Selasa, 16 Juli 2013

Remember The Days - Part 1




Title :
Remember The Days - 1
Author :
Kxanoppa
Genre :
Bromance, Friendship
Tags :
Lee Donghae, Cho Kyuhyun, Lee Hyukjae, Park Jungsoo, Lee Miran (OC), tuan&nyonya Lee (OC), tuan Cho (OC), bibi Jung (OC), bibi Min (OC)
Length :
Chaptered
Rating :
Pg-15
Notes :
Ff ini terinspirasi dari ff lain yg berjudul "A Song For You". Tapi dgn beberapa bagian cerita yg sudah dirombak & dimodifikasi. No bash. No copy-paste. No plagiarism. Just read it & hopefully u guys amused. Jgn lupa komennya. Kalo responnya positif, aku bakal bikin & kirim lanjutannya. Gomawo!

*Storyline*
Tampak 2 orang anak laki-laki sedang berjalan beriringan dengan salah satu dari mereka yang memeluk sebuah bola sepak. Mereka berdua terlihat saling tertawa lepas.
"Kau memang jago bermain sepak bola, Kyu. Berkatmu, tim kita menang lagi hari ini.." Ujar salah satu dari mereka yang tengah memeluk bola.
"Geuromnyo! Aku memang hebat. Kenapa hyung baru mengakuinya sekarang? Hahaha.." Balas anak yang dipanggil Kyu itu dengan nada sedikit sombong, untuk menggoda sahabat yang memang lebih tua darinya.
"Geundae, apa kau akan langsung pulang?" Tanya Donghae sambil sesekali menatap sahabatnya.
"Molla. Apa ada hal lain yang bisa kita lakukan?" Jawab Kyuhyun sambil melebarkan kedua mata bulatnya ke arah Donghae.
"Hari ini eomma-ku sedang tidak enak badan, jadi aku harus mampir ke toko untuk menyampaikannya pada Jung ahjumma.." Selesai dengan ucapannya, Donghae terlihat murung.
"Jangan sedih, hyung. Aku temani ya? Bukankah kita teman? Apapun yang terjadi, kau bisa mengandalkanku.." Ujar Kyuhyun mantap. Donghae cukup tersentuh dengan ucapan sahabatnya itu. Ia pun membalas senyuman Kyuhyun dengan tulus.
"Hyung.." Panggil Kyuhyun di sela langkah mereka.
"Ne, waeyo?"
"Apakah kita masih bisa terus seperti ini saat sudah besar nanti?" Tanya Kyuhyun sambil menerawang menatap langit siang itu.
"Entahlah, Kyu. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi aku selalu berharap kita bisa terus bersahabat seperti ini.."
"Hyung.."
"Apa lagi?"
"Berjanjilah satu hal padaku"
"Apa itu?"
"Apapun yang terjadi, jangan pernah tinggalkan aku.. Kau satu-satunya teman terbaik yang pernah kumiliki, hyung.." Tegas Kyuhyun yang membuat Donghae kembali tersentuh dan tersenyum.
"Ne. Apapun yang terjadi, aku tak akan meninggalkanmu.. Aku janji." Balas Donghae mantap.
Mereka terus berjalan beriringan hingga akhirnya sampai pada sebuah toko buku -tempat eomma Donghae bekerja.
Donghae tidak berasal dari keluarga kaya. Appa-nya hanya seorang buruh pabrik, sedangkan eomma-nya seorang kasir di toko buku sederhana dekat rumahnya. Ia memiliki seorang adik perempuan yang masih kecil bernama Lee Miran. Berbanding terbalik dengan sahabatnya, Kyuhyun adalah anak tunggal dari sebuah keluarga kaya raya. Appa-nya adalah pemilik sebuah perusahaan tekstil ternama di Korea.
Pertemuan mereka yang menjadikan mereka sahabat baik hingga saat ini berawal ketika Kyuhyun yang berjalan sendirian sepulang sekolah, harus mengalami hal tidak mengenakkan yaitu dihadang 2 orang pria dewasa tak dikenal yang berniat jahat padanya.

*flashback*
Donghae yang berada tidak jauh dari lokasi, kebetulan melihat hal itu. Dengan cepat ia memutar otak untuk membantu Kyuhyun.
"Pak polisi, cepatlah kemari! Ada 2 orang jahat yang mengganggu anak sekolah di sini!" Teriak Donghae dari balik tempat persembunyiannya.
Kedua penjahat itupun terlihat panik dan kelabakan, takut jika saja polisi benar ada di sana. Namun salah satu dari mereka masih kekeuh menarik paksa Kyuhyun untuk ikut dengannya.
"Cepatlah pak polisi!! Di sini! Di sini!!" Teriak Donghae sekali lagi. Kedua penjahat itu semakin panik. Segera dilepaskannya Kyuhyun dan mereka lari menjauh.
"Gwenchana?" Tanya Donghae setelah berjalan mendekati Kyuhyun yang masih kelihatan panik. Donghae menepuk pundak Kyuhyun dan menatapnya lembut, agar Kyuhyun tidak menangis.
"Jangan takut. Lihat, 2 ahjussi tadi sudah pergi. Lain kali berhati-hatilah." Hibur Donghae.
"Gamsahamnida.." Balas Kyuhyun dengan suara bergetar. "Aku Cho Kyuhyun, dari kelas 3-A. Siapa namamu?"
"Lee Donghae, dari kelas 4-B. Jadi kau hoobae-ku? Salam kenal." Balas Donghae ramah.
*flashback end*

Sejak saat itulah mereka terbiasa untuk pulang bersama karena memang jarak antara rumah mereka dan sekolah tak begitu jauh. Kyuhyun sangat menyukai Donghae. Ia mempercayai dan menyayangi Donghae seperti kakak kandungnya sendiri.

"Jung ahjumma.." Sapa Donghae begitu memasuki toko buku tempat eomma-nya bekerja.
"Donghae-ah. Aigoo.. Apa yang membawamu kemari?" Tanya bibi pemilik toko itu ramah.
"Eomma-ku sedang sakit. Sepertinya tidak bisa masuk kerja hari ini."
"Ah, geuraeyo? Baiklah, tidak apa. Sampaikan padanya agar cepat sembuh. Aku akan mampir setelah tutup toko nanti."
"Ne, ahjumma. Gamsahamnida." Donghae kemudian pamit dan beranjak meninggalkan toko diikuti oleh Kyuhyun.
"Hyung, boleh aku ikut kerumahmu?" Tanya Kyuhyun yang menghentikan langkah Donghae. Donghae terdiam.
"Bolehkah aku kerumahmu? Hyung?" Tanya Kyuhyun lagi.
"Baiklah. Kajja.."
Kyuhyun tersenyum senang dan mereka berdua kembali berjalan bersama menuju rumah Donghae.
**

"Aku pulang.." Seru Donghae begitu memasuki rumah kecilnya.
"Oppa!" Seorang gadis kecil menghambur ke pelukan Donghae, diikuti seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Miran-ah, jangan begitu. Ada teman oppa di sini.." Donghae berusaha melepaskan pelukan adiknya, namun gadis kecil itu tampak tak menanggapinya.
"Hae-ah, sudah pulang? Siapa anak tampan yang bersamamu itu?" Tanya nyonya Lee yang melihat Kyuhyun berdiri tak jauh di belakang Donghae.
"Eomma, gwenchanayo? Bukankah eomma sedang sakit? Ah, ini temanku, Kyuhyun." Jawab Donghae setelah berhasil melepaskan pelukan Miran.
"Annyeonghaseyo. Cho Kyuhyun imnida." Ucap Kyuhyun sopan.
"Aigo, kau begitu menggemaskan. Masuklah. Hae-ah, kau juga cepat ganti bajumu dan kita makan siang bersama."
"Tapi eomma, bagaimana dengan keadaan eomma?" Tanya Donghae yang sarat akan kekuatiran.
"Eomma gwenchana. Hanya terlalu letih saja. Gokjonghajima.." Tak berniat menentang eomma-nya, Donghaepun menurut.

"Wah, bulgogi buatan ahjumma enak sekali!" Seru Kyuhyun bersemangat. Melihat Kyuhyun yang makan begitu bersemangat membuat Donghae kenyang.
"Oh jeongmalyo? Gomawoyo, Kyuhyun-ah." Timpal nyonya Lee dengan senyum lembutnya.
"Hae-ah, kau tidak makan?" Tanya nyonya Lee pada anak sulungnya begitu dilihatnya anak itu belum menyentuh makanannya sama sekali.
"Buat Kyuhyun saja. Aku belum begitu lapar." Jawab Donghae sambil menyodorkan makanannya pada Kyuhyun.
"Benarkah ini untukku, hyung?" Donghae hanya mengangguk sebagai balasan.
"Gomawo, hyung!" Pekik Kyuhyun sumringah dan langsung menyantap bulgogi pemberian Donghae.
**

Tanpa terasa hari semakin gelap. Tak lama lagi matahari akan segera tenggelam. Kyuhyun berniat pamit pada Donghae dan keluarganya. Tapi mengingat kejadian di masa lalu, membuat Donghae tidak tega membiarkan Kyuhyun pulang sendirian.

"Seharusnya kau tak perlu repot-repot mengantarku, hyung. Aku kan anak laki-laki. Aku juga harus bisa menjaga diri sendiri." Tukas Kyuhyun yang merasa sedikit keberatan dengan keputusan Donghae.
"Gwenchana. Aku hanya masih belum bisa percaya padamu. Bagaimana kalau penjahat yang berniat menculikmu itu datang lagi?" Balas Donghae.
"Sebegitu-besarnyakah kau mencemaskanku, hyung?" Donghae terdiam. Kyuhyun menganggap bahwa itu adalah jawaban 'iya'. Dengan cepat ia merangkul 'hyung'nya itu sambil tersenyum lebar.
"Hyung. Kau yang terbaik!" Ucapnya.
Menanggapi itu, Donghae hanya tersenyum.
"Hyung"
"Ne?"
"Apa cita-citamu kalau besar nanti?"
"Molla. Aku belum memikirkannya. Aku hanya akan hidup dengan benar seperti kedua orangtuaku. Bagaimana denganmu, Kyu?"
"Aku ingin menjadi sepertimu, hyung" jawaban Kyuhyun terdengar lucu bagi Donghae.
"Waeyo? Kenapa kau ingin menjadi sepertiku? Aku bahkan bukan siapa-siapa." Tanya Donghae penasaran.
"Aku ingin menjadi orang yang optimis, kuat, dan pemberani sepertimu." Donghae tertegun. Ia lalu menatap hoobae-nya itu dan mengacak rambutnya gemas.
"Kau bisa jadi apapun yang kau mau, Kyu. Bahkan lebih baik dari yang kau pikirkan saat ini. Kita sudah sampai. Cepatlah masuk." Ujar Donghae dengan senyum manisnya.
"Ne, hyung! Jeongmal gamsahamnida! Tapi apa kau tidak mau mampir dulu?"
"Ani. Lain kali saja. Kalau begitu selamat malam. Aku pergi."
"Hati-hati, hyung. Sampai bertemu di sekolah." Kyuhyun melambaikan tangannya sebelum Donghae berbalik dan meninggalkannya. Entah kenapa sesuatu mulai mengganggu pikirannya. Tapi ia memilih tak begitu memedulikannya dan masuk ke dalam rumah.
**

Di tengah perjalanannya pulang, Donghae merasa dadanya tiba-tiba sesak. Ia berhenti sejenak untuk menstabilkan detak jantungnya. Mungkin kelelahan, pikirnya. Ia memejamkan matanya, menghirup napas sebanyak-banyaknya lalu menghembuskannya perlahan. Ia kembali teringat perkataan Kyuhyun yang ingin menjadi seperti dirinya. Senyum tipis terukir dibibirnya. Setelah memikirkan itu, ia seolah mendapat kekuatan baru untuk melanjutkan perjalanannya ke rumah. Sedikit lagi, Lee Donghae. Bertahanlah. Ucapnya dalam hati.

Sesampainya di rumah, ia mendengar suara appa-nya dari dalam kamar. Sepertinya appa dan eomma-nya sedang terlibat dalam perbincangan serius.
"Hari ini aku dipecat dari pabrik." Ucap appa-nya terdengar begitu berat.
"Mworago? Wae? Wae geurae?" Balas nyonya Lee yang tak percaya dan menuntut penjelasan lebih.
"Terlalu banyak pegawai, hingga pabrik memutuskan untuk melakukan downsizing dengan memberhentikan pegawai yang dianggap tidak cukup mampu. Dan aku salah satunya. Mianhatta.." Jelas tuan Lee menyesal.
"Mianhae, karena aku belum bisa membahagiakanmu dan anak-anak. Mianhae, karena kau harus ikut susah payah bekerja.." Lanjutnya lagi.
"Anieyo. Ini sudah jalan kita. Kita tidak bisa menyerah begitu saja, yeobo. Asalkan kita berempat masih bisa berkumpul bersama, aku sudah bahagia.." Timpal nyonya Lee yang terkesan begitu tegar.
"Yeobo.. Kenapa ada darah dihidungmu?" Tuan Lee terkejut saat melihat darah segar keluar dari hidung istrinya. Donghae yang mendengarnya baru saja akan melangkah masuk ke dalam kamar orangtuanya untuk melihat keadaan eomma-nya. Namun niat itu terurungkan begitu eomma-nya kembali angkat bicara. "Ani, gwenchana. Ini karena aku kelelahan saja. Sudah malam, kau tidurlah.."
Donghae hanya bisa menangis mendengar percakapan kedua orangtuanya. Perasaannya tiba-tiba sesak dan tubuhnya lemas. Kadang ia merasa tidak adil dengan keadaan keluarganya yang begitu sulit. Tapi ia tidak pernah menyerah dan berusaha untuk tetap kuat.

Dikamarnya, Donghae melihat adiknya sudah tertidur. Ia pun berjalan dengan hati-hati ke arah meja belajarnya. Ia berjanji akan belajar giat dan mendapat hasil yang baik untuk membahagiakan orangtuanya.
"Oppa.." Panggil Miran dengan suara imutnya.
"Miran-ah. Kau belum tidur?"
"Oppa, apa yang oppa lakukan?"
"Belajar. Sudah, kau tidur saja. Sudah malam."
"Oppa.."
"Ada apa lagi?"
"Yang tadi datang bersama oppa itu siapa?"
"Dia temanku, Cho Kyuhyun. Memangnya kenapa?" Tanya Donghae penasaran.
"Dia sangat tampan, oppa. Seperti pangeran dalam negri dongeng."
"Kau itu.. Terlalu banyak membaca dongeng."
"Oppa.. Apakah suatu saat nanti kami bisa menikah?" Tanya Miran lagi yang membuat Donghae semakin heran.
"Yak, kau itu masih kecil. Tidak usah berpikir yang macam-macam. Dengar ya, kalau memang kalian nantinya berjodoh, pasti ia akan datang padamu dengan sendirinya tanpa kau harus memanggilnya.. Sudah sana cepat tidur." Tukas Donghae.
Mendengar itu Miran sedikit menyunggingkan senyumnya. Ia pun menuruti perintah oppa-nya itu untuk segera tidur.
**

Di sekolah, Donghae tak tenang. Ia terus terngiang ucapan orangtuanya. Hal itu membuat Lee Hyukjae, teman sebangku Donghae menjadi penasaran.
"Donghae-ah, apa yang kau pikirkan?"
"Bukan apa-apa kok. Hanya mengantuk."
"Benarkah? Apa kau yakin? Kita berteman sejak kelas 1, apa kau masih tidak percaya padaku?" Ujar Hyukjae lagi berusaha memancing. Donghae mendesah pelan sebelum akhirnya memutuskan untuk bercerita.
"Aku.. Apakah sebaiknya aku berhenti sekolah saja? Appa-ku dipecat dan eomma-ku sakit-sakitan. Aku satu-satunya harapan sebagai anak laki-laki. Kupikir akan lebih baik aku bekerja saja.." Tutur Donghae dengan mata berkaca-kaca. Hyukjae yang mendengar itu terkejut.
"Kau serius? Pikirkan ulang, Hae-ah. Kau anak yang pintar dan selalu ranking 1. Bagaimana juga denganku jika kau keluar?" Bujuk Hyukjae. Donghae berusaha mengalihkan pandangannya dan saat itu ia melihat Kyuhyun sudah berdiri di depan kelasnya dengan wajah sedih.
"Hyung.."
**

"Hyung, benarkah kau akan berhenti sekolah?" Tanya Kyuhyun sedih.
"Kupikir hanya ini satu-satunya jalan. Kau tahu kan, adikku Miran juga masih kecil. Aku ingin ia juga bisa sekolah." Jawab Donghae jujur.
"Hyung.. Kalau kau pergi bagaimana denganku?" Kyuhyun tidak ingin sunbae sekaligus sahabat terbaiknya pergi meninggalkannya.
"Bukankah kita berjanji untuk terus bersama, apapun yang terjadi?" Lanjut Kyuhyun.
"Jika kau diposisiku, apa yang akan kau lakukan?" Donghae balik menyerang Kyuhyun dengan pertanyaannya. Kyuhyun terdiam. Ia tak dapat membendung airmatanya lagi. Kyuhyun menunduk dan menangis.
"Mianhae, Kyu." Hanya itu yang bisa diucapkan Donghae sebelum ia pergi meninggalkan Kyuhyun di taman belakang sekolah. Tanpa mereka sadari, Hyukjae yang mendengar dan melihat semuanya di taman ikut merasa sedih.
**

Karena perbincangan mereka sebelumnya, Kyuhyun dan Donghae tidak lagi pulang bersama hari itu. Donghae merasa sangat bersalah pada Kyuhyun dan berpikir lebih baik menghindari Kyuhyun agar anak itu akan lebih mudah melupakannya. Tapi pemikiran Donghae salah. Kyuhyun masih terus dan tetap mengingat sosok 'hyung'nya itu dengan baik. Kyuhyun berusaha mencari jalan keluar agar Donghae tidak sampai berhenti dari sekolah.

"Appa.." Sapa Kyuhyun saat sudah berdiri di ambang pintu ruang kerja appa-nya.
"Ada apa, Hyun-ah? Appa sangat sibuk." Balas tuan Cho dari balik meja kerjanya sambil merapikan beberapa file.
"Appa, ada yang ingin kusampaikan.."
"Cepatlah, Hyun-ah. Setelah ini appa akan kedatangan tamu."
"Bisakah appa membantuku? Teman baikku sedang kesulitan, appa. Bisakah appa membantunya membiayai sekolahnya?" Pinta Kyuhyun.
"Kau berteman dengan orang miskin? Hyun-ah, appa bukan superhero yang bisa membantu semua orang. Kalau ada 100 orang sepertinya apakah kita juga harus membantu mereka?" Ujar tuan Cho terkesan dingin.
"Appa.."
"Dengar, Hyun-ah. Berhenti berteman dengan orang-orang miskin. Carilah teman yang juga sepertimu. Mereka (orang miskin) hanya akan memanfaatkanmu. Mereka hanya melihat latarbelakangmu dan memanfaatkanmu untuk keperluan mereka."
"Donghae hyung tidak seperti itu, appa. Ia bahkan pernah menolongku, selalu melindungiku, dan bahkan memberikan jatah makan siangnya untukku." Bela Kyuhyun.
"Itu hanya taktik mereka saja. Percayalah pada appa, hyun-ah. Carilah teman lain dan lupakan dia. Dia hanya akan menyusahkanmu saja. Setelah lulus dari sekolah dasarmu, appa akan mengirimmu untuk melanjutkan sekolah di inggris. Jadi belajarlah dengan baik!"
"Appa!" Kyuhyun terus merengek namun appa-nya tak memedulikannya dan meninggalkannya sendirian di ruangan itu. Kyuhyun sangat sedih dan membenci appa-nya yang tak pernah mengerti.
"Hyung, ottohke..?" Kyuhyun mulai menangis karena tak bisa membantu sahabat terbaiknya.
**

Dirumahnya, Donghae bermaksud mengutarakan pendapatnya tentang berhenti sekolah.
"Appa.."
"Ne, Hae-ah. Waeyo? Bagaimana sekolahmu hari ini? Gomawoyo karena kau sudah menjadi anak yang berbakti dan pintar. Appa harap kau bisa meneruskan sekolahmu sampai lulus. Kalau bukan kau, appa tidak tahu harus mengandalkan siapa lagi." Mendengar ucapan appa-nya, Donghae menelan kembali kalimat yang sudah ia susun dan mengurungkan niatnya untuk mengatakannya.
"Ne, appa. Algessumnida." Balas Donghae pasrah lalu masuk ke dalam kamarnya.

Di dalam kamarnya, ia masih bisa mendengar perbincangan antara appa dan eomma-nya.
"Apa yang kau katakan padanya? Donghae itu masih 11 tahun, tidak seharusnya kau berkata begitu. Ia bisa tertekan karena memikirkannya." Ujar nyonya Lee.
"Anieyo. Sudah seharusnya ia mengerti dengan situasi keluarga kita. Donghae harus lebih sukses dari aku. Apapun yang terjadi." Tukas tuan Lee tak acuh.
"Kau sebaiknya istirahat saja. Biar aku yang menggantikanmu menjadi kasir di toko Jung noona." Lanjut tuan Lee lagi kepada istrinya. Setelah itu, tuan Lee bangkit dari duduknya dan bersiap-siap untuk segera ke toko buku.
Nyonya Lee tidak bergeming. Ia masih pada posisinya di ruang itu hingga tuan Lee telah benar-benar pergi. Tiba-tiba tubuh nyonya Lee melemas dan bergetar dengan banyak keringat dingin yang keluar. Ia terbatuk-batuk hingga membuat Donghae harus keluar dari kamarnya. Miran yang sedang tidurpun harus terbangun dan hanya bisa menangis melihat keadaan eomma-nya.
"Eomma!" Pekiknya saat dilihatnya eomma-nya sudah tergeletak pingsan.
**

Keesokan harinya, Kyuhyun sama sekali tidak menemukan keberadaan Donghae. Ia sangat sedih dan berpikir bahwa 'hyung'nya itu telah benar-benar pergi.
"Chogio.." Sapa Kyuhyun pada teman sekelas Donghae yang kemarin juga ia lihat.
"Kau, bukankah kau hoobae yang biasa pulang bersama Donghae?" Tanya teman Donghae yang tak lain adalah Lee Hyukjae.
"Apa hyung tahu dimana Donghae hyung? Apa ia absen hari ini? Ia belum benar-benar pergi kan?" Kyuhyun menodong Hyukjae dengan serentetan pertanyaannya.
"Yak, bertanyalah satu-satu. Aku juga tidak tahu dimana dia sekarang. Aku harap ia baik-baik saja dan tidak jadi berhenti sekolah." Jawab Hyukjae seadanya.
"Kenapa kau begitu mencemaskannya?" Tanya Hyukjae yang tak bisa menahan rasa penasarannya.
"Karena aku sudah menganggapnya seperti hyungku sendiri. Aku tidak bisa tanpanya." Ujar Kyuhyun lemah dengan airmata yang sudah siap untuk jatuh kapan saja.
"Uljima. Anak laki-laki tidak boleh cengeng. Tenanglah. Akan kupastikan ia baik-baik saja." Ucap Hyukjae sambil menepuk pundak Kyuhyun mencoba memberi kekuatan.
**

Sepulang sekolah, Kyuhyun berencana untuk pergi ke rumah Donghae, untuk menanyakan alasan 'hyung'nya itu absen sekolah. Tadinya ia mengajak Hyukjae untuk ikut, tapi sayangnya Hyukjae ada kursus yang tidak bisa ditinggal. Sesampainya Kyuhyun di depan rumah Donghae, ia terkejut karena rumah itu tertutup rapat dan sepi. Tak ada tanda-tanda kehadiran penghuninya.
Tak menyerah, ia menanyakan keberadaan Donghae dan keluarganya dari tetangga sebelah rumah Donghae yang kebetulan sedang keluar membuang sampah.
"Ahjumma, apa kau tahu dimana pemilik rumah ini?" Tanya Kyuhyun sopan.
"Ah, kemarin petang mereka buru-buru ke rumah sakit setelah ambulans datang. Tapi kau siapa, nak? Apa ada sesuatu yang penting? Biar kusampaikan pada mereka saat aku menjenguknya nanti." Balas bibi itu tak kalah ramah.
"Tolong antarkan aku ke rumah sakit itu, ahjumma. Jebal!" Pinta Kyuhyun sungguh-sungguh.
Karena tak tega, bibi itupun dengan cepat bersiap dan mengantarkan Kyuhyun kecil ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Kyuhyun dan bibi itu bertemu dengan Donghae di depan kamar rawat nyonya Lee.
"Donghae-ssi, kenapa kau tidak menjaga ibumu di dalam nak?" Tanya bibi itu penuh kasih sayang. Donghae tampak kelelahan dan raut wajahnya penuh kekuatiran.
"Di dalam sudah ada appa dan Miran. Aku hanya lelah dan ingin sendiri." Balas Donghae dengan suara parau. Ia terkejut karena Kyuhyun juga ikut bersama bibi itu. Keduanya saling beradu tatap untuk beberapa saat sampai bibi itu memutuskan masuk ke dalam untuk melihat keadaan nyonya Lee.
"Hyung" sapa Kyuhyun.
"Kenapa kau kemari? Cepatlah pulang sebelum hari semakin gelap. Aku tidak bisa mengantarmu kali ini." Ucap Donghae.
"Hyung, apa yang terjadi? Apa karena ini kau absen? Kau tidak akan berhenti sekolah kan?"
"Kemarin, eomma tiba-tiba jatuh pingsan. Appa-ku dipecat dari tempatnya bekerja. Untuk sementara ini appa menggantikan eomma bekerja di toko buku. Kupikir penghasilan dari pekerjaan seorang kasir tidak akan cukup untuk menghidupi 4 orang. Aku harus membantu mereka bekerja dan menghasilkan uang. Adikku masih kecil, hanya aku satu-satunya orang yang bisa diandalkan. Kumohon kau mengerti, Kyu." Papar Donghae panjang lebar berharap Kyuhyun akan mengerti. Mendengar itu Kyuhyun lagi-lagi hanya bisa menangis.
"Hyung.. Jangan pergi.. Aku tidak bisa kalau kau tidak ada.. Kita sudah berjanji-"

PLAK!

Tanpa sengaja tangan Donghae telah melayangkan sebuah tamparan yang cukup keras di pipi Kyuhyun, membuat anak itu terdiam dan tak percaya.
"Berhenti menangis! Aku benci melihatnya. Bukankah kau pernah bilang ingin menjadi sepertiku? Aku tak pernah menangis. Kau laki-laki, Kyu. Kau pasti bisa menjaga dirimu sendiri. Kalaupun kita tetap bersama, aku juga tak yakin bisa menjagamu selamanya." Ucap Donghae dengan mata berkaca-kaca. Ia mengepalkan tangannya yang baru saja menampar Kyuhyun, sahabatnya selama ini. Ia merasa bodoh, menyesal, dan sangat bersalah. Ia terpaksa melakukan itu.
Kyuhyun masih terdiam, menunduk sembari memegangi pipinya yang sakit.
"Mianhae.." Sesal Donghae.
"Aku yang salah. Aku begitu lemah. Hanya bergantung padamu setiap saat. Mianhae, hyung. Aku berjanji, setelah ini, apapun yang terjadi, aku takkan menangis lagi." Ujar Kyuhyun yang kini sudah mengangkat wajahnya dan menatap 'hyung'nya. Donghae mendekati anak itu lalu memeluknya.
"Meskipun aku berhenti sekolah, kita masih bisa berteman. Bermain bersama. Datanglah kapanpun kau mau, Kyu. Rumahku selalu terbuka untukmu." Kata Donghae sembari memeluk erat sahabat kecilnya itu.
"Sudah malam, kau cepatlah pulang." Tak lama setelah Donghae mengatakan itu, bibi yang tadi datang bersama Kyuhyun tiba-tiba keluar dari kamar rawat nyonya Lee dengan panik.
"Donghae-ssi, ibumu nak! Ibumu!" Pekik bibi itu dengan raut wajah tak tenang.
Donghae cukup terperanjat mendengarnya. Dengan cepat ia masuk ke dalam kamar rawat eomma-nya. Di dalam terlihat appa-nya masih setia menggenggam tangan eomma-nya sedangkan Miran hanya terisak mengetahui kondisi eomma-nya yang semakin tak stabil.
"Permisi, biarkan kami masuk untuk memeriksa keadaannya. Lebih baik kalian semua menunggu di luar." Ujar salah satu dokter yang sudah tiba di kamar rawat nyonya Lee. Donghae terdiam dalam panik yang dirasakannya. Setelah mendengar perintah dari dokter itu ia menggandeng tangan Miran untuk ikut keluar bersamanya, di susul dengan appa-nya.
Hanya memakan waktu beberapa menit para dokter itupun keluar.
"Bagaimana keadaannya uisanim?" Tanya tuan Lee tak sabar.
"Apakah anda tuan Lee? Saya Park Jungsoo. Lebih baik tuan Lee ikut ke ruangan saya." Ujar salah satu dokter itu kepada tuan Lee. Tuan Lee pun menurut dan mengikuti dokter bermarga Park itu menuju ruangannya.

Donghae, Miran, dan Kyuhyun masih tak bergeming ditempatnya. Melihat keadaan itu Kyuhyun begitu prihatin dan sedih. Seandainya appa-nya mau membantu keluarga Donghae, pikirnya. Bibi yang tadi datang bersama Kyuhyun akhirnya memecah keheningan di antara mereka.
"Sudah malam, sepertinya ahjumma harus kembali sekarang." Tutur bibi itu pada Donghae.
"Kuatlah, Hae-ssi. Jaga adikmu. Kudoakan supaya ibumu cepat sembuh." Lanjutnya.
Donghae hanya bisa mengangguk, lalu ia teringat Kyuhyun.
"Min ahjumma, bisakah ahjumma sekalian mengantar Kyuhyun pulang? Sudah malam, kasihan dia kalau pulang sendirian." Pinta Donghae. Bibi itupun menyanggupi.
Sebelum benar-benar pergi, Kyuhyun mendekati Donghae dan memberikan sesuatu.
"Hyung, ini untukmu. Pakailah kemanapun kau pergi, supaya dimanapun kau berada kau selalu ingat padaku dan percaya bahwa aku selalu ada untukmu." Kata Kyuhyun sembari melepas salah satu gelang tali yang ada ditangannya dan memberikannya pada Donghae.
"Aku pulang dulu, hyung. Besok aku akan datang lagi. Miran-ssi, jangan menangis lagi. Hibur oppa mu. Sampai jumpa!" Lanjut Kyuhyun lagi kemudian melambaikan tangannya ke arah Donghae dan Miran, sambil mengikuti bibi baik hati yang akan mengantarnya.
Donghae membalas lambaian tangan itu setelah sebelumnya mengucapkan terimakasih atas gelang pemberian Kyuhyun. Sedangkan Miran masih menatap punggung Kyuhyun yang semakin menjauh dengan tatapan tak percaya. "Oppa, apakah barusan ia menyebut namaku?" Ucap Miran tak percaya.
Donghae hanya tersenyum sambil mengusap lembut rambut adiknya itu.
**

Di ruangan dokter Park, tuan Lee begitu gugup menantikan info seputar keadaan istrinya.
"Jwosonghamnida, tuan Lee. Saya mengajak anda kemari karena tidak enak jika anak-anak anda sampai tahu mengenai kondisi ibunya yang sebenarnya." Ujar dokter Park memulai percakapan.
"Sebenarnya ada apa, uisanim? Apakah sesuatu yang benar-benar buruk?"
"Maafkan saya. Istri anda menderita sakit kanker paru-paru. Dilihat dari kondisinya, sakit itu sudah cukup lama ia derita. Sel kanker bahkan sudah menyebar hampir ke seluruh organ lainnya. Kemungkinan sembuh sangatlah kecil, tuan Lee." Jelas dokter Park. Tuan Lee yang mendengar itu langsung terjatuh. Kakinya mendadak lemas, tak mampu menopang tubuhnya yang sudah bergetar hebat.
"Tuan Lee! Gwenchanayo? Kuatlah. Kita hanya bisa berdoa dan berharap keajaiban itu ada." Ucap dokter Park berusaha menguatkan.
**

Dirumahnya, Kyuhyun begitu terkejut saat appa-nya tiba-tiba memarahinya karena pulang terlambat. Biasanya appa-nya tak begitu peduli pada apapun yang Kyuhyun lakukan karena terlalu sibuk dengan bisnisnya.
"Kenapa kau selalu pulang terlambat? Apa kau bertemu dengan teman miskinmu itu lagi?!" Tanya tuan Cho dengan nada tinggi.
"A-appa.. Waeyo appa? Donghae hyung teman baikku.. Ibunya masuk rumah sakit dan aku-"
"Appa tak mau dengar alasan apapun! Berhenti menemui anak itu! Mulai besok kau berangkat dan pulang sekolah dengan supir!" Sambar tuan Cho sebelum Kyuhyun menyelesaikan kalimatnya.
"Tapi appa-"
"Jangan membantah lagi dan masuk kamarmu!"
Kyuhyun sangat sedih. Ia berjalan masuk ke dalam kamarnya dengan marah. Di dalam kamar, ia melempari semua mainannya dan membuatnya berserakan. Ia meluapkan kekesalannya dengan berteriak dan menangis sejadinya. Ia sangat membenci appa-nya.
Ia melihat gelang tali yang terpasang di salah satu pergelangan tangannya dan teringat akan 'hyung'nya. Ia sudah berjanji akan datang lagi ke rumah sakit besok. Bagaimana ia bisa pergi ke sana kalau ia harus pulang dan pergi bersama supir appa-nya?
**TBC**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar