timpal Sehun cepat.
“Kalau begitu pinjam sonsaengnim saja sana!” seloroh Jongin lagi yang membuat Baekhyun mengacak rambutnya frustrasi.
Arasseo aku tidak jadi meminjamnya!!” pekik Baekhyun tidak sabar. “Aku dan Sehun hanya ingin memastikan apakah benar kau dan Sunmi terlibat sesuatu! Aish, jinjja!!” ungkap Baekhyun pada akhirnya.
“Terlibat sesuatu? Apa maksudmu? Kau kira kami ini gembong narkoba?”
“Aish, sudahlah mengaku saja! Kami tahu kau dan Sunmi menyembunyikan sesuatu!” sahut Sehun.
“Kalian pacaran?” tanya Baekhyun lagi yang membuat Jongin tersudut. Di saat Jongin lengah, Sehun dengan cepat merebut ponsel Jongin dan bersama Baekhyun ia mulai memeriksa apakah selama ini Jongin dan Sunmi saling berkomunikasi diam-diam.
Dari inbox, mereka menemukan bahwa Jongin dan Sunmi sudah saling bertukar pesan beberapa kali. Mereka kemudian melemparkan tatapan meledek pada Jongin.
“Kami tidak seperti itu!” kilah Jongin. Baekhyun dan Sehun semakin menyipitkan mata mereka dengan seringai menakutkan hingga akhirnya Jongin menyerah.
“Baiklah. Aku rasa aku mulai menyukainya,”

@@@@@@


Meskipun Jongin mengaku di hadapan 2 sahabatnya bahwa ia menyukai Sunmi, ia tidak menyatakannya langsung pada Sunmi. Ia masih ragu, apakah ia benar-benar menyukai gadis itu, atau hanya merasa kasihan. Di sisi lain, Jongin juga masih ingin menjaga ego dan gengsinya. Akhirnya ia memutuskan untuk tetap membiarkan hubungannya dengan Sunmi mengalir begitu saja, tanpa label apapun yang mengikatnya.
“Ini sudah malam, kenapa kau memaksaku untuk keluar? Aish,” protes Sunmi ketika Jongin tiba-tiba datang menjemputnya.
“Hei, aku kan sudah katakan kalau kau harus ikuti apapun yang kuminta! Aku sedang bosan. Jadi kau temani aku!” balas Jongin cuek dan menginjak pedal gas mobilnya dalam-dalam, menuju ke suatu tempat.

Jongin membawanya ke sebuah toko CD musik. Jongin jalan lebih dulu, dan Sunmi hanya mengikuti.
“Ck, memangnya dia siapa? Lagaknya seperti bos besar, cih,” cibir Sunmi yang ternyata didengar Jongin.
“Apa katamu?”
Mwo? Tidak usah kepo!”
“Cih,” balas Jongin malas kemudian kembali melihat-lihat koleksi CD di sana.
Aigu! Bukankah ini album XOXO, album terbaru EXO? Ahh, aku sudah lama menantikannya!”
Jongin yang mendengar itu kemudian menyahut, “Memangnya apa bagusnya?”
“Yak! Kau ini tahu apa soal musik yang bagus? Paling-paling seleramu lagu-lagu oldies atau blues yang biasanya didengar kakek-kakek!” seru Sunmi tidak terima.
“Aish, molla! Moodku tiba-tiba jadi jelek, aku tidak jadi melihat-lihat!”
Mwo? Yak! Aish, kekanakan sekali!” cibir Sunmi lagi begitu Jongin berjalan cepat semakin menjauhinya.

Setelah perdebatan di toko CD, mereka tidak saling bicara selama di dalam mobil. Kali ini Jongin merubah haluannya menuju ke kedai es krim.
“Aku tak tahu jika laki-laki penindas sepertimu juga suka es krim,” celetuk Sunmi.
“Berisik. Sudah ikut saja, tidak usah banyak bicara!” Sunmi hanya mendesis sebagai balasannya.
Di kedai itu mereka memakan es krim pesanan mereka dalam diam. Suasana menjadi sangaaattt canggung. Sunmi akan mengalihkan pandangannya begitu mata Jongin bertemu dengannya, begitupun sebaliknya.
“Ehm—“ deheman Jongin membuat Sunmi sedikit tertegun. “Jadi—kenapa kau pindah ke SMA Cheongshim?” lanjut Jongin berusaha setenang mungkin, walaupun sebenarnya dia gugup.
Ne? Ah, itu—karena aku pindah rumah ke Seoul? Entahlah, terlalu rumit untuk dijelaskan, yang pasti rumah baruku lebih dekat dengan rumah sakit dan juga dengan sekolah itu. Jadi—“
“Rumah sakit?” sela Jongin.
N-Ne,” Sunmi mulai tertunduk, bingung bagaimana harus menjelaskannya. “Sebenarnya—ibuku—“
“Sudah berapa lama ibumu menjalani terapi?” sela Jongin lagi yang membuat Sunmi terbelalak.
Mian. Waktu itu aku membaca buku harianmu. Aku turut berduka atas kematian ayah dan adikmu,” lanjut Jongin dengan sedikit nada penyesalan.
Sunmi berpikir sejenak sebelum membalas perkataan Jongin.
“Apa kau marah?” tanya Jongin. Sunmi mengedikkan bahu seraya tersenyum hambar.
“Jadi—kau sudah tahu betapa rumitnya hidupku?” Jongin terdiam.
Mian,”
Ani. Sepintar apapun kita menyimpan rahasia, bukankah pada akhirnya akan terbongkar juga? Mingkin memang sudah seharusnya kau mengetahuinya,” Sunmi menghela napas.
Tak lama setelah itu ponsel Jongin yang diletakkan di atas meja berdering. Sunmi bisa membaca siapa penelponnya.
“Kenapa kau mematikan panggilan dari ayahmu?” tanya Sunmi penasaran setelah Jongin dengan santainya mereject panggilan itu.
“Bukan apa-apa,”
“Kau bermasalah dengan ayahmu?”
“Ya—bisa dibilang seperti itu. Aku hanya merasa tidak cocok dengan ayahku akhir-akhir ini. Ayah dan ibuku sudah lama berpisah,”
“Tidak seharusnya kau lari dari masalah seperti itu. Telpon balik ayahmu. Sekarang,” protes Sunmi.
Jongin mendengus. “Apa urusannya denganmu? Hentikan itu,” balasnya tak suka saat Sunmi mangambil paksa ponsel Jongin dan memanggil kontak ayahnya.
“Aku ingin kau selesaikan masalahmu. Agar jangan menyesal di kemudian hari. Sepertiku,” ucap Sunmi lagi yang membuat Jongin tertegun.

@@@@@@


Jongin bergegas memasuki rumahnya dan terkejut saat ditemukan ayahnya yang sudah mabuk berat di ruang tengah rumahnya.
Appa! Yak, ige mwoya?!” pekik Jongin tidak tahan seraya memapah ayahnya untuk duduk di sofa yang ada.
“Aa—Jongin-ah! Wasseo? Kau terlambat! Soojin baru saja pulang dan aku belum sempat mengenalkannya padamu!” ujar ayahnya dengan nada naik-turun.
“Soojin? Siapa Soojin?!” Jongin terlihat marah, dan langsung menarik kerah ayahnya, “Siapa Soojin?! Kapan appa akan berhenti menyulitkanku dengan semua ini?!” Jongin melepaskan cengkramannya kasar dan mengusap wajahnya frustrasi, sedangkan ayahnya hanya tersenyum dan menggumamkan kata-kata tidak jelas.
Tak lama setelah itu Jongin memutuskan untuk kembali meninggalkan rumah, dengan langkah penuh amarah. Ayahnya yang masih sulit mengendalikan dirinya hanya bisa memandangi kepergian Jongin seraya berucap lirih, “Jongin-ah.. Mianhae,”

Jongin mungkin tidak salah. Hanya saja 1 hal yang perlu ia tahu, bahwa seburuk apapun orangtuanya, mereka akan tetap menyayangi Jongin apa adanya. Itulah kenyataannya. Ayah Jongin hanya kesulitan untuk menyatakannya secara langsung padanya.
Malam itu, Jongin menyetir tak tentu arah tujuan. Ia hanya butuh waktu sendirian untuk bisa menetralkan emosinya.

@@@@@@


Sudah 90 hari berlalu. Sejauh ini, Sunmi merasa hubungannya dengan Jongin semakin dekat. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama. Nyonya Yeo, bahkan sangat menyukai Jongin. Sunmi merasa, mereka mengerti satu sama lain. Bahkan rahasia Sunmi yang tidak diketahui siapapun, Jongin sudah mengetahuinya. Dalam hati, Sunmi tak memungkiri kenyataan bahwa ia mulai menyukai Jongin. Ia hanya belum bisa mengatakannya secara terus terang di hadapan Jongin. Ia takut jika perasaannya bertepuk sebelah tangan, hubungannya dengan Jongin justru merenggang. Biarkan semua mengalir apa adanya.
Dan semakin hari, mereka tidak lagi peduli pada apa yang akan orang-orang pikirkan mengenai kedekatan mereka. Mereka hanya mencoba berpikir ‘jika semua orang bisa melakukan apapun yang mereka sukai, mengapa Jongin dan Sunmi tidak?’
Banyak siswi di sekolah mereka yang membenci dan berusaha membully Sunmi karena cemburu padanya yang dekat dengan  Jongin. Namun Sunmi bukanlah gadis lemah yang akan menyerah atau menangis hanya karena orang membencinya. Setiap hari ia akan selalu bersemangat untuk pergi ke sekolah karena di sana ia bisa memandangi Jongin selama yang ia mau.
Namun tidak lagi saat suatu hari, sepulang sekolah, Jongin mulai bersikap aneh dan menghindari Sunmi dengan sengaja.
“Kau tahu? Aku tidak pernah benar-benar mengharapkan hubungan yang serius dari seorang perempuan,” ucap Jongin datar setelah mereka berdua berada di atap sekolah.
“Apa maksudmu?” tanya Sunmi tak mengerti.
“Aku tidak pernah menyukaimu. Dan semua yang sudah kita lakukan selama ini—kuanggap semua itu hanya untuk senang-senang. Jadi mulai sekarang, jangan lagi muncul di hadapanku,” jelas Jongin.
Mwo? Hei, lelucon apa ini? Ini sangat tidak lucu. Kita bahkan 1 kelas, bagaimana bisa aku tidak muncul di hadapanmu?”
“Silakan saja jika kau menganggap ini lelucon. Tapi aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku,”
“Jongin-ah, wae?”
“Aku hanya bermain-main denganmu. Perceraian orangtuaku sudah membuktikan semuanya padaku. Bahwa sebenarnya cinta dan kasih sayang itu hanya omong kosong. Semuanya hanya kepalsuan. Dan aku tidak pernah berniat menjalin hubungan serius dengan siapapun,” ucap Jongin lagi dengan ekspresi sedingin mungkin. Sunmi hanya mendengus tak percaya.
“Jongin, hentikan candaanmu ini. Aku benar-benar tidak mengerti,” Sunmi merasakan bibirnya mulai bergetar. “Kau bisa bicara seperti itu, setelah semua yang sudah kita lakukan?” Lagi-lagi Sunmi mendengus dan tersenyum hambar. Ia mengedikkan bahu pasrah seraya berkata, “Terserah padamu saja, aku sedang sibuk jadi mari kita bicara lain waktu,”
Sunmi meninggalkan Jongin begitu saja dengan langkah dan perasaan yang berat. Entah apa yang sebenarnya terjadi, ia hanya tak pernah mengira bahwa Jongin akan setega itu mempermainkan perasaannya. Sunmi menangis dalam perjalanannya pulang ke rumah.

@@@@@@


Seminggu berlalu setelah Jongin mengucapkan kata-kata menyakitkan itu, dan selama itu pula-lah Jongin tidak masuk sekolah. Sunmi merasa semangatnya hilang tak berbekas. Ia bahkan tidak bisa fokus sepenuhnya pada pelajaran. Yang ia lakukan hanya memandangi bangku Jongin yang kosong. Sunmi merasa ada sesuatu yang Jongin sembunyikan darinya, hingga akhirnya ia putuskan untuk menanyakannya pada Baekhyun dan Sehun, setelah jam sekolah berakhir.

“Sehun-ssi!” panggil Sunmi saat dilihatnya Sehun hendak beranjak meninggalkan kelas.
Ne?
“Begini—kau kan sahabatnya Jongin, jadi—apa kau bisa memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi padanya?” tanya Sunmi sambil tertunduk. Mendengar itu Sehun tertegun dan terdiam.
“Yak, Sehun-ah, ppalli!” seloroh Baekhyun dari ambang pintu kelas ketika Sehun tidak segera menyusulnya keluar, dan ia heran saat dilihatnya Sunmi juga masih di sana. “Sunmi-ah, gwenchana?” tanya Baekhyun.
Sehun hanya menatap Baekhyun dengan tatapan penuh arti, yang berusaha menyalurkan telepati mengenai apa yang baru saja Sunmi katakan. Tak perlu waktu lama bagi Baekhyun untuk menyadari bahwa ini pasti ada kaitannya dengan Jongin.

FLASHBACK

Di hari Jongin memutuskan hubungan dengan Sunmi, Baekhyun dan Sehun yang menunggu Jongin di parkiran mobil, menemukan Jongin tak sadarkan diri di depan gerbang sekolah. Saat itu keadaan sekolah sudah benar-benar sepi, dimana para siswa termasuk Sunmi sudah pulang. Baekhyun dan Sehun cepat-cepat membawa Jongin ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Jongin mengidap Leukimia, dan membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit. Ia membutuhkan donor sumsum tulang belakang segera karena kalau tidak, waktu hidupnya tidak akan lama lagi.
Baekhyun dan Sehun semakin terkejut ketika Jongin dengan santainya mengungkapkan bahwa sebenarnya ia sudah tahu akan penyakitnya itu dan sudah cukup lama menyembunyikannya. Tidak satupun mengetahui hal itu, termasuk ayahnya.

FLASHBACK END

@@@@@@


Sunmi begitu terpukul setelah mengetahui fakta menyakitkan itu. Ia menghabiskan hampir setiap malam dengan menangis. Ia berusaha untuk tetap kuat. Ia meminta Baekhyun dan Sehun untuk memberitahunya dimana rumah sakit tempat Jongin dirawat. Namun ia terkejut bukan main saat para perawat menyatakan bahwa Jongin telah melarikan diri dari rumah sakit dan tidak tahu pergi kemana. Jantung Sunmi mencelos seakan ingin lepas dari tempatnya. Ia benar-benar kehabisan akal, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mencoba mencarinya di tempat yang jauh dari orang-orang. Salah satu tempat kesukaannya juga, yaitu
Pantai.

Dugaan Sunmi ternyata benar. Jongin berada di pantai yang sama, dimana sebelumnya Jongin juga berhasil menemukannya. Pantai Gyeongpo. Sunmi bisa melihat Jongin yang sudah mengganti pakaian rumah sakitnya dengan seragam sekolah dan tengah memandangi hamparan laut dengan wajah yang begitu pucat.
“Sudah lama aku tidak berkunjung ke sini,” ucap Sunmi yang sudah berdiri di samping Jongin.
Jongin menoleh terkejut. “Sunmi-ah..”
“Tak kusangka kau juga pergi ke sini. Apa sekarang kau mulai menyukai pantai sepertiku?” Jongin memalingkan wajahnya dan tidak menanggapi perkataan Sunmi.
“Apa kau membolos karena menghindariku?” tanya Sunmi, berpura-pura tidak tahu akan penyakit Jongin.
“Bagus kalau kau tahu,” jawab Jongin cuek.
Sunmi tersenyum hambar, berusaha untuk kuat meskipun saat itu ia sedang benar-benar rapuh. “Meskipun begitu—tidak bisakah kau memberiku kesempatan?” tanya Sunmi.
“Terserah jika kau tidak menyukaiku. Aku bahkan tidak peduli jika kau akan membenciku. Aku akan tetap di sisimu,” lanjut Sunmi sambil meraih tangan Jongin dan menggenggamnya. Jongin melihat tangannya dan Sunmi secara bergantian, dengan tatapan bingung.
Jongin belum sempat mengatakan apapun saat Sunmi kembali angkat bicara. “Berikan aku kesempatan, paling tidak sampai sebelum kelulusan kita di SMA Cheongshim, aku ingin kita pergi ke suatu tempat bersama-sama,”

Bukan berarti Sunmi jahat. Bukan berarti Sunmi tidak mau tahu keadaan Jongin dan egois. Sama sekali tidak seperti itu. Sunmi sangat mengerti bahwa alasan Jongin melarikan diri dari rumah sakit adalah karena ia lelah menanggung semua penderitaannya sendirian. Ia lelah dengan pengobatan itu, dan ia lelah dengan semua orang. Sunmi hanya berusaha memberikan waktu yang nyaman bagi Jongin, dimana ia masih diperhatikan dan dibutuhkan. Bahwa perjalan liburan singkat mungkin tidak apa-apa dan bisa membantunya merasa lebih baik.

@@@@@@


Sore itu juga Sunmi membeli tiket kereta untuk ia dan Jongin bisa pergi berdua ke suatu destinasi wisata terdekat. Selama perjalanan mereka, Sunmi tak pernah melepaskan tangannya dari Jongin. Ia juga terus memandangi Jongin seakan takut Jongin akan menghilang sewaktu-waktu. Meskipun bibirnya tersenyum, hati Sunmi perih setiap kali menyadari wajah Jongin yang begitu pucat.
Dalam sesi liburan singkat itu, Sunmi mengajak Jongin untuk mencoba banyak makanan enak dan juga berfoto bersama. Agar setidaknya saat Jongin ‘pergi’ nanti, Sunmi masih memiliki kenangan saat bersamanya, juga tidak akan pernah melupakan wajah itu. Sunmi berusaha menunjukkan wajah seceria mungkin di hadapan Jongin dan ia bisa melihat Jongin tersenyum kembali.
Hari semakin gelap. Sunmi berniat mengajak Jongin untuk kembali, ketika dilihatnya Jongin yang lelah dan makin memucat. Namun tiba-tiba hujan turun dengan derasnya hingga mengharuskan mereka berdua mencari tempat berteduh.
“Sudah lama aku tidak melihat hujan,” ucap Jongin tiba-tiba.
Ne,” jawab Sunmi.
“Waktu kecil, aku sangat benci hujan. Suara petir akan membuatku menangis, dan di saat itu ibuku akan memelukku seraya berkata ‘gwenchana’,” ujar Jongin lagi dengan mata berkaca-kaca.
Sunmi yang memperhatikannya ikut merasa pedih. Entah dorongan darimana, Sunmi mencondongkan tubuhnya ke arah Jongin dan mencium tepat di bibir Jongin, hingga membuat laki-laki itu terbelalak tak percaya.
“Jongin-ah. Berhenti berbohong, karena aku bukan orang yang bisa kau bohongi. Biarkan aku terus di sisimu sampai saat terakhir kita. Mungkin aku tak pernah mengatakannya secara langsung padamu. Tapi aku sudah menyimpannya cukup lama. Saranghae..” ucap Sunmi dalam hatinya selama bibir mereka bertaut, dengan airmata yang sudah tak terbendung lagi.

@@@@@@


2 bulan telah berlalu. Jongin sudah benar-benar ‘pergi’. Di saat-saat terakhirnya, ayahnya kemudian menyadari segala kesalahannya dan sangat menyesal. Ayahnya begitu terpukul setelah mengetahui hal itu dari Baekhyun dan Sehun, yang kala itu datang ke rumahnya. Meskipun terlambat untuk mengatakannya, namun ayah Jongin tetap membuktikan betapa ia sebenarnya sangat menyayangi Jongin sebagai putra satu-satunya. Ia juga meminta maaf, karena tidak bisa mempertahankan pernikahannya hingga membuat Jongin harus tumbuh dengan minim kasih sayang seorang ibu.

Yeo Sunmi tengah terduduk di tepi pantai Gyeongpo seorang diri. Menikmati pemandangan laut yang begitu indah dalam penglihatannya. Di pangkuannya, sebuah buku catatan bersampul hello kitty telah terbuka dan menampilkan halaman baru, yang baru saja ia tulisi. Dengan sebuah CD musik yang ia letakkan di atasnya. CD musik boyband favoritnya, sebagai pemberian terakhir Jongin untuknya. Dimana sebuah surat tersimpan di dalamnya.

“Sunmi-ah, gomawo. Selama ini aku selalu berpikir bahwa memiliki hubungan yang serius dengan seorang wanita adalah hal yang tabu, mengingat kedua orangtuaku yang dengan mudahnya berpisah dan tidak menghargai apa itu arti sebuah pernikahan. Aku sempat sakit hati dan membenci wanita. Tapi kau begitu berbeda.Kau membuatku tidak tahu harus berbuat apa. Kau membuktikan bahwa cinta itu bukanlah sebuah kepalsuan, dan aku merasakannya saat bersamamu. Kau merubah cara pandangku, dan kau membuatku tersadar. Mianhae, karena aku menyembunyikan sakit ini darimu. Meskipun aku tidak lagi berada di sisimu, aku ingin kau tahu bahwa selama ini aku selalu mencintaimu. Aku selalu berharap kau hidup dengan baik, dan penuh dengan kebahagiaan.. Mianhae..” –Kim Jongin.


FLASHBACK

Sebelum Jongin beranjak keluar dari toko CD kala itu, tanpa sepengetahuan Sunmi, ia telah mengambil CD terbaru EXO yang Sunmi inginkan secara diam-diam dan membelinya.



**TAMAT DENGAN SEENAK JIDATNYA AUTHOR**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar