“DAY BY DAY”
author : Kxanoppa | genre : romance, family, tragedy, angst | main casts : Kim Jongin
(EXO-K), Yeo Sunmi (OC) | sub cast :
Byun Baekhyun (EXO-K), Oh Sehun (EXO-K)
| length : two-shots (7.220 words)|
rating : PG-15
notes : FF kali ini lebih panjang dibandingkan FFku yang
sebelum-sebelumnya. FF ini murni buat hiburan semata dan hasil pemikiranku,
walaupun tak luput dari banyak inspirasi (halah). Jika ada unsur kesamaan, dsb,
itu tidak disengaja. Tidak ada maksud untuk menjatuhkan/melecehkan/dsb. Maaf
kalo masih ada typo/ceritanya jelek/absurd/feelnya kurang dapet/dll ya, author
juga manusia, hehe. Selamat membaca! Jangan lupa kasih komennya ya *bow*
STORY-LINE
Kim Jongin, adalah anak laki-laki
yang susah di atur. Sebagai anak tunggal, ia hidup bersama ayahnya yang keras
namun kaya raya. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Hal itu
menjadikannya tumbuh sebagai laki-laki yang cuek dan dingin pada wanita.
Apalagi setelah ia tahu dari ayahnya bahwa alasan perceraian orangtuanya adalah
karena ibunya yang berselingkuh dengan pria lain.
Ayah Jongin adalah business-man yang workaholic. Namun begitu, Jongin dibesarkan dengan fasilitas
lengkap dan segala kemewahan. Jongin selalu mendapatkan apapun yang ia inginkan
tanpa perlu bersusah-payah, dan itu juga salah satu penyebab Jongin menjadi
laki-laki yang tidak mandiri dan selalu bersikap seenaknya.
Selama bersekolah, Jongin selalu
mendapatkan perilaku istimewa dari para guru, juga teman-temannya karena
kekayaan dan status ayahnya yang menjadi investor terbesar yayasan pendidikan
tempatnya belajar. Semua teman-temannya bahkan akan melakukan apapun yang
Jongin perintahkan, dan para wanita akan bertekuk-lutut dihadapannya. Meski
tidak satupun dari wanita-wanita itu yang ia pedulikan, menjadi orang yang
dipuja-puja adalah kesenangan tersendiri untuknya. Suatu hari di sekolahnya —Cheongshim
godeunghaggyo—seorang siswi transfer
dari luar kota diperkenalkan dan menjadi salah satu teman sekelasnya.
“Anak-anak, perkenalkan. Dia
murid pindahan dari Daejeon,” ucap seorang sonsaengnim
yang menjadi wali kelas Jongin. Jongin yang duduk di bangku pojok belakang sama
sekali tak memperhatikan ucapan pria tua itu karena kedua telinganya yang
disumbat sepasang headset. Dengan
tatapan datarnya, ia bisa melihat siswi baru itu berdiri di depan dan mulai
memperkenalkan diri.
“Annyeong-haseyo. Joneun
Yeo Sunmi imnida. Ban’gapsumnida!” ucapnya cukup lantang,
yang cukup untuk membuat Jongin bisa mendengarnya. Sunmi berwajah manis.
Tubuhnya tergolong mungil meskipun tidak pendek, dan rambutnya diikat ekor
kuda. Jongin terkejut dan melepas kedua headsetnya
ketika Sunmi dengan santainya berjalan menuju bangku disebelahnya.
“Hei, apakah ini tasmu? Aku akan
duduk di sini jadi bisakah kau memindahkannya?” tanya Sunmi santai sambil
menyodorkan tas milik Jongin di hadapan Jongin sendiri. Jongin membelalakkan
matanya dan geram saat Sunmi duduk tanpa beban setelah akhirnya meletakkan tas
Jongin di lantai.
“Yak! Apa kau tidak tahu berapa
harga tas itu?! Apa yang kau lakukan, hah?” pekik Jongin tidak suka dan membuat
seisi kelas hening.
“Sonsaengnim! Aku tidak setuju dia masuk kelas ini dan duduk
disebelahku! 2 bangku ini sudah hak paten kekuasaanku!” lanjut Jongin yang
sudah berdiri karena emosi. Sunmi yang mendengarnya mendelik kaget.
“Maaf, Jongin-ssi. Tapi sudah keputusan kepala sekolah
untuk memasukkannya di kelas ini. Lagipula, hanya bangku sebelahmu yang
kosong,” jawab sonsaengnim.
“Mwo? Apa sonsaengnim
lupa? Ayahku adalah investor terbesar sekolah ini!”
“Aku tahu, Jongin-ssi. Meskipun begitu, bukan berarti kau
bisa mengubah keputusan sekolah ini dengan seenaknya. Sekarang jika kau masih
keras kepala, aku tak segan-segan untuk mengeluarkanmu dari kelas,” balas sonsaengnim final. Jongin menggeram
kesal dan kembali duduk. Ia memungut dan membersihkan tasnya ketika dilihatnya
Sunmi menjulurkan lidah, mengejeknya. Ia bersumpah dalam hatinya untuk
memberikan pelajaran pada siswi baru itu.
@@@@@@
Jongin kesal setengah mati. Ia
merasa siswi baru itu perlu untuk diberi peringatan akan siapa ia sebenarnya.
Jongin tidak berniat berada di dalam kelas sepanjang pelajaran berlangsung.
Mengetahui Sunmi duduk disebelahnya membuatnya tersiksa karena harus menahan
keinginan untuk menarik rambut gadis itu atau membuang semua buku-bukunya atau
mendorong kursinya hingga gadis itu jatuh tersungkur lalu menangis. Intinya,
Jongin sangat membenci gadis itu.
Di tengah pelajaran, Jongin
keluar dan menuju kantin untuk menetralkan emosinya. Tak berapa lama, Byun
Baekhyun dan Oh Sehun, sahabatnya datang menyusul.
“Tidakkah kau bersikap terlalu
berlebihan tadi?” tanya Baekhyun setelah duduk di sebelah Jongin.
“Berlebihan apanya? Jelas-jelas
dia meletakkan tas 20 juta-ku di atas lantai!” sergah Jongin.
“Jadi, apa yang akan kau lakukan?
Cepat beritahu kami sebelum Park sonsaengnim
yang killer itu menemukan kita di
sini,” sahut Sehun.
“Aku ingin kita memberinya
pelajaran! Dia harus tahu, siapa itu Kim Jongin,”
Sepulang sekolah, Sunmi tidak
langsung pulang melainkan ke ruang guru untuk membahas beberapa hal mengenai
peraturan sekolah karena ia masih menjadi siswi baru. Jongin dan kedua temannya
sudah menyiapkan rencana untuk membuat Sunmi tahu rasa setelah membuat Jongin
kesal hari itu. Sunmi berjalan keluar seorang diri ketika sekolah sudah sepi.
Saat itu, Baekhyun dan Sehun sudah mengikuti Sunmi diam-diam. Salah satu dari
mereka lalu membekap Sunmi menggunakan sapu tangan yang telah dilumuri obat
bius cair yang mereka dapatkan dari UKS. Selang beberapa menit saja Sunmi
pingsan, dan saat itulah Baekhyun dan Sehun membawa Sunmi menuju gudang
sekolah, tempat penyimpanan alat-alat olahraga.
Di gudang, Jongin sudah menunggu
dengan kunci ditangannya. Mereka bertiga membawa Sunmi masuk ke dalam gudang
lalu menguncinya di sana.
“Aku jadi sedikit khawatir.
Bagaimana kalau para guru menemukan kita?” tanya Sehun panik saat mereka sudah
berada di dalam mobil Jongin untuk meluncur pulang.
“Sejak kapan kau jadi sepenakut
ini? Jangan konyol, Sehun! Kau bahkan pernah melakukan hal yang lebih parah
dari sekedar mengunci siswi di gudang!” sahut Baekhyun meledek. Setelah itu
Jongin dan Baekhyun terbahak.
“Bagaimana dengan siswa junior
yang harus dirawat di rumah sakit setelah kau hampir membuatnya mati
keracunan?” kali ini Jongin bersuara.
“Itu karena dia memang menyebalkan!”
jawab Sehun tak terima.
“Bagiku, siswi baru itu juga
menyebalkan,”
@@@@@@
Keesokan harinya, Jung sonsaengnim yang mengajar di kelas
Jongin, Baekhyun, dan Sehun heran kenapa Sunmi tidak masuk sekolah tanpa alasan
yang jelas. Sedangkan Jongin justru memasang ekspresi tenang dan damai sambil
menyumbatkan kembali headset
kesayangannya. Pelajaran terus berjalan. Hampir memasuki jam pelajaran keempat,
seseorang membuka pintu dan masuk ke dalam kelas. Seluruh siswa termasuk Jongin
terkejut bukan main saat dilihatnya orang itu adalah Sunmi, yang mengenakan
pakaian olahraga pinjaman dari UKS.
“Jwosonghamnida, sonsaengnim. Saya tahu jika mengiktui peraturan
sekolah, saya tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran karena sudah sangat
terlambat. Tapi sesuatu terjadi dan saya tidak bisa menjelaskannya,” ucap Sunmi
lancar.
“A-Apa maksudmu, Sunmi-ssi?” balas Jung sonsaengnim yang tampak
kebingungan.
“Ijinkan saya untuk masuk
sebentar saja,” kata Sunmi. Sebelum mendapat persetujuan dari sonsaengnim itu, Sunmi tetap melangkah
masuk dan berhenti tepat di bangku Jongin.
Sunmi melepas paksa headset yang Jongin kenakan dan
membuangnya sembarangan hingga ponsel Jongin ikut terjatuh. Melihat itu Jongin
terdiam dengan lirikan matanya yang seakan ingin menelan Sunmi hidup-hidup.
“Berhenti bersikap kekanakan.
Untuk apa kau kaya harta, kalau kau miskin tata krama? Jika kau terus bersikap
seperti ini, kujamin teman-temanmu bahkan tak akan bertahan lama berada di
sekitarmu,” ucap Sunmi tenang dengan ekspresi yang begitu datar. Semua siswa
mulai berbisik, bertanya-tanya apa yang tengah terjadi antara 2 manusia itu.
Sedangkan Baekhyun dan Sehun hanya bisa saling pandang dengan perasaan panik.
“Gamsahamnida, sonsaengnim. Maaf mengganggu kelasmu. Sekarang saya
permisi,” ucap Sunmi sopan seraya melangkah keluar. Jung sonsaengnim yang tidak mengerti apa-apa hanya diam melihat kelakuan
siswi pindahan itu. Jongin sendiri hanya bisa menggertakkan giginya menahan
amarah. Melihat layar ponselnya retak, emosinya semakin tersulut.
“Yeo Sunmi. Neo jugeosseo,” umpat Jongin dengan rahang terkatup.
@@@@@@
Malamnya Jongin tidak bisa tidur.
Entah kenapa perkataan Sunmi waktu itu terus melintasi pikirannya. Selama ini
belum pernah ada 1 orang-pun yang berani mengatakan hal seperti itu, apalagi sampai
menyumpahinya. Jongin juga bertanya-tanya bagaimana cara Sunmi meloloskan diri
dari gudang itu, padahal ia yakin benar bahwa tidak akan ada orang yang membuka
gudang itu karena peralatan olahraga yang tersimpan di sana sudah tidak pernah
digunakan lagi.
Di hari berikutnya, Jongin mulai
melancarkan serangan balasan karena Sunmi sudah mengibarkan bendera perang
padanya. Kali ini hampir sepenuhnya serangan balasan itu ia lakukan sendiri.
Mulai dari menumpahkan susu ke atas makanan Sunmi saat di kantin, membuang
pakaian olahraga Sunmi saat jam pelajaran olahraga hingga gadis itu harus
dihukum lompat kodok keliling lapangan sebanyak 10 kali, mencoret-coret dan
merobek hampir semua catatan Sunmi, dan masih banyak lagi. Namun Sunmi tak
menunjukkan niat untuk menyerah sekalipun.
Jongin geram. Ia heran.
Sebenarnya terbuat dari apa mental gadis itu hingga tidak ada satupun aksi
penyiksaan Jongin yang berpengaruh padanya. Semua siswa yang mengetahui hal itu
tak bisa melakukan apapun karena mereka semua tahu benar siapa Kim Jongin dan
mereka tidak mau mencari masalah lain dengannya.
“Sebagai laki-laki, aku tidak mau
dianggap pengecut karena terus menindas murid perempuan. Tapi itu bukan berarti
aku membebaskanmu begitu saja. Kau harus mengganti ponselku yang rusak,” ujar
Jongin ketus pada Sunmi. Sunmi hanya menatap Jongin dengan tatapan datar.
“Dan harus yang lebih mahal.
Dengan fitur yang lengkap, bisa menyala dalam gelap, tahan air, sekaligus bisa
digunakan sebagai LCD,” lanjutnya dengan seringai tipis.
“Ck, kau sudah benar-benar gila,”
Sunmi melengos begitu saja setelah mengatakan itu. Jongin semakin tak habis
pikir, bagaimana bisa ia berurusan dengan gadis tak tahu diri seperti itu.
“YAK!” pekik Jongin lantang
hingga semua murid yang ada di sana menoleh takut ke arahnya. Baekhyun dan
Sehun dengan cepat menghalangi Jongin yang berniat menghajar Sunmi.
“Yak, hentikan itu! Kau mau
dipanggil kepala sekolah hanya karena bertengkar dengan perempuan?” seru
Baekhyun mengingatkan. Dengan napas memburu, Jongin segera melepaskan
cengkraman Baekhyun dan Sehun, dan mendengus keras.
“Sudahlah, Jongin-ah. Tidak ada
gunanya kau terus mengganggunya. Toh ia tidak akan pernah mempedulikanmu,”
timpal Sehun.
“Kau mau aku berhenti
mengganggunya? Apa kau gila?! Dia sudah merusak ponselku yang seharga 11 juta!”
pekik Jongin frustrasi. “Arrgghhhh!!!!”
@@@@@@
Sore itu, tepat sepulang sekolah.
Jongin memutuskan untuk membuntuti Sunmi diam-diam dengan mobilnya. Ia melihat
Sunmi pulang menggunakan bus dan terheran-heran saat tahu rumah Sunmi adalah
rumah yang tak kalah mewah dengan rumah milik keluarganya. Jika Sunmi anak
orang kaya, kenapa ia memilih menggunakan bus? Jongin memarkirkan mobilnya
cukup jauh dari rumah Sunmi agar gadis itu tak curiga dan terus memperhatikan
keadaan di rumah itu. Jongin sendiri tak mengerti bagaimana ia bisa berakhir
dengan mengikuti Sunmi seperti itu. Ia hanya kehabisan akal, bagaimana bisa
membuat gadis itu menyerah dan mendengarkan perkataannya. Selain itu, gadis itu
harus bertanggungjawab untuk mengganti ponselnya yang telah dirusak.
Jongin memajukan sedikit demi
sedikit mobilnya hingga ia bisa melihat dengan jelas situasi di dalam rumah
itu. Ia bisa melihat seorang wanita yang menyambut kepulangan Sunmi dengan
hangat. Keluarga itu tampak begitu harmonis di mata Jongin, dan itu membuatnya
sedikit iri. Terlintas beberapa potongan memori masa kecilnya ketika ayah dan
ibunya masih bersama dan mereka menghabiskan waktu dengan menyenangkan. Jongin
sangat merindukan momen itu.
Jongin terus menunggu di dalam mobilnya
hingga tanpa sadar ia telah tertidur. Suara ketukan di kaca mobilnya membuatnya
tersentak dan segera terbangun. Jongin mengerjapkan matanya sebelum akhirnya
membuka kaca mobilnya. Ia terkejut saat mendapati Sunmi yang sudah berdiri di
sana sambil melipat tangan di dada, dan tentu saja tatapan datarnya.
“Kau kira aku tak tahu? Untuk apa
mengikutiku?” tanya-nya. Jongin salah tingkah, ia kelabakan mencari jawaban
yang tepat untuk menyangkalnya. Ia merasa image-nya
selama ini akan segera hancur.
“M-Mwo?” balas Jongin gelagapan. Tak lama setelah itu terdengar
suara seseorang yang memanggil Sunmi.
“Sunmi-ah! Sedang apa di sana?
Apa dia temanmu?”
“Ehm—itu—,” Sunmi-pun tak kalah
gelagapan ketika seorang wanita paruh baya dengan wajah berbinar-binar datang menghampirinya.
“Aigu! Nuguya?” seru
wanita itu dengan sumringah setelah melihat Jongin yang berada di dalam mobil.
“Apakah pacarmu?” lanjut wanita itu lagi yang membuat Jongin dan Sunmi
membelalak bersamaan.
@@@@@@
Wanita itu adalah nyonya Yeo –ibu
Sunmi. Meskipun sudah paruh baya, ia tetap modis dan suka berdandan. Setelah
Jongin tertangkap basah, nyonya Yeo memaksa Sunmi untuk mengajak Jongin masuk
dan makan malam di rumahnya. Sungguh bencana! Umpat Jongin dalam hati, merutuki
kebodohannya yang sangat sangat tak termaafkan.
“Jadi—sejak kapan kalian
berpacaran?” tanya nyonya Yeo to the
point. Jongin dan Sunmi langsung tersedak bersamaan.
“A-Aniya, eomma! Kami tidak seperti itu. Ia hanya teman sekelasku,
itu saja! Ia datang untuk meminjam buku catatan. Ya! Buku catatan!” balas Sunmi
berusaha mencari-cari penjelasan yang logis.
“Catatan? Bukankah aku sudah
menghancurkan semua buku catatanmu? Lagipula aku datang untuk menagih
pertanggungjawabanmu yang telah merusak—Auww!!” Jongin memekik kesakitan ketika
Sunmi tiba-tiba menginjak kakinya.
Nyonya Yeo yang menyaksikan itu
hanya bisa tersenyum dengan wajah penuh tanda tanya besar.
“Ah, eomma, sepertinya Jongin sedang banyak urusan. Lebih baik aku
memberikan catatannya sekarang dan Jongin bisa pulang,” Sunmi bergegas menuju
kamarnya dan mencari catatan apapun yang bisa ia berikan untuk Jongin saat itu.
Ia terburu-buru hingga tak memperhatikan buku apa yang ia berikan.
“Bawa ini dan cepat pergi!” bisik
Sunmi setelah mereka sudah mengantarkan Jongin sampai ke depan rumah.
“Aigu, kalian manis sekali sampai berbisik-bisik seperti itu!” ujar
nyonya Yeo diikuti tawa khasnya.
“Eomma!” Sunmi berdecak sebal melihat kelakuan ibunya.
“Baiklah aku pergi!” sahut Jongin
seenak jidatnya tanpa memperhatikan jika di situ sedang ada nyonya Yeo yang
harus diberi hormat.
“Yak! Dimana sopan santunmu?!”
seloroh Sunmi seraya menendang Jongin tepat di tulang keringnya. Lagi-lagi,
Jongin meringis kesakitan.
“Ara ara! aku permisi. Gamsahamnida,
ahjumma. Makanannya enak hanya saja kurang sedikit garam—,“ ucapan Jongin
terhenti saat dilihatnya death glare
dari Sunmi.
“Ah, aniya. Makanannya lumayan enak, kok,”
“Jinjja? Aigu, gomawoyo, Jongin-ah. Kau bisa datang lagi dan aku
akan memasak yang banyak untukmu,” balas nyonya Yeo kesenangan setelah dipuji.
Jongin hanya bisa tersenyum hambar meskipun dalam hati ia ingin tertawa
keras-keras setelah berhasil membodohi nyonya Yeo dengan pujiannya. Yang benar
saja, aku bisa diare kalau harus memakan masakannya yang absurd itu. Pikir
Jongin.
Di dalam mobilnya menuju pulang,
Jongin tersenyum sendiri mengingat kejadian tak terduga yang baru saja
dialaminya. Bagaimana mungkin sepasang musuh bebuyutan bisa makan malam
bersama. Belum lagi kelakuan nyonya Yeo yang begitu unik dan membuatnya
mati-matian menahan tawa. Sungguh sulit dipercaya. Namun seketika ia tersadar
dan menggelengkan kepalanya cepat.
“Tidak! Tidak! Aku pasti sudah
gila, ck!” serunya pada diri sendiri.
Tak lama kemudian ia tersenyum
lagi. Ia tak menyangka bahwa Sunmi yang tenang dan dingin di sekolah, ternyata
sama saja seperti gadis kebanyakan yang patuh pada ibunya, cerewet, dan pemalu.
Ia masih ingat bagaimana ekspresi Sunmi ketika ibunya mengira mereka
berpacaran. Itu sangat lucu. Jongin kemudian melirik ke arah buku catatan Sunmi
yang diberikan padanya. Buku dengan cover bergambar hello kitty? Oh, ayolah itu
sangat tidak cocok dengan kepribadian Sunmi. Pikir jongin hingga membuatnya
tertawa sendiri.
“Dasar gadis sok tangguh.
Bagaimanapun kau tetap harus mengganti ponselku,”
@@@@@@
Keesokannya di sekolah, Sunmi heran dengan
para siswa yang sudah berdesakan di depan papan mading. Tak lama setelah itu,
pandangan semua siswa tertuju ke arahnya sambil berbisik-bisik. Sunmi berusaha
menerobos dan melihat apa yang terpajang di sana. Ternyata seseorang telah
memajang tulisan tangannya di mading sekolah, dan Sunmi yakin itu pasti ulah
Jongin.
“Yak, Kim Jongin!” pekik Sunmi
marah setelah memasuki ruang kelas.
Semua yang ada di sana menoleh
kaget, termasuk Baekhyun dan Sehun. Namun Jongin masih sibuk dengan dunianya
tanpa menghiraukan panggilan Sunmi.
“Yak, sekya!!” umpat Sunmi lantang dihadapannya.
“Kau mau tulisanmu yang lain
kupajang juga?” balas Jongin sambil menunjukkan buku catatan bersampul hello
kitty di hadapan Sunmi. Sunmi membelalak tak percaya. Bagaimana bisa ia
memberikan buku hariannya semasa kecil pada laki-laki brengsek itu?!
“Yak!!!!” Sunmi berusaha merebut
kembali buku itu namun Jongin lebih gesit untuk mencegahnya.
“Ganti ponselku, dan aku tak akan
melakukannya,” ucapnya santai. “Kau membuatku tersiksa karena tidak bisa
berkomunikasi dengan siapapun. Aku bahkan tak bisa menghubungi ayahku, dan oh!
Bagaimana kalau aku ingin menghubungi ibumu?” lanjut Jongin lagi meledek.
Baekhyun dan Sehun yang mendengar
itu spontan terkejut dan heran. Ibu Sunmi? Apa maksudnya? Pikir mereka
bersamaan.
“Yak, kembalikan!” Sunmi masih
bersikeras mendapatkan buku itu. “Arasseo,
arasseo! Aku akan mengganti ponselmu, tapi kembalikan dulu buku catatanku!”
ucap Sunmi pada akhirnya.
“Bagaimana aku bisa percaya kalau
kau benar-benar akan menggantinya?” tanya Jongin sambil menyipitkan matanya.
“I-Itu... Seminggu dari sekarang!
Aku janji akan membelinya untukmu dan kau juga bisa ikut. Tapi kau juga harus
berjanji untuk tidak menyebarluaskan tulisan-tulisanku!”
“Seminggu?! Kenapa lama sekali?
Besok saja!”
“Yak! T-Tidak bisa!” Jongin
mendelik mendengar perkataan Sunmi.
“Wae?! Berhenti bersikap seperti orang susah, aku tahu kau anak
orang kaya!”
Sunmi terlihat berpikir sejenak
sebelum berucap, “Baik! Kau pilih seminggu dari sekarang, atau tidak usah sama
sekali, huh?!” Kali ini Jongin yang merasa kalah telak.
“Mwo? Aish! Baiklah, seminggu dari sekarang, atau kau akan tamat!”
Setelah itu Sunmi meninggalkan
kelas untuk mencabut semua tulisannya di mading. Sepeninggal Sunmi, Baekhyun
dan Sehun mendekati Jongin untuk menuntut penjelasan.
“Yak, Jongin-ah! Tadi itu apa
yang kau maksud dengan menghubungi ibunya Sunmi?” tanya Baekhyun to the point. Jongin terbelalak.
“Apa aku mengatakan itu? Kapan
aku mengatakannya?” balasnya sewot.
“Kalau tidak salah kau memang
bicara begitu,” Sehun mencoba mengingat-ingat.
“Ah, kalian pasti salah dengar!
Sudah, jangan ganggu aku. Aku mau tidur!” Kilah Jongin. Lagi-lagi Baekhyun dan
Sehun hanya bisa saling pandang sambil mengedikkan bahu.
@@@@@@
Di rumahnya, Jongin terkejut saat
melihat ayahnya bersama dengan wanita asing.
“Oh, Jongin-ah! Perkenalkan, ini
sekretaris baruku. Namanya Minah,” jelas ayahnya. Jongin tidak menanggapi
perkataan ayahnya dan berlalu begitu saja.
“Jongin-ah!” ayahnya terlihat
mulai marah dan Jongin terpaksa menoleh.
“Hai, aku Jongin. Dan aku tidak
terlalu suka dengan gayamu. Kalau mau berpakaian mini bukan di sini tempatnya,”
ucapnya ketus lalu melanjutkan langkahnya. Wanita bernama Minah itu tampak
tersinggung dan itu membuat ayahnya marah besar.
“Jongin-ah! Yak, kemari dan minta
maaf!” seruan ayahnya sama sekali tak dihiraukannya.
Di dalam kamarnya ia merasa
tertekan. Selama ini ayahnya selalu melengkapi segala kebutuhannya secara
material, tetapi tidak secara psikologis. Jongin kesepian. Jauh di dalam lubuk
hatinya ia membutuhkan sosok seorang ibu yang memperhatikannya. Ia iri pada
Sunmi dan teman-temannya yang lain yang memiliki keluarga harmonis. Ia mulai
mempertanyakan apakah alasan perceraian orangtuanya memang benar seperti yang
diceritakan ayahnya? Sejak perceraian itu, ayahnya sering menghabiskan waktu
dengan beberapa wanita asing dan itu membuatnya cukup muak. Setidaknya, jongin
masih berharap ayah dan ibunya bisa rujuk kembali. Meskipun kini ia tidak tahu
dimana ibunya berada.
Jongin merebahkan tubuhnya di
ranjang untuk menghilangkan penat. Kemudian ia teringat akan buku catatan Sunmi
yang masih ia bawa. Karena penasaran, akhirnya ia memutuskan untuk membaca isi
buku itu lebih lanjut.
Jongin membaca buku itu dengan
tenang. Sesekali ia akan tersenyum dan tertawa melihat tulisan tangan dan
gambaran Sunmi yang lucu. Dalam buku itu Sunmi menyatakan kesukaannya pada
pantai, langit, dan juga pohon. Betapa ia ingin menjadi pohon, karena pohon
akan terus berada di tempatnya meskipun panas, hujan, bahkan badai mencoba
menerjangnya. Sebuah pohon akan terus berdiri kokoh dan berada di tempatnya
sampai kapanpun, bersama orang-orang yang dicintainya.
Namun tawa Jongin terhenti ketika
ia sampai pada bagian dimana Sunmi sudah duduk di bangku SMP dan menceritakan
tentang ibunya yang mengalami gangguan psikologis sejak ayahnya meninggal
karena sakit.
Ibunya tidak bisa menerima
kenyataan bahwa ayahnya sudah tiada, dan terus bersikap seolah-olah ayahnya
masih hidup. Sejak kepergian ayahnya, keluarga Sunmi mengalami kebangkrutan dan
krisis ekonomi. Sunmi sebagai anak sulung harus bisa membantu keluarganya dan
menjadi tulang punggung. Keadaan semakin parah ketika pihak bank mulai menyita
rumah dan mobil mereka. Sunmi dan keluarganya terpaksa tinggal di sebuah rumah
sewa dan Sunmi harus bekerja sebagai pegawai di swalayan untuk membayar
biayanya.
Setahun kemudian, adik laki-laki
Sunmi harus meninggal karena kecelakaan. Hingga akhirnya paman Sunmi yang
tinggal di Amerika mengetahui hal itu dan segera memberikan bantuan. Pamannya
memiliki rumah di Korea dan membiarkan Sunmi juga ibunya untuk tinggal di sana.
Selama itu pula-lah Sunmi berjanji untuk tidak terus meminta-minta pada
pamannya. Ia ingin mandiri dan mengumpulkan uang sendiri untuk keperluan
keluarganya. Ia juga harus menghemat pengeluaran. Meskipun begitu, pamannya
akan tetap mengirimi mereka uang sebulan sekali untuk biaya sekolah Sunmi dan
Sunmi bersyukur akan hal itu.
Jongin terus membacanya dengan
serius hingga tanpa sadar, Jongin sudah menitikkan airmatanya.
@@@@@@
Sejak perjanjian itu, Jongin dan
Sunmi sepakat untuk menghentikan aksi ‘gencatan senjata’ mereka. Hal itu tentu
mengundang pertanyaan bagi sebagian siswa, mengingat sebelumnya, yang hampir
setiap hari Jongin akan mengerjai dan menindas Sunmi. Bahkan hal itu
menimbulkan gosip yang membuat 3 biang onar –Jongin, Baekhyun, dan Sehun— terkejut
bukan main.
Jongin bersama kedua temannya
tengah berada di kantin, ketika para siswa mulai berbisik-bisik, meributkan
gosip yang mengejutkan itu.
“Hah, para siswa kurang kerjaan
itu mulai lagi menyebarkan kabar murahan!” ujar Baekhyun tak tertarik dengan
keributan di kantin saat itu, dimana hampir semua pandangan siswa mengarah pada
mereka bertiga.
“Sudah, biarkan saja,” balas
Jongin cuek, yang justru asik berkutat dengan jajangmyeon-nya.
“Kenapa kau tenang sekali?
Biasanya saja kau akan langsung memarahi mereka hingga membuat mereka takut
untuk kembali ke sekolah,” timpal Sehun merasa aneh dengan sikap Jongin yang
berbeda.
“Ehm—itu.. Ya, aku malas saja
meladeni mereka. Paling juga nanti mereka capek sendiri,” jawab Jongin tak
acuh, walaupun sebenarnya ia sedikit salah tingkah memikirkannya.
“Atau jangan-jangan—“ Sehun
menggantungkan kalimatnya, lalu menoleh pada Baekhyun seakan memberi isyarat.
“Apa kalian benar-benar
berpacaran seperti yang mereka katakan?” tembak Baekhyun tepat sasaran yang
membuat Jongin tersedak.
“Yak!!” Jongin memukulkan
sumpitnya ke kepala Baekhyun dan Sehun. “Apa kalian gila?! Mana mungkin aku
jadian dengan gadis norak seperti dia?!” lanjutnya sewot.
“Yak! Lihat perbuatanmu! Bumbu jajangmyeon menempel di rambutku!”
teriak Baekhyun sebal.
“Hei guys, bukankah itu Sunmi?
Dia terlihat sangat kesal,” kata Sehun yang mendapati Sunmi berjalan ke arah
kantin dengan ekspresi marah.
“YAK!!” pekik Sunmi yang membuat
suasana kantin seketika hening. “Siapa yang memulai gosip murahan ini, eoh?!
Biar kuberi pelajaran!” lanjutnya menakutkan.
“Wah, dia terlihat keren sekali
saat sedang marah seperti itu,” ucap Baekhyun pelan.
“Yak, neo!” Sunmi mendatangi meja Jongin dan berteriak. “Kali ini apa
lagi rencanamu? Bukankah kita sudah sepakat untuk berdamai?!”
Jongin menatap Sunmi bingung lalu
menghentikan aktivitas makannya.
“Kenapa datang-datang kau
langsung memarahiku?”
“Memangnya siapa lagi dalangnya
kalau bukan kau dan 2 pengikutmu yang bodoh ini?!”
“Yak, aku tidak bodoh! Sehun yang
bodoh!” timpal Baekhyun tak terima, kemudian mendapat 1 jitakan cukup keras di
kepalanya dari Sehun.
“Aku bukan orang yang akan
mengingkari perkataannya sendiri. Aku tidak melakukan apapun! Yang benar saja!
Mana mau aku digosipkan denganmu. Jangan mimpi!” Jongin bangkit dan beranjak
dari kantin, meninggalkan Sunmi yang masih berdiri di tempatnya dengan ekspresi
yang sulit dijelaskan.
Paska kejadian itu Jongin
memutuskan untuk membolos jam pelajaran selanjutnya hingga jam pulang sekolah,
dan lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dengan tidur di atap sekolah.
“Kenapa gadis itu menyebalkan
sekali?! Memangnya sejak kapan aku menyukainya? Memangnya aku gila? Ck!” desis
Jongin sendirian. Memikirkan itu lagi, Jongin jadi sedikit merasa bersalah.
Sepertinya perkataannya terlalu keras pada Sunmi. Sunmi memang terlihat kuat
tapi Jongin yakin bahwa Sunmi sama saja seperti anak perempuan kebanyakan
dimana perasaannya sangat sensitif.
Mengingat tulisan Sunmi di buku
hariannya membuat Jongin semakin merasa bersalah. Tidak seharusnya ia sekasar
itu pada Sunmi. Jongin menjadikan kedua tangannya sebagai alas kepala selagi
tidur dan ia mulai menerawang memandang langit. Selama ini ia berpikir bahwa
hidup tanpa seorang ibu sangatlah sulit, tapi ia mulai menyadari bahwa
kehidupan Sunmi pasti jauh lebih sulit dibandingkan dirinya.
@@@@@@
Seminggu telah berlalu, dan tiba
saatnya bagi Sunmi untuk menepati janjinya. Hari itu Jongin pergi ke sekolah
dengan semangat mengingat ia akan mendapatkan ponsel baru, dan ternyata Sunmi
justru tidak masuk. Jongin benar-benar tak mengerti, sebenarnya apa yang tengah
Sunmi rencanakan. Apakah Sunmi masih kesal padanya lantaran perkataannya saat
di kantin waktu itu, dan membatalkan perjanjian mereka secara sepihak? Jongin
tidak terima jika hal itu benar. Ia-pun memutuskan meninggalkan sekolah untuk
pergi ke rumah Sunmi saat jam istirahat.
Sesampainya di rumah Sunmi,
Jongin bertemu dengan nyonya Yeo yang tengah duduk di taman depan rumahnya, dan
tampak tengah berbincang dengan seseorang. Hanya saja lawan bicaranya terhalang
oleh tanaman yang ada di sana hingga Jongin tak bisa melihatnya. Jongin
memutuskan untuk masuk ke sana dan menanyakan keberadaan Sunmi pada nyonya Yeo.
Belum sempat ia menyapa nyonya Yeo, Jongin sudah dikejutkan oleh lawan bicara
nyonya Yeo yang ternyata tidak ada. Nyonya Yeo tengah berbicara sendirian di
taman itu.
“—ibuku mengalami gangguan psikologis setelah kematian ayah—,”
Sepenggal tulisan Sunmi dalam
buku harian itu terlintas dalam benaknya. Jongin merasa sangat tidak enak hati
setelah melihatnya secara langsung. Tidak lama setelah itu seorang pria
menghampiri Jongin dan menginterupsi segala pemikiran Jongin.
“Apa ada yang bisa saya bantu,
anak muda?” tanya pria itu yang adalah seorang security di rumah Sunmi.
“Ah—saya—apakah Sunmi ada?” balas
Jongin terbata-bata.
“Sunmi-ssi? Ah, setahuku tadi pagi-pagi sekali dia sudah pergi. Bukankah
seharusnya dia ada di sekolah?” jawaban paman itu membuat Jongin semakin
bingung. Jelas-jelas Sunmi tidak ada di sekolah. Kalau begitu, kemana Sunmi
pergi?
@@@@@@
Jongin berusaha mencari
keberadaan Sunmi karena ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Sunmi pergi
pagi-pagi sekali? Untuk apa? Tujuan awal Jongin datang ke rumah Sunmi adalah
untuk menuntut janji Sunmi yang akan membelikan Jongin ponsel baru. Tetapi
entah kenapa Jongin tiba-tiba berubah pikiran dan justru mencemaskan keadaan
Sunmi yang tidak jelas keberadaannya. Jongin menghentikan mobilnya secara
mendadak saat ia tersadar akan apa yang tengah dipikirkannya.
“Tunggu! Untuk apa aku
mencemaskannya?” tanya Jongin pada dirinya sendiri. Tapi Jongin tetap harus
mencari Sunmi karena ia tidak mau Sunmi melarikan diri dari tanggung jawabnya.
Ya, alasan itu terdengar lebih logis bagi Jongin. Temukan Sunmi dan tagih janji
itu, pikir Jongin. Jongin berusaha memikirkan tempat apa yang akan Sunmi
kunjungi, dan tulisan Sunmi di buku harian itu kembali mengingatkannya.
Pantai.
Jongin berhasil sampai ke pantai
dalam beberapa menit saja setelah melalui jalan alternatif yang ia tahu. Pantai
Gyeongpo. Di sana ia mengedarkan pandangannya dan kedua sudut bibirnya terangkat
begitu saja saat ditemukannya seorang gadis berseragam sekolah yang berdiri di
depan pantai.
“Yak, Yeo Sunmi!” panggil Jongin
yang membuat Sunmi sedikit terperanjat.
“J-Jongin-ssi?! B-Bagaimana kau—bisa ada di sini?” tanya Sunmi gelagapan.
Jongin berdiri tenang sambil menunjukkan buku harian itu di hadapan Sunmi.
Sunmi membelalak dengan mulut ternganga.
“Jangan bilang kau membacanya!
Yak!!” pekik Sunmi kemudian berhasil merebut buku itu. “Apa yang kau lakukan,
hah?”
“Seharusnya aku yang bertanya.
Apa yang kau lakukan di sini di tengah jam sekolah?” balas Jongin. “Aku harap
kau tidak lupa janjimu untuk mengganti ponselku yang kau rusakkan,”
Sunmi berbalik dan kembali
menghadap ke arah pantai, tanpa mengatakan apapun. Melihat itu Jongin jadi
merasa dipermainkan.
“Yak! Kau dengar aku tidak?!”
“Hari ini adalah tanggal kematian
ayahku,” ucap Sunmi seiring deburan ombak dan hampir tidak terdengar. Jongin
terdiam dan melihat ada kilat kepedihan di mata Sunmi.
Sunmi menghela napas sejenak
sebelum kembali berujar, “Ah, aku harus pergi. Ada anak manja yang terus
mendesakku untuk membelikannya ponsel baru!”
“Mwo? Yak!” pekik Jongin tak terima, kemudian mengikuti Sunmi yang
sudah berjalan mendahuluinya.
Mereka-pun pergi dengan mobil
Jongin. Dengan alasan, agar Sunmi tidak bisa kabur lagi dari tanggung jawabnya.
@@@@@@
Di departement store, entah kenapa jantung Jongin jadi berdebar setiap
menatap Sunmi yang berjalan di sampingnya. Pikirannya pun mulai berkelana tidak
jelas. Apakah ini termasuk kencan atau bukan? Jongin terus berperang dengan
pikirannya sendiri.
“Yak, kau mau yang mana? Yang ini
atau yang itu?” tanya Sunmi yang membuat beberapa pelayan di toko itu sedikit
terkejut. Sungguh pasangan yang aneh, pikir mereka.
Jongin melihat 2 ponsel yang
dibawa Sunmi, dan sempat mengecek harganya. Ternyata Sunmi benar-benar akan
membelikannya ponsel yang lebih mahal. Mengetahui itu Jongin jadi tidak tega.
“Kurasa yang itu modelnya terlalu
berlebihan. Aku ingin ponsel yang biasa-biasa saja,” ujar Jongin cuek kemudian
berlalu begitu saja meninggalkan Sunmi.
Mereka berdua terus
berputar-putar di dalam mall.
Berpindah dari 1 counter ke counter yang lain, hingga akhirnya
pilihan Jongin berakhir pada jenis ponsel yang sama seperti ponselnya yang lama.
“Yak! Neo jinjja—Aishh!” Sunmi menggerutu kesal. “Kalau tahu kau mau
model yang sama, kenapa kita harus berputar-putar sampai berjam-jam?!”
“Ya suka-suka aku, kenapa kau
marah-marah?” Jongin melengos begitu saja, membuat Sunmi semakin tak habis
pikir. Saat hendak membayar, Jongin tiba-tiba menyela Sunmi dan menyodorkan kartu
kreditnya pada kasir. Sunmi yang melihat itu terbengong sendiri, seakan tidak
percaya.
Saat berjalan kembali menuju
mobilnya, Jongin dan Sunmi sama sekali tak saling bicara. Sunmi masih
terheran-heran dengan perubahan sikap Jongin yang dirasa sangat aneh.
“Yak,” panggil Sunmi akhirnya. “Wae?” lanjutnya dengan ekspresi tak
mengerti sebelum mereka masuk ke dalam mobil.
“Wae, mwo?” balas Jongin yang berusaha menahan tawanya saat melihat
ekspresi bodoh Sunmi.
“Kenapa kau tiba-tiba
membayarnya? Bukankah aku yang seharusnya membelikannya?”
Jongin akhirnya terbahak juga
setelah tak kuat lagi menahannya. Kemudian ia mengeluarkan ponsel lamanya dari
dalam saku celana dan ponselnya baik-baik saja. Sunmi benar-benar tidak mengerti,
apa maksud laki-laki itu sebenarnya.
“Bagaimana bisa—ponselmu—Yak! Kau
mempermainkanku?!” Sunmi memekik keras sedangkan tawa Jongin semakin keras.
“Yak, sekya!!!”
Jongin berusaha menghentikan
tawanya, ia kemudian menghampiri Sunmi dan memberikan bingkisan ponsel barunya
pada Sunmi.
“Kau kira aku bodoh? Mana mungkin
aku bisa hidup berhari-hari tanpa ponsel? Tentu saja aku memperbaikinya. Untung
saja masa garansinya masih berlaku. Mulai sekarang ponsel baru ini milikmu. Aku
sudah memasukkan nomorku di sana dan kau hanya boleh menerima panggilan dariku,
membalas pesan dariku, dan mengikuti apapun yang aku minta!”
“MWO?! YAKKK!!! KAU BENAR-BENAR SIALAN!!” teriak Sunmi yang mungkin
bisa mengguncangkan seantero Seoul.
Sunmi benar-benar tidak mengerti bagaimana
jalan pikiran laki-laki yang satu itu.
@@@@@@
Sejak hari itu, sikap Jongin
berubah 180 derajat. Sunmi mengaku dirinya akan selalu gugup saat bertemu
Jongin di sekolah. Ditambah dengan fakta bahwa kini mereka memiliki ponsel yang
sama, semacam—ponsel pasangan? Sunmi berusaha untuk berhenti berpikir yang
tidak-tidak. Beruntung, gosip di sekolah mereka sudah tidak pernah terdengar
lagi. Namun di luar sepengetahuannya, Baekhyun dan Sehun merasa curiga akan
perubahan sikap Jongin dan Sunmi, hingga mereka memutuskan untuk
menyelidikinya.
“Jongin-ah, boleh aku pinjam
ponselmu? Aku lagi tidak ada pulsa,” Baekhyun yakin triknya ini akan berhasil.
“Ini,” balas Jongin seraya
menyerahkan ponselnya. BINGO!
Baru saja Baekhyun hendak
mengambilnya, tiba-tiba Jongin berubah pikiran.
“Ah, andwae! Kau kan kalau telpon lama!” seru Jongin membuat Baekhyun
harus menahan emosi.
“Ani, ani.. Aku janji hanya sebentar, ini penting sekali. Jebal!”
“Kenapa kau tidak pinjam punya
Sehun saja?” sergah Jongin sekali lagi.
“Ponselku sedang lowbatt!” timpal Sehun cepat.
“Kalau begitu pinjam sonsaengnim saja sana!” seloroh Jongin
lagi yang membuat Baekhyun mengacak rambutnya frustrasi.
“Arasseo aku tidak jadi meminjamnya!!” pekik Baekhyun tidak sabar.
“Aku dan Sehun hanya ingin memastikan apakah benar kau dan Sunmi terlibat
sesuatu! Aish, jinjja!!” ungkap
Baekhyun pada akhirnya.
“Terlibat sesuatu? Apa maksudmu?
Kau kira kami ini gembong narkoba?”
“Aish, sudahlah mengaku saja!
Kami tahu kau dan Sunmi menyembunyikan sesuatu!” sahut Sehun.
“Kalian pacaran?” tanya Baekhyun
lagi yang membuat Jongin tersudut. Di saat Jongin lengah, Sehun dengan cepat
merebut ponsel Jongin dan bersama Baekhyun ia mulai memeriksa apakah selama ini
Jongin dan Sunmi saling berkomunikasi diam-diam.
Dari inbox, mereka menemukan bahwa Jongin dan Sunmi sudah saling
bertukar pesan beberapa kali. Mereka kemudian melemparkan tatapan meledek pada
Jongin.
“Kami tidak seperti itu!” kilah
Jongin. Baekhyun dan Sehun semakin menyipitkan mata mereka dengan seringai
menakutkan hingga akhirnya Jongin menyerah.
“Baiklah. Aku rasa aku mulai
menyukainya,”
@@@@@@
Meskipun Jongin mengaku di
hadapan 2 sahabatnya bahwa ia menyukai Sunmi, ia tidak menyatakannya langsung
pada Sunmi. Ia masih ragu, apakah ia benar-benar menyukai gadis itu, atau hanya
merasa kasihan. Di sisi lain, Jongin juga masih ingin menjaga ego dan
gengsinya. Akhirnya ia memutuskan untuk tetap membiarkan hubungannya dengan
Sunmi mengalir begitu saja, tanpa label apapun yang mengikatnya.
“Ini sudah malam, kenapa kau
memaksaku untuk keluar? Aish,” protes Sunmi ketika Jongin tiba-tiba datang
menjemputnya.
“Hei, aku kan sudah katakan kalau
kau harus ikuti apapun yang kuminta! Aku sedang bosan. Jadi kau temani aku!”
balas Jongin cuek dan menginjak pedal gas mobilnya dalam-dalam, menuju ke suatu
tempat.
Jongin membawanya ke sebuah toko
CD musik. Jongin jalan lebih dulu, dan Sunmi hanya mengikuti.
“Ck, memangnya dia siapa?
Lagaknya seperti bos besar, cih,” cibir Sunmi yang ternyata didengar Jongin.
“Apa katamu?”
“Mwo? Tidak usah kepo!”
“Cih,” balas Jongin malas
kemudian kembali melihat-lihat koleksi CD di sana.
“Aigu! Bukankah ini album XOXO,
album terbaru EXO? Ahh, aku sudah lama menantikannya!”
Jongin yang mendengar itu
kemudian menyahut, “Memangnya apa bagusnya?”
“Yak! Kau ini tahu apa soal musik
yang bagus? Paling-paling seleramu lagu-lagu oldies atau blues yang
biasanya didengar kakek-kakek!” seru Sunmi tidak terima.
“Aish, molla! Moodku tiba-tiba jadi jelek, aku tidak jadi melihat-lihat!”
“Mwo? Yak! Aish, kekanakan sekali!” cibir Sunmi lagi begitu Jongin
berjalan cepat semakin menjauhinya.
Setelah perdebatan di toko CD,
mereka tidak saling bicara selama di dalam mobil. Kali ini Jongin merubah
haluannya menuju ke kedai es krim.
“Aku tak tahu jika laki-laki
penindas sepertimu juga suka es krim,” celetuk Sunmi.
“Berisik. Sudah ikut saja, tidak
usah banyak bicara!” Sunmi hanya mendesis sebagai balasannya.
Di kedai itu mereka memakan es
krim pesanan mereka dalam diam. Suasana menjadi sangaaattt canggung. Sunmi akan
mengalihkan pandangannya begitu mata Jongin bertemu dengannya, begitupun
sebaliknya.
“Ehm—“ deheman Jongin membuat
Sunmi sedikit tertegun. “Jadi—kenapa kau pindah ke SMA Cheongshim?” lanjut
Jongin berusaha setenang mungkin, walaupun sebenarnya dia gugup.
“Ne? Ah, itu—karena aku pindah rumah ke Seoul? Entahlah, terlalu
rumit untuk dijelaskan, yang pasti rumah baruku lebih dekat dengan rumah sakit
dan juga dengan sekolah itu. Jadi—“
“Rumah sakit?” sela Jongin.
“N-Ne,” Sunmi mulai tertunduk, bingung bagaimana harus
menjelaskannya. “Sebenarnya—ibuku—“
“Sudah berapa lama ibumu
menjalani terapi?” sela Jongin lagi yang membuat Sunmi terbelalak.
“Mian. Waktu itu aku membaca buku harianmu. Aku turut berduka atas
kematian ayah dan adikmu,” lanjut Jongin dengan sedikit nada penyesalan.
Sunmi berpikir sejenak sebelum
membalas perkataan Jongin.
“Apa kau marah?” tanya Jongin.
Sunmi mengedikkan bahu seraya tersenyum hambar.
“Jadi—kau sudah tahu betapa
rumitnya hidupku?” Jongin terdiam.
“Mian,”
“Ani. Sepintar apapun kita menyimpan rahasia, bukankah pada akhirnya
akan terbongkar juga? Mingkin memang sudah seharusnya kau mengetahuinya,” Sunmi
menghela napas.
Tak lama setelah itu ponsel
Jongin yang diletakkan di atas meja berdering. Sunmi bisa membaca siapa
penelponnya.
“Kenapa kau mematikan panggilan
dari ayahmu?” tanya Sunmi penasaran setelah Jongin dengan santainya mereject panggilan itu.
“Bukan apa-apa,”
“Kau bermasalah dengan ayahmu?”
“Ya—bisa dibilang seperti itu.
Aku hanya merasa tidak cocok dengan ayahku akhir-akhir ini. Ayah dan ibuku
sudah lama berpisah,”
“Tidak seharusnya kau lari dari
masalah seperti itu. Telpon balik ayahmu. Sekarang,” protes Sunmi.
Jongin mendengus. “Apa urusannya
denganmu? Hentikan itu,” balasnya tak suka saat Sunmi mangambil paksa ponsel
Jongin dan memanggil kontak ayahnya.
“Aku ingin kau selesaikan
masalahmu. Agar jangan menyesal di kemudian hari. Sepertiku,” ucap Sunmi lagi
yang membuat Jongin tertegun.
@@@@@@
Jongin bergegas memasuki rumahnya
dan terkejut saat ditemukan ayahnya yang sudah mabuk berat di ruang tengah
rumahnya.
“Appa! Yak, ige mwoya?!”
pekik Jongin tidak tahan seraya memapah ayahnya untuk duduk di sofa yang ada.
“Aa—Jongin-ah! Wasseo? Kau terlambat! Soojin baru saja
pulang dan aku belum sempat mengenalkannya padamu!” ujar ayahnya dengan nada
naik-turun.
“Soojin? Siapa Soojin?!” Jongin
terlihat marah, dan langsung menarik kerah ayahnya, “Siapa Soojin?! Kapan appa akan berhenti menyulitkanku dengan
semua ini?!” Jongin melepaskan cengkramannya kasar dan mengusap wajahnya
frustrasi, sedangkan ayahnya hanya tersenyum dan menggumamkan kata-kata tidak
jelas.
Tak lama setelah itu Jongin
memutuskan untuk kembali meninggalkan rumah, dengan langkah penuh amarah.
Ayahnya yang masih sulit mengendalikan dirinya hanya bisa memandangi kepergian
Jongin seraya berucap lirih, “Jongin-ah.. Mianhae,”
Jongin mungkin tidak salah. Hanya
saja 1 hal yang perlu ia tahu, bahwa seburuk apapun orangtuanya, mereka akan
tetap menyayangi Jongin apa adanya. Itulah kenyataannya. Ayah Jongin hanya
kesulitan untuk menyatakannya secara langsung padanya.
Malam itu, Jongin menyetir tak
tentu arah tujuan. Ia hanya butuh waktu sendirian untuk bisa menetralkan
emosinya.
@@@@@@
Sudah 90 hari berlalu. Sejauh
ini, Sunmi merasa hubungannya dengan Jongin semakin dekat. Mereka banyak
menghabiskan waktu bersama. Nyonya Yeo, bahkan sangat menyukai Jongin. Sunmi
merasa, mereka mengerti satu sama lain. Bahkan rahasia Sunmi yang tidak
diketahui siapapun, Jongin sudah mengetahuinya. Dalam hati, Sunmi tak
memungkiri kenyataan bahwa ia mulai menyukai Jongin. Ia hanya belum bisa
mengatakannya secara terus terang di hadapan Jongin. Ia takut jika perasaannya
bertepuk sebelah tangan, hubungannya dengan Jongin justru merenggang. Biarkan
semua mengalir apa adanya.
Dan semakin hari, mereka tidak
lagi peduli pada apa yang akan orang-orang pikirkan mengenai kedekatan mereka.
Mereka hanya mencoba berpikir ‘jika semua orang bisa melakukan apapun yang
mereka sukai, mengapa Jongin dan Sunmi tidak?’
Banyak siswi di sekolah mereka
yang membenci dan berusaha membully Sunmi
karena cemburu padanya yang dekat dengan
Jongin. Namun Sunmi bukanlah gadis lemah yang akan menyerah atau
menangis hanya karena orang membencinya. Setiap hari ia akan selalu bersemangat
untuk pergi ke sekolah karena di sana ia bisa memandangi Jongin selama yang ia
mau.
Namun tidak lagi saat suatu hari,
sepulang sekolah, Jongin mulai bersikap aneh dan menghindari Sunmi dengan
sengaja.
“Kau tahu? Aku tidak pernah
benar-benar mengharapkan hubungan yang serius dari seorang perempuan,” ucap
Jongin datar setelah mereka berdua berada di atap sekolah.
“Apa maksudmu?” tanya Sunmi tak
mengerti.
“Aku tidak pernah menyukaimu. Dan
semua yang sudah kita lakukan selama ini—kuanggap semua itu hanya untuk
senang-senang. Jadi mulai sekarang, jangan lagi muncul di hadapanku,” jelas
Jongin.
“Mwo? Hei, lelucon apa ini? Ini sangat tidak lucu. Kita bahkan 1
kelas, bagaimana bisa aku tidak muncul di hadapanmu?”
“Silakan saja jika kau menganggap
ini lelucon. Tapi aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku,”
“Jongin-ah, wae?”
“Aku hanya bermain-main denganmu.
Perceraian orangtuaku sudah membuktikan semuanya padaku. Bahwa sebenarnya cinta
dan kasih sayang itu hanya omong kosong. Semuanya hanya kepalsuan. Dan aku
tidak pernah berniat menjalin hubungan serius dengan siapapun,” ucap Jongin
lagi dengan ekspresi sedingin mungkin. Sunmi hanya mendengus tak percaya.
“Jongin, hentikan candaanmu ini.
Aku benar-benar tidak mengerti,” Sunmi merasakan bibirnya mulai bergetar. “Kau
bisa bicara seperti itu, setelah semua yang sudah kita lakukan?” Lagi-lagi
Sunmi mendengus dan tersenyum hambar. Ia mengedikkan bahu pasrah seraya
berkata, “Terserah padamu saja, aku sedang sibuk jadi mari kita bicara lain
waktu,”
Sunmi meninggalkan Jongin begitu
saja dengan langkah dan perasaan yang berat. Entah apa yang sebenarnya terjadi,
ia hanya tak pernah mengira bahwa Jongin akan setega itu mempermainkan
perasaannya. Sunmi menangis dalam perjalanannya pulang ke rumah.
@@@@@@
Seminggu berlalu setelah Jongin
mengucapkan kata-kata menyakitkan itu, dan selama itu pula-lah Jongin tidak
masuk sekolah. Sunmi merasa semangatnya hilang tak berbekas. Ia bahkan tidak
bisa fokus sepenuhnya pada pelajaran. Yang ia lakukan hanya memandangi bangku
Jongin yang kosong. Sunmi merasa ada sesuatu yang Jongin sembunyikan darinya,
hingga akhirnya ia putuskan untuk menanyakannya pada Baekhyun dan Sehun,
setelah jam sekolah berakhir.
“Sehun-ssi!” panggil Sunmi saat dilihatnya Sehun hendak beranjak
meninggalkan kelas.
“Ne?”
“Begini—kau kan sahabatnya
Jongin, jadi—apa kau bisa memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi padanya?”
tanya Sunmi sambil tertunduk. Mendengar itu Sehun tertegun dan terdiam.
“Yak, Sehun-ah, ppalli!” seloroh Baekhyun dari ambang
pintu kelas ketika Sehun tidak segera menyusulnya keluar, dan ia heran saat
dilihatnya Sunmi juga masih di sana. “Sunmi-ah, gwenchana?” tanya Baekhyun.
Sehun hanya menatap Baekhyun
dengan tatapan penuh arti, yang berusaha menyalurkan telepati mengenai apa yang
baru saja Sunmi katakan. Tak perlu waktu lama bagi Baekhyun untuk menyadari
bahwa ini pasti ada kaitannya dengan Jongin.
FLASHBACK
Di hari Jongin memutuskan
hubungan dengan Sunmi, Baekhyun dan Sehun yang menunggu Jongin di parkiran
mobil, menemukan Jongin tak sadarkan diri di depan gerbang sekolah. Saat itu
keadaan sekolah sudah benar-benar sepi, dimana para siswa termasuk Sunmi sudah
pulang. Baekhyun dan Sehun cepat-cepat membawa Jongin ke rumah sakit. Hasil
pemeriksaan menyatakan bahwa Jongin mengidap Leukimia, dan membutuhkan
perawatan intensif di rumah sakit. Ia membutuhkan donor sumsum tulang belakang
segera karena kalau tidak, waktu hidupnya tidak akan lama lagi.
Baekhyun dan Sehun semakin
terkejut ketika Jongin dengan santainya mengungkapkan bahwa sebenarnya ia sudah
tahu akan penyakitnya itu dan sudah cukup lama menyembunyikannya. Tidak satupun
mengetahui hal itu, termasuk ayahnya.
FLASHBACK END
@@@@@@
Sunmi begitu terpukul setelah
mengetahui fakta menyakitkan itu. Ia menghabiskan hampir setiap malam dengan
menangis. Ia berusaha untuk tetap kuat. Ia meminta Baekhyun dan Sehun untuk
memberitahunya dimana rumah sakit tempat Jongin dirawat. Namun ia terkejut
bukan main saat para perawat menyatakan bahwa Jongin telah melarikan diri dari
rumah sakit dan tidak tahu pergi kemana. Jantung Sunmi mencelos seakan ingin lepas
dari tempatnya. Ia benar-benar kehabisan akal, hingga akhirnya ia memutuskan
untuk mencoba mencarinya di tempat yang jauh dari orang-orang. Salah satu
tempat kesukaannya juga, yaitu
Pantai.
Dugaan Sunmi ternyata benar.
Jongin berada di pantai yang sama, dimana sebelumnya Jongin juga berhasil
menemukannya. Pantai Gyeongpo. Sunmi bisa melihat Jongin yang sudah mengganti
pakaian rumah sakitnya dengan seragam sekolah dan tengah memandangi hamparan
laut dengan wajah yang begitu pucat.
“Sudah lama aku tidak berkunjung
ke sini,” ucap Sunmi yang sudah berdiri di samping Jongin.
Jongin menoleh terkejut.
“Sunmi-ah..”
“Tak kusangka kau juga pergi ke
sini. Apa sekarang kau mulai menyukai pantai sepertiku?” Jongin memalingkan
wajahnya dan tidak menanggapi perkataan Sunmi.
“Apa kau membolos karena
menghindariku?” tanya Sunmi, berpura-pura tidak tahu akan penyakit Jongin.
“Bagus kalau kau tahu,” jawab
Jongin cuek.
Sunmi tersenyum hambar, berusaha
untuk kuat meskipun saat itu ia sedang benar-benar rapuh. “Meskipun begitu—tidak
bisakah kau memberiku kesempatan?” tanya Sunmi.
“Terserah jika kau tidak
menyukaiku. Aku bahkan tidak peduli jika kau akan membenciku. Aku akan tetap di
sisimu,” lanjut Sunmi sambil meraih tangan Jongin dan menggenggamnya. Jongin
melihat tangannya dan Sunmi secara bergantian, dengan tatapan bingung.
Jongin belum sempat mengatakan
apapun saat Sunmi kembali angkat bicara. “Berikan aku kesempatan, paling tidak
sampai sebelum kelulusan kita di SMA Cheongshim, aku ingin kita pergi ke suatu
tempat bersama-sama,”
Bukan berarti Sunmi jahat. Bukan
berarti Sunmi tidak mau tahu keadaan Jongin dan egois. Sama sekali tidak
seperti itu. Sunmi sangat mengerti bahwa alasan Jongin melarikan diri dari
rumah sakit adalah karena ia lelah menanggung semua penderitaannya sendirian.
Ia lelah dengan pengobatan itu, dan ia lelah dengan semua orang. Sunmi hanya
berusaha memberikan waktu yang nyaman bagi Jongin, dimana ia masih diperhatikan
dan dibutuhkan. Bahwa perjalan liburan singkat mungkin tidak apa-apa dan bisa
membantunya merasa lebih baik.
@@@@@@
Sore itu juga Sunmi membeli tiket
kereta untuk ia dan Jongin bisa pergi berdua ke suatu destinasi wisata
terdekat. Selama perjalanan mereka, Sunmi tak pernah melepaskan tangannya dari
Jongin. Ia juga terus memandangi Jongin seakan takut Jongin akan menghilang
sewaktu-waktu. Meskipun bibirnya tersenyum, hati Sunmi perih setiap kali menyadari
wajah Jongin yang begitu pucat.
Dalam sesi liburan singkat itu,
Sunmi mengajak Jongin untuk mencoba banyak makanan enak dan juga berfoto
bersama. Agar setidaknya saat Jongin ‘pergi’ nanti, Sunmi masih memiliki
kenangan saat bersamanya, juga tidak akan pernah melupakan wajah itu. Sunmi
berusaha menunjukkan wajah seceria mungkin di hadapan Jongin dan ia bisa
melihat Jongin tersenyum kembali.
Hari semakin gelap. Sunmi berniat
mengajak Jongin untuk kembali, ketika dilihatnya Jongin yang lelah dan makin
memucat. Namun tiba-tiba hujan turun dengan derasnya hingga mengharuskan mereka
berdua mencari tempat berteduh.
“Sudah lama aku tidak melihat
hujan,” ucap Jongin tiba-tiba.
“Ne,” jawab Sunmi.
“Waktu kecil, aku sangat benci
hujan. Suara petir akan membuatku menangis, dan di saat itu ibuku akan
memelukku seraya berkata ‘gwenchana’,” ujar
Jongin lagi dengan mata berkaca-kaca.
Sunmi yang memperhatikannya ikut
merasa pedih. Entah dorongan darimana, Sunmi mencondongkan tubuhnya ke arah
Jongin dan mencium tepat di bibir Jongin, hingga membuat laki-laki itu
terbelalak tak percaya.
“Jongin-ah. Berhenti berbohong, karena aku bukan orang yang bisa kau bohongi.
Biarkan aku terus di sisimu sampai saat terakhir kita. Mungkin aku tak pernah
mengatakannya secara langsung padamu. Tapi aku sudah menyimpannya cukup lama.
Saranghae..” ucap Sunmi dalam hatinya selama bibir mereka bertaut, dengan
airmata yang sudah tak terbendung lagi.
@@@@@@
2 bulan telah berlalu. Jongin
sudah benar-benar ‘pergi’. Di saat-saat terakhirnya, ayahnya kemudian menyadari
segala kesalahannya dan sangat menyesal. Ayahnya begitu terpukul setelah
mengetahui hal itu dari Baekhyun dan Sehun, yang kala itu datang ke rumahnya.
Meskipun terlambat untuk mengatakannya, namun ayah Jongin tetap membuktikan
betapa ia sebenarnya sangat menyayangi Jongin sebagai putra satu-satunya. Ia
juga meminta maaf, karena tidak bisa mempertahankan pernikahannya hingga
membuat Jongin harus tumbuh dengan minim kasih sayang seorang ibu.
Yeo Sunmi tengah terduduk di tepi
pantai Gyeongpo seorang diri. Menikmati pemandangan laut yang begitu indah
dalam penglihatannya. Di pangkuannya, sebuah buku catatan bersampul hello kitty telah terbuka dan
menampilkan halaman baru, yang baru saja ia tulisi. Dengan sebuah CD musik yang
ia letakkan di atasnya. CD musik boyband favoritnya,
sebagai pemberian terakhir Jongin untuknya. Dimana sebuah surat tersimpan di
dalamnya.
“Sunmi-ah, gomawo. Selama ini aku selalu berpikir bahwa memiliki
hubungan yang serius dengan seorang wanita adalah hal yang tabu, mengingat
kedua orangtuaku yang dengan mudahnya berpisah dan tidak menghargai apa itu
arti sebuah pernikahan. Aku sempat sakit hati dan membenci wanita. Tapi kau
begitu berbeda.Kau membuatku tidak tahu harus berbuat apa. Kau membuktikan
bahwa cinta itu bukanlah sebuah kepalsuan, dan aku merasakannya saat bersamamu.
Kau merubah cara pandangku, dan kau membuatku tersadar. Mianhae, karena aku
menyembunyikan sakit ini darimu. Meskipun aku tidak lagi berada di sisimu, aku
ingin kau tahu bahwa selama ini aku selalu mencintaimu. Aku selalu berharap kau
hidup dengan baik, dan penuh dengan kebahagiaan.. Mianhae..” –Kim Jongin.
FLASHBACK
Sebelum Jongin beranjak keluar
dari toko CD kala itu, tanpa sepengetahuan Sunmi, ia telah mengambil CD terbaru
EXO yang Sunmi inginkan secara diam-diam dan membelinya.
**TAMAT DENGAN SEENAK JIDATNYA AUTHOR**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar