Title :
Remember The Days - 1
Author :
Kxanoppa
Genre :
Bromance, Friendship
Tags :
Lee Donghae, Cho Kyuhyun, Lee Hyukjae, Park Jungsoo,
Lee Miran (OC), tuan&nyonya Lee (OC), tuan Cho (OC), bibi Jung (OC), bibi
Min (OC)
Length :
Chaptered
Rating :
Pg-15
Notes :
Ff ini terinspirasi dari ff lain yg berjudul "A
Song For You". Tapi dgn beberapa bagian cerita yg sudah dirombak & dimodifikasi.
No bash. No copy-paste. No plagiarism. Just read it & hopefully u guys
amused. Jgn lupa komennya. Kalo responnya positif, aku bakal bikin & kirim
lanjutannya. Gomawo!
*Storyline*
Tampak 2 orang anak laki-laki sedang berjalan
beriringan dengan salah satu dari mereka yang memeluk sebuah bola sepak. Mereka
berdua terlihat saling tertawa lepas.
"Kau memang jago bermain sepak bola, Kyu. Berkatmu,
tim kita menang lagi hari ini.." Ujar salah satu dari mereka yang tengah
memeluk bola.
"Geuromnyo! Aku memang hebat. Kenapa hyung baru
mengakuinya sekarang? Hahaha.." Balas anak yang dipanggil Kyu itu dengan
nada sedikit sombong, untuk menggoda sahabat yang memang lebih tua darinya.
"Geundae, apa kau akan langsung pulang?"
Tanya Donghae sambil sesekali menatap sahabatnya.
"Molla. Apa ada hal lain yang bisa kita
lakukan?" Jawab Kyuhyun sambil melebarkan kedua mata bulatnya ke arah
Donghae.
"Hari ini eomma-ku sedang tidak enak badan, jadi
aku harus mampir ke toko untuk menyampaikannya pada Jung ahjumma.."
Selesai dengan ucapannya, Donghae terlihat murung.
"Jangan sedih, hyung. Aku temani ya? Bukankah
kita teman? Apapun yang terjadi, kau bisa mengandalkanku.." Ujar Kyuhyun
mantap. Donghae cukup tersentuh dengan ucapan sahabatnya itu. Ia pun membalas
senyuman Kyuhyun dengan tulus.
"Hyung.." Panggil Kyuhyun di sela langkah
mereka.
"Ne, waeyo?"
"Apakah kita masih bisa terus seperti ini saat
sudah besar nanti?" Tanya Kyuhyun sambil menerawang menatap langit siang
itu.
"Entahlah, Kyu. Kita tidak tahu apa yang akan
terjadi. Tapi aku selalu berharap kita bisa terus bersahabat seperti
ini.."
"Hyung.."
"Apa lagi?"
"Berjanjilah satu hal padaku"
"Apa itu?"
"Apapun yang terjadi, jangan pernah tinggalkan
aku.. Kau satu-satunya teman terbaik yang pernah kumiliki, hyung.." Tegas
Kyuhyun yang membuat Donghae kembali tersentuh dan tersenyum.
"Ne. Apapun yang terjadi, aku tak akan
meninggalkanmu.. Aku janji." Balas Donghae mantap.
Mereka terus berjalan beriringan hingga akhirnya
sampai pada sebuah toko buku -tempat eomma Donghae bekerja.
Donghae tidak berasal dari keluarga kaya. Appa-nya
hanya seorang buruh pabrik, sedangkan eomma-nya seorang kasir di toko buku
sederhana dekat rumahnya. Ia memiliki seorang adik perempuan yang masih kecil bernama
Lee Miran. Berbanding terbalik dengan sahabatnya, Kyuhyun adalah anak tunggal
dari sebuah keluarga kaya raya. Appa-nya adalah pemilik sebuah perusahaan
tekstil ternama di Korea.
Pertemuan mereka yang menjadikan mereka sahabat baik
hingga saat ini berawal ketika Kyuhyun yang berjalan sendirian sepulang
sekolah, harus mengalami hal tidak mengenakkan yaitu dihadang 2 orang pria
dewasa tak dikenal yang berniat jahat padanya.
*flashback*
Donghae yang berada tidak jauh dari lokasi, kebetulan
melihat hal itu. Dengan cepat ia memutar otak untuk membantu Kyuhyun.
"Pak polisi, cepatlah kemari! Ada 2 orang jahat
yang mengganggu anak sekolah di sini!" Teriak Donghae dari balik tempat
persembunyiannya.
Kedua penjahat itupun terlihat panik dan kelabakan,
takut jika saja polisi benar ada di sana. Namun salah satu dari mereka masih
kekeuh menarik paksa Kyuhyun untuk ikut dengannya.
"Cepatlah pak polisi!! Di sini! Di sini!!"
Teriak Donghae sekali lagi. Kedua penjahat itu semakin panik. Segera
dilepaskannya Kyuhyun dan mereka lari menjauh.
"Gwenchana?" Tanya Donghae setelah berjalan
mendekati Kyuhyun yang masih kelihatan panik. Donghae menepuk pundak Kyuhyun
dan menatapnya lembut, agar Kyuhyun tidak menangis.
"Jangan takut. Lihat, 2 ahjussi tadi sudah pergi.
Lain kali berhati-hatilah." Hibur Donghae.
"Gamsahamnida.." Balas Kyuhyun dengan suara
bergetar. "Aku Cho Kyuhyun, dari kelas 3-A. Siapa namamu?"
"Lee Donghae, dari kelas 4-B. Jadi kau hoobae-ku?
Salam kenal." Balas Donghae ramah.
*flashback end*
Sejak saat itulah mereka terbiasa untuk pulang bersama
karena memang jarak antara rumah mereka dan sekolah tak begitu jauh. Kyuhyun
sangat menyukai Donghae. Ia mempercayai dan menyayangi Donghae seperti kakak
kandungnya sendiri.
"Jung ahjumma.." Sapa Donghae begitu
memasuki toko buku tempat eomma-nya bekerja.
"Donghae-ah. Aigoo.. Apa yang membawamu
kemari?" Tanya bibi pemilik toko itu ramah.
"Eomma-ku sedang sakit. Sepertinya tidak bisa
masuk kerja hari ini."
"Ah, geuraeyo? Baiklah, tidak apa. Sampaikan
padanya agar cepat sembuh. Aku akan mampir setelah tutup toko nanti."
"Ne, ahjumma. Gamsahamnida." Donghae
kemudian pamit dan beranjak meninggalkan toko diikuti oleh Kyuhyun.
"Hyung, boleh aku ikut kerumahmu?" Tanya
Kyuhyun yang menghentikan langkah Donghae. Donghae terdiam.
"Bolehkah aku kerumahmu? Hyung?" Tanya
Kyuhyun lagi.
"Baiklah. Kajja.."
Kyuhyun tersenyum senang dan mereka berdua kembali
berjalan bersama menuju rumah Donghae.
**
"Aku pulang.." Seru Donghae begitu memasuki
rumah kecilnya.
"Oppa!" Seorang gadis kecil menghambur ke
pelukan Donghae, diikuti seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari
kamarnya.
"Miran-ah, jangan begitu. Ada teman oppa di
sini.." Donghae berusaha melepaskan pelukan adiknya, namun gadis kecil itu
tampak tak menanggapinya.
"Hae-ah, sudah pulang? Siapa anak tampan yang
bersamamu itu?" Tanya nyonya Lee yang melihat Kyuhyun berdiri tak jauh di
belakang Donghae.
"Eomma, gwenchanayo? Bukankah eomma sedang sakit?
Ah, ini temanku, Kyuhyun." Jawab Donghae setelah berhasil melepaskan
pelukan Miran.
"Annyeonghaseyo. Cho Kyuhyun imnida." Ucap
Kyuhyun sopan.
"Aigo, kau begitu menggemaskan. Masuklah. Hae-ah,
kau juga cepat ganti bajumu dan kita makan siang bersama."
"Tapi eomma, bagaimana dengan keadaan
eomma?" Tanya Donghae yang sarat akan kekuatiran.
"Eomma gwenchana. Hanya terlalu letih saja.
Gokjonghajima.." Tak berniat menentang eomma-nya, Donghaepun menurut.
"Wah, bulgogi buatan ahjumma enak sekali!"
Seru Kyuhyun bersemangat. Melihat Kyuhyun yang makan begitu bersemangat membuat
Donghae kenyang.
"Oh jeongmalyo? Gomawoyo, Kyuhyun-ah."
Timpal nyonya Lee dengan senyum lembutnya.
"Hae-ah, kau tidak makan?" Tanya nyonya Lee
pada anak sulungnya begitu dilihatnya anak itu belum menyentuh makanannya sama
sekali.
"Buat Kyuhyun saja. Aku belum begitu lapar."
Jawab Donghae sambil menyodorkan makanannya pada Kyuhyun.
"Benarkah ini untukku, hyung?" Donghae hanya
mengangguk sebagai balasan.
"Gomawo, hyung!" Pekik Kyuhyun sumringah dan
langsung menyantap bulgogi pemberian Donghae.
**
Tanpa terasa hari semakin gelap. Tak lama lagi
matahari akan segera tenggelam. Kyuhyun berniat pamit pada Donghae dan
keluarganya. Tapi mengingat kejadian di masa lalu, membuat Donghae tidak tega membiarkan
Kyuhyun pulang sendirian.
"Seharusnya kau tak perlu repot-repot
mengantarku, hyung. Aku kan anak laki-laki. Aku juga harus bisa menjaga diri
sendiri." Tukas Kyuhyun yang merasa sedikit keberatan dengan keputusan
Donghae.
"Gwenchana. Aku hanya masih belum bisa percaya
padamu. Bagaimana kalau penjahat yang berniat menculikmu itu datang lagi?"
Balas Donghae.
"Sebegitu-besarnyakah kau mencemaskanku,
hyung?" Donghae terdiam. Kyuhyun menganggap bahwa itu adalah jawaban
'iya'. Dengan cepat ia merangkul 'hyung'nya itu sambil tersenyum lebar.
"Hyung. Kau yang terbaik!" Ucapnya.
Menanggapi itu, Donghae hanya tersenyum.
"Hyung"
"Ne?"
"Apa cita-citamu kalau besar nanti?"
"Molla. Aku belum memikirkannya. Aku hanya akan
hidup dengan benar seperti kedua orangtuaku. Bagaimana denganmu, Kyu?"
"Aku ingin menjadi sepertimu, hyung" jawaban
Kyuhyun terdengar lucu bagi Donghae.
"Waeyo? Kenapa kau ingin menjadi sepertiku? Aku
bahkan bukan siapa-siapa." Tanya Donghae penasaran.
"Aku ingin menjadi orang yang optimis, kuat, dan
pemberani sepertimu." Donghae tertegun. Ia lalu menatap hoobae-nya itu dan
mengacak rambutnya gemas.
"Kau bisa jadi apapun yang kau mau, Kyu. Bahkan
lebih baik dari yang kau pikirkan saat ini. Kita sudah sampai. Cepatlah
masuk." Ujar Donghae dengan senyum manisnya.
"Ne, hyung! Jeongmal gamsahamnida! Tapi apa kau
tidak mau mampir dulu?"
"Ani. Lain kali saja. Kalau begitu selamat malam.
Aku pergi."
"Hati-hati, hyung. Sampai bertemu di
sekolah." Kyuhyun melambaikan tangannya sebelum Donghae berbalik dan
meninggalkannya. Entah kenapa sesuatu mulai mengganggu pikirannya. Tapi ia
memilih tak begitu memedulikannya dan masuk ke dalam rumah.
**
Di tengah perjalanannya pulang, Donghae merasa dadanya
tiba-tiba sesak. Ia berhenti sejenak untuk menstabilkan detak jantungnya.
Mungkin kelelahan, pikirnya. Ia memejamkan matanya, menghirup napas
sebanyak-banyaknya lalu menghembuskannya perlahan. Ia kembali teringat
perkataan Kyuhyun yang ingin menjadi seperti dirinya. Senyum tipis terukir
dibibirnya. Setelah memikirkan itu, ia seolah mendapat kekuatan baru untuk
melanjutkan perjalanannya ke rumah. Sedikit lagi, Lee Donghae. Bertahanlah.
Ucapnya dalam hati.
Sesampainya di rumah, ia mendengar suara appa-nya dari
dalam kamar. Sepertinya appa dan eomma-nya sedang terlibat dalam perbincangan
serius.
"Hari ini aku dipecat dari pabrik." Ucap
appa-nya terdengar begitu berat.
"Mworago? Wae? Wae geurae?" Balas nyonya Lee
yang tak percaya dan menuntut penjelasan lebih.
"Terlalu banyak pegawai, hingga pabrik memutuskan
untuk melakukan downsizing dengan memberhentikan pegawai yang dianggap tidak
cukup mampu. Dan aku salah satunya. Mianhatta.." Jelas tuan Lee menyesal.
"Mianhae, karena aku belum bisa membahagiakanmu
dan anak-anak. Mianhae, karena kau harus ikut susah payah bekerja.."
Lanjutnya lagi.
"Anieyo. Ini sudah jalan kita. Kita tidak bisa
menyerah begitu saja, yeobo. Asalkan kita berempat masih bisa berkumpul
bersama, aku sudah bahagia.." Timpal nyonya Lee yang terkesan begitu
tegar.
"Yeobo.. Kenapa ada darah dihidungmu?" Tuan
Lee terkejut saat melihat darah segar keluar dari hidung istrinya. Donghae yang
mendengarnya baru saja akan melangkah masuk ke dalam kamar orangtuanya untuk
melihat keadaan eomma-nya. Namun niat itu terurungkan begitu eomma-nya kembali
angkat bicara. "Ani, gwenchana. Ini karena aku kelelahan saja. Sudah
malam, kau tidurlah.."
Donghae hanya bisa menangis mendengar percakapan kedua
orangtuanya. Perasaannya tiba-tiba sesak dan tubuhnya lemas. Kadang ia merasa
tidak adil dengan keadaan keluarganya yang begitu sulit. Tapi ia tidak pernah
menyerah dan berusaha untuk tetap kuat.
Dikamarnya, Donghae melihat adiknya sudah tertidur. Ia
pun berjalan dengan hati-hati ke arah meja belajarnya. Ia berjanji akan belajar
giat dan mendapat hasil yang baik untuk membahagiakan orangtuanya.
"Oppa.." Panggil Miran dengan suara imutnya.
"Miran-ah. Kau belum tidur?"
"Oppa, apa yang oppa lakukan?"
"Belajar. Sudah, kau tidur saja. Sudah
malam."
"Oppa.."
"Ada apa lagi?"
"Yang tadi datang bersama oppa itu siapa?"
"Dia temanku, Cho Kyuhyun. Memangnya
kenapa?" Tanya Donghae penasaran.
"Dia sangat tampan, oppa. Seperti pangeran dalam
negri dongeng."
"Kau itu.. Terlalu banyak membaca dongeng."
"Oppa.. Apakah suatu saat nanti kami bisa
menikah?" Tanya Miran lagi yang membuat Donghae semakin heran.
"Yak, kau itu masih kecil. Tidak usah berpikir
yang macam-macam. Dengar ya, kalau memang kalian nantinya berjodoh, pasti ia
akan datang padamu dengan sendirinya tanpa kau harus memanggilnya.. Sudah sana
cepat tidur." Tukas Donghae.
Mendengar itu Miran sedikit menyunggingkan senyumnya.
Ia pun menuruti perintah oppa-nya itu untuk segera tidur.
**
Di sekolah, Donghae tak tenang. Ia terus terngiang
ucapan orangtuanya. Hal itu membuat Lee Hyukjae, teman sebangku Donghae menjadi
penasaran.
"Donghae-ah, apa yang kau pikirkan?"
"Bukan apa-apa kok. Hanya mengantuk."
"Benarkah? Apa kau yakin? Kita berteman sejak
kelas 1, apa kau masih tidak percaya padaku?" Ujar Hyukjae lagi berusaha
memancing. Donghae mendesah pelan sebelum akhirnya memutuskan untuk bercerita.
"Aku.. Apakah sebaiknya aku berhenti sekolah
saja? Appa-ku dipecat dan eomma-ku sakit-sakitan. Aku satu-satunya harapan
sebagai anak laki-laki. Kupikir akan lebih baik aku bekerja saja.." Tutur
Donghae dengan mata berkaca-kaca. Hyukjae yang mendengar itu terkejut.
"Kau serius? Pikirkan ulang, Hae-ah. Kau anak
yang pintar dan selalu ranking 1. Bagaimana juga denganku jika kau
keluar?" Bujuk Hyukjae. Donghae berusaha mengalihkan pandangannya dan saat
itu ia melihat Kyuhyun sudah berdiri di depan kelasnya dengan wajah sedih.
"Hyung.."
**
"Hyung, benarkah kau akan berhenti sekolah?"
Tanya Kyuhyun sedih.
"Kupikir hanya ini satu-satunya jalan. Kau tahu
kan, adikku Miran juga masih kecil. Aku ingin ia juga bisa sekolah." Jawab
Donghae jujur.
"Hyung.. Kalau kau pergi bagaimana
denganku?" Kyuhyun tidak ingin sunbae sekaligus sahabat terbaiknya pergi
meninggalkannya.
"Bukankah kita berjanji untuk terus bersama,
apapun yang terjadi?" Lanjut Kyuhyun.
"Jika kau diposisiku, apa yang akan kau
lakukan?" Donghae balik menyerang Kyuhyun dengan pertanyaannya. Kyuhyun
terdiam. Ia tak dapat membendung airmatanya lagi. Kyuhyun menunduk dan
menangis.
"Mianhae, Kyu." Hanya itu yang bisa
diucapkan Donghae sebelum ia pergi meninggalkan Kyuhyun di taman belakang
sekolah. Tanpa mereka sadari, Hyukjae yang mendengar dan melihat semuanya di
taman ikut merasa sedih.
**
Karena perbincangan mereka sebelumnya, Kyuhyun dan
Donghae tidak lagi pulang bersama hari itu. Donghae merasa sangat bersalah pada
Kyuhyun dan berpikir lebih baik menghindari Kyuhyun agar anak itu akan lebih
mudah melupakannya. Tapi pemikiran Donghae salah. Kyuhyun masih terus dan tetap
mengingat sosok 'hyung'nya itu dengan baik. Kyuhyun berusaha mencari jalan
keluar agar Donghae tidak sampai berhenti dari sekolah.
"Appa.." Sapa Kyuhyun saat sudah berdiri di
ambang pintu ruang kerja appa-nya.
"Ada apa, Hyun-ah? Appa sangat sibuk." Balas
tuan Cho dari balik meja kerjanya sambil merapikan beberapa file.
"Appa, ada yang ingin kusampaikan.."
"Cepatlah, Hyun-ah. Setelah ini appa akan
kedatangan tamu."
"Bisakah appa membantuku? Teman baikku sedang
kesulitan, appa. Bisakah appa membantunya membiayai sekolahnya?" Pinta
Kyuhyun.
"Kau berteman dengan orang miskin? Hyun-ah, appa
bukan superhero yang bisa membantu semua orang. Kalau ada 100 orang sepertinya
apakah kita juga harus membantu mereka?" Ujar tuan Cho terkesan dingin.
"Appa.."
"Dengar, Hyun-ah. Berhenti berteman dengan
orang-orang miskin. Carilah teman yang juga sepertimu. Mereka (orang miskin)
hanya akan memanfaatkanmu. Mereka hanya melihat latarbelakangmu dan
memanfaatkanmu untuk keperluan mereka."
"Donghae hyung tidak seperti itu, appa. Ia bahkan
pernah menolongku, selalu melindungiku, dan bahkan memberikan jatah makan
siangnya untukku." Bela Kyuhyun.
"Itu hanya taktik mereka saja. Percayalah pada
appa, hyun-ah. Carilah teman lain dan lupakan dia. Dia hanya akan menyusahkanmu
saja. Setelah lulus dari sekolah dasarmu, appa akan mengirimmu untuk
melanjutkan sekolah di inggris. Jadi belajarlah dengan baik!"
"Appa!" Kyuhyun terus merengek namun
appa-nya tak memedulikannya dan meninggalkannya sendirian di ruangan itu.
Kyuhyun sangat sedih dan membenci appa-nya yang tak pernah mengerti.
"Hyung, ottohke..?" Kyuhyun mulai menangis
karena tak bisa membantu sahabat terbaiknya.
**
Dirumahnya, Donghae bermaksud mengutarakan pendapatnya
tentang berhenti sekolah.
"Appa.."
"Ne, Hae-ah. Waeyo? Bagaimana sekolahmu hari ini?
Gomawoyo karena kau sudah menjadi anak yang berbakti dan pintar. Appa harap kau
bisa meneruskan sekolahmu sampai lulus. Kalau bukan kau, appa tidak tahu harus
mengandalkan siapa lagi." Mendengar ucapan appa-nya, Donghae menelan
kembali kalimat yang sudah ia susun dan mengurungkan niatnya untuk
mengatakannya.
"Ne, appa. Algessumnida." Balas Donghae
pasrah lalu masuk ke dalam kamarnya.
Di dalam kamarnya, ia masih bisa mendengar
perbincangan antara appa dan eomma-nya.
"Apa yang kau katakan padanya? Donghae itu masih
11 tahun, tidak seharusnya kau berkata begitu. Ia bisa tertekan karena
memikirkannya." Ujar nyonya Lee.
"Anieyo. Sudah seharusnya ia mengerti dengan
situasi keluarga kita. Donghae harus lebih sukses dari aku. Apapun yang
terjadi." Tukas tuan Lee tak acuh.
"Kau sebaiknya istirahat saja. Biar aku yang
menggantikanmu menjadi kasir di toko Jung noona." Lanjut tuan Lee lagi
kepada istrinya. Setelah itu, tuan Lee bangkit dari duduknya dan bersiap-siap
untuk segera ke toko buku.
Nyonya Lee tidak bergeming. Ia masih pada posisinya di
ruang itu hingga tuan Lee telah benar-benar pergi. Tiba-tiba tubuh nyonya Lee
melemas dan bergetar dengan banyak keringat dingin yang keluar. Ia
terbatuk-batuk hingga membuat Donghae harus keluar dari kamarnya. Miran yang
sedang tidurpun harus terbangun dan hanya bisa menangis melihat keadaan
eomma-nya.
"Eomma!" Pekiknya saat dilihatnya eomma-nya
sudah tergeletak pingsan.
**
Keesokan harinya, Kyuhyun sama sekali tidak menemukan
keberadaan Donghae. Ia sangat sedih dan berpikir bahwa 'hyung'nya itu telah
benar-benar pergi.
"Chogio.." Sapa Kyuhyun pada teman sekelas
Donghae yang kemarin juga ia lihat.
"Kau, bukankah kau hoobae yang biasa pulang
bersama Donghae?" Tanya teman Donghae yang tak lain adalah Lee Hyukjae.
"Apa hyung tahu dimana Donghae hyung? Apa ia
absen hari ini? Ia belum benar-benar pergi kan?" Kyuhyun menodong Hyukjae
dengan serentetan pertanyaannya.
"Yak, bertanyalah satu-satu. Aku juga tidak tahu
dimana dia sekarang. Aku harap ia baik-baik saja dan tidak jadi berhenti
sekolah." Jawab Hyukjae seadanya.
"Kenapa kau begitu mencemaskannya?" Tanya Hyukjae
yang tak bisa menahan rasa penasarannya.
"Karena aku sudah menganggapnya seperti hyungku
sendiri. Aku tidak bisa tanpanya." Ujar Kyuhyun lemah dengan airmata yang
sudah siap untuk jatuh kapan saja.
"Uljima. Anak laki-laki tidak boleh cengeng.
Tenanglah. Akan kupastikan ia baik-baik saja." Ucap Hyukjae sambil menepuk
pundak Kyuhyun mencoba memberi kekuatan.
**
Sepulang sekolah, Kyuhyun berencana untuk pergi ke
rumah Donghae, untuk menanyakan alasan 'hyung'nya itu absen sekolah. Tadinya ia
mengajak Hyukjae untuk ikut, tapi sayangnya Hyukjae ada kursus yang tidak bisa
ditinggal. Sesampainya Kyuhyun di depan rumah Donghae, ia terkejut karena rumah
itu tertutup rapat dan sepi. Tak ada tanda-tanda kehadiran penghuninya.
Tak menyerah, ia menanyakan keberadaan Donghae dan
keluarganya dari tetangga sebelah rumah Donghae yang kebetulan sedang keluar
membuang sampah.
"Ahjumma, apa kau tahu dimana pemilik rumah
ini?" Tanya Kyuhyun sopan.
"Ah, kemarin petang mereka buru-buru ke rumah
sakit setelah ambulans datang. Tapi kau siapa, nak? Apa ada sesuatu yang
penting? Biar kusampaikan pada mereka saat aku menjenguknya nanti." Balas
bibi itu tak kalah ramah.
"Tolong antarkan aku ke rumah sakit itu, ahjumma.
Jebal!" Pinta Kyuhyun sungguh-sungguh.
Karena tak tega, bibi itupun dengan cepat bersiap dan
mengantarkan Kyuhyun kecil ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Kyuhyun dan bibi itu
bertemu dengan Donghae di depan kamar rawat nyonya Lee.
"Donghae-ssi, kenapa kau tidak menjaga ibumu di
dalam nak?" Tanya bibi itu penuh kasih sayang. Donghae tampak kelelahan
dan raut wajahnya penuh kekuatiran.
"Di dalam sudah ada appa dan Miran. Aku hanya
lelah dan ingin sendiri." Balas Donghae dengan suara parau. Ia terkejut
karena Kyuhyun juga ikut bersama bibi itu. Keduanya saling beradu tatap untuk
beberapa saat sampai bibi itu memutuskan masuk ke dalam untuk melihat keadaan
nyonya Lee.
"Hyung" sapa Kyuhyun.
"Kenapa kau kemari? Cepatlah pulang sebelum hari
semakin gelap. Aku tidak bisa mengantarmu kali ini." Ucap Donghae.
"Hyung, apa yang terjadi? Apa karena ini kau
absen? Kau tidak akan berhenti sekolah kan?"
"Kemarin, eomma tiba-tiba jatuh pingsan. Appa-ku
dipecat dari tempatnya bekerja. Untuk sementara ini appa menggantikan eomma
bekerja di toko buku. Kupikir penghasilan dari pekerjaan seorang kasir tidak
akan cukup untuk menghidupi 4 orang. Aku harus membantu mereka bekerja dan
menghasilkan uang. Adikku masih kecil, hanya aku satu-satunya orang yang bisa
diandalkan. Kumohon kau mengerti, Kyu." Papar Donghae panjang lebar
berharap Kyuhyun akan mengerti. Mendengar itu Kyuhyun lagi-lagi hanya bisa
menangis.
"Hyung.. Jangan pergi.. Aku tidak bisa kalau kau
tidak ada.. Kita sudah berjanji-"
PLAK!
Tanpa sengaja tangan Donghae telah melayangkan sebuah
tamparan yang cukup keras di pipi Kyuhyun, membuat anak itu terdiam dan tak
percaya.
"Berhenti menangis! Aku benci melihatnya.
Bukankah kau pernah bilang ingin menjadi sepertiku? Aku tak pernah menangis.
Kau laki-laki, Kyu. Kau pasti bisa menjaga dirimu sendiri. Kalaupun kita tetap
bersama, aku juga tak yakin bisa menjagamu selamanya." Ucap Donghae dengan
mata berkaca-kaca. Ia mengepalkan tangannya yang baru saja menampar Kyuhyun, sahabatnya
selama ini. Ia merasa bodoh, menyesal, dan sangat bersalah. Ia terpaksa
melakukan itu.
Kyuhyun masih terdiam, menunduk sembari memegangi
pipinya yang sakit.
"Mianhae.." Sesal Donghae.
"Aku yang salah. Aku begitu lemah. Hanya
bergantung padamu setiap saat. Mianhae, hyung. Aku berjanji, setelah ini,
apapun yang terjadi, aku takkan menangis lagi." Ujar Kyuhyun yang kini
sudah mengangkat wajahnya dan menatap 'hyung'nya. Donghae mendekati anak itu
lalu memeluknya.
"Meskipun aku berhenti sekolah, kita masih bisa
berteman. Bermain bersama. Datanglah kapanpun kau mau, Kyu. Rumahku selalu
terbuka untukmu." Kata Donghae sembari memeluk erat sahabat kecilnya itu.
"Sudah malam, kau cepatlah pulang." Tak lama
setelah Donghae mengatakan itu, bibi yang tadi datang bersama Kyuhyun tiba-tiba
keluar dari kamar rawat nyonya Lee dengan panik.
"Donghae-ssi, ibumu nak! Ibumu!" Pekik bibi
itu dengan raut wajah tak tenang.
Donghae cukup terperanjat mendengarnya. Dengan cepat
ia masuk ke dalam kamar rawat eomma-nya. Di dalam terlihat appa-nya masih setia
menggenggam tangan eomma-nya sedangkan Miran hanya terisak mengetahui kondisi
eomma-nya yang semakin tak stabil.
"Permisi, biarkan kami masuk untuk memeriksa
keadaannya. Lebih baik kalian semua menunggu di luar." Ujar salah satu
dokter yang sudah tiba di kamar rawat nyonya Lee. Donghae terdiam dalam panik
yang dirasakannya. Setelah mendengar perintah dari dokter itu ia menggandeng
tangan Miran untuk ikut keluar bersamanya, di susul dengan appa-nya.
Hanya memakan waktu beberapa menit para dokter itupun
keluar.
"Bagaimana keadaannya uisanim?" Tanya tuan
Lee tak sabar.
"Apakah anda tuan Lee? Saya Park Jungsoo. Lebih
baik tuan Lee ikut ke ruangan saya." Ujar salah satu dokter itu kepada
tuan Lee. Tuan Lee pun menurut dan mengikuti dokter bermarga Park itu menuju
ruangannya.
Donghae, Miran, dan Kyuhyun masih tak bergeming
ditempatnya. Melihat keadaan itu Kyuhyun begitu prihatin dan sedih. Seandainya
appa-nya mau membantu keluarga Donghae, pikirnya. Bibi yang tadi datang bersama
Kyuhyun akhirnya memecah keheningan di antara mereka.
"Sudah malam, sepertinya ahjumma harus kembali
sekarang." Tutur bibi itu pada Donghae.
"Kuatlah, Hae-ssi. Jaga adikmu. Kudoakan supaya
ibumu cepat sembuh." Lanjutnya.
Donghae hanya bisa mengangguk, lalu ia teringat
Kyuhyun.
"Min ahjumma, bisakah ahjumma sekalian mengantar
Kyuhyun pulang? Sudah malam, kasihan dia kalau pulang sendirian." Pinta
Donghae. Bibi itupun menyanggupi.
Sebelum benar-benar pergi, Kyuhyun mendekati Donghae
dan memberikan sesuatu.
"Hyung, ini untukmu. Pakailah kemanapun kau
pergi, supaya dimanapun kau berada kau selalu ingat padaku dan percaya bahwa
aku selalu ada untukmu." Kata Kyuhyun sembari melepas salah satu gelang
tali yang ada ditangannya dan memberikannya pada Donghae.
"Aku pulang dulu, hyung. Besok aku akan datang
lagi. Miran-ssi, jangan menangis lagi. Hibur oppa mu. Sampai jumpa!"
Lanjut Kyuhyun lagi kemudian melambaikan tangannya ke arah Donghae dan Miran,
sambil mengikuti bibi baik hati yang akan mengantarnya.
Donghae membalas lambaian tangan itu setelah
sebelumnya mengucapkan terimakasih atas gelang pemberian Kyuhyun. Sedangkan
Miran masih menatap punggung Kyuhyun yang semakin menjauh dengan tatapan tak
percaya. "Oppa, apakah barusan ia menyebut namaku?" Ucap Miran tak
percaya.
Donghae hanya tersenyum sambil mengusap lembut rambut
adiknya itu.
**
Di ruangan dokter Park, tuan Lee begitu gugup
menantikan info seputar keadaan istrinya.
"Jwosonghamnida, tuan Lee. Saya mengajak anda
kemari karena tidak enak jika anak-anak anda sampai tahu mengenai kondisi
ibunya yang sebenarnya." Ujar dokter Park memulai percakapan.
"Sebenarnya ada apa, uisanim? Apakah sesuatu yang
benar-benar buruk?"
"Maafkan saya. Istri anda menderita sakit kanker
paru-paru. Dilihat dari kondisinya, sakit itu sudah cukup lama ia derita. Sel
kanker bahkan sudah menyebar hampir ke seluruh organ lainnya. Kemungkinan
sembuh sangatlah kecil, tuan Lee." Jelas dokter Park. Tuan Lee yang
mendengar itu langsung terjatuh. Kakinya mendadak lemas, tak mampu menopang
tubuhnya yang sudah bergetar hebat.
"Tuan Lee! Gwenchanayo? Kuatlah. Kita hanya bisa
berdoa dan berharap keajaiban itu ada." Ucap dokter Park berusaha
menguatkan.
**
Dirumahnya, Kyuhyun begitu terkejut saat appa-nya
tiba-tiba memarahinya karena pulang terlambat. Biasanya appa-nya tak begitu
peduli pada apapun yang Kyuhyun lakukan karena terlalu sibuk dengan bisnisnya.
"Kenapa kau selalu pulang terlambat? Apa kau
bertemu dengan teman miskinmu itu lagi?!" Tanya tuan Cho dengan nada tinggi.
"A-appa.. Waeyo appa? Donghae hyung teman
baikku.. Ibunya masuk rumah sakit dan aku-"
"Appa tak mau dengar alasan apapun! Berhenti
menemui anak itu! Mulai besok kau berangkat dan pulang sekolah dengan
supir!" Sambar tuan Cho sebelum Kyuhyun menyelesaikan kalimatnya.
"Tapi appa-"
"Jangan membantah lagi dan masuk kamarmu!"
Kyuhyun sangat sedih. Ia berjalan masuk ke dalam
kamarnya dengan marah. Di dalam kamar, ia melempari semua mainannya dan
membuatnya berserakan. Ia meluapkan kekesalannya dengan berteriak dan menangis
sejadinya. Ia sangat membenci appa-nya.
Ia melihat gelang tali yang terpasang di salah satu
pergelangan tangannya dan teringat akan 'hyung'nya. Ia sudah berjanji akan
datang lagi ke rumah sakit besok. Bagaimana ia bisa pergi ke sana kalau ia
harus pulang dan pergi bersama supir appa-nya?
**TBC**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar