Rabu, 05 Juni 2013

Begin Again



 

Author             : Kxanoppa
Title                 : Begin Again
Genre               : Romance
Tags                 :
-          Yesung
-          Choi Siwon
-          Kwon Jihye (OC)
-          Kwon Wooji (OC)
Rating              : PG-15
Length             : One Shot
Author’s Note  : semoga kalian suka ya sama ceritanya. Ini murni hasil imajinasi dan pengembangan kreativitasku sendiri, mian kalo ada typo ya :D jangan lupa comment-nya juga XD enjoy reading guys! (sebelumnya udah pernah dipublish di http://superjuniorff2010.wordpress.com/2013/03/22/begin-again/)

SCENE :
Aku melahap dak gung jang buatan istriku dengan lahap. Saat-saat makan malam seperti inilah yang selalu kunantikan setiap harinya. Saat dimana kami bisa duduk bersama dan saling mengobrol tentang kegiatan masing-masing, setelah terpisah seharian karena kesibukan dan  pekerjaan kami. Tapi kenikmatan itu seakan terhenti begitu kalimat itu kembali terucap dari bibir mungilnya, setelah selama ini aku berusaha untuk tidak lagi memikirkannya.
“jika saja kita sudah mempunyai anak.. pasti akan terasa lebih baik.. bukankah begitu? Aku hanya tidak bisa berhenti memikirkannya..” tuturnya dengan senyum tawar, sambil terus memandangi makanan yang ada dihadapannya. Mendengar itu nafsu makanku langsung hilang. Aku meletakkan sendok yang tadinya kugunakan, lalu meneguk air minum yang ada di samping mangkuk nasiku cepat. Keheningan sempat terjadi di antara kami. Begitu mencekik.
Jika harus memikirkan itu lagi, aku jadi teringat perbincanganku dengan ibuku beberapa waktu yang lalu.
Flashback :
“sudah 3 tahun..” ucap wanita paruh baya yang biasa kupanggil ‘Eomma’ itu serius.
“ne?” aku yang tidak menangkap maksud kata-katanya otomatis merasa bingung dan heran.
“sepertinya perceraian adalah satu-satunya jalan yang terbaik” lanjut ibuku lagi menjelaskan maksud perkataannya. Aku begitu tertegun mendengar hal itu. sekejap saja, hal itu mampu membuat dadaku terasa sakit mendadak.
“apa maksud Eomma? Eomma ingin aku menceraikan Jihye?”
“mianhaeyo, Yesung-ah. Tapi itu untuk kebaikan kita bersama..” terangnya lagi yang membuat dadaku semakin sesak saja.
“bagaimana bisa itu untuk kebaikan bersama?” kali ini aku bertanya dengan intonasi yang lebih tinggi dari sebelumnya.
“Yesung-ah.. ayahmu sedang sekarat. Apa kau tidak tahu betapa ia ingin bisa melihat cucunya darimu?”
Ya, ayahku memang sedang terbaring di rumah sakit karena sakit keras yang dideritanya. Aku tidak bermaksud mengabaikan dirinya dan juga permintaannya. Hanya saja, ini adalah pilihan yang sangat sulit bagiku. Aku tidak mampu berkata-kata lagi setelah ibuku mulai melibatkan ayah dalam masalah ini.
Flashback end
Memikirkan hal itu membuat dadaku sesak. Apa yang harus aku lakukan sekarang? aku meraih tangannya dan menggenggamnya erat. Sedetik kemudian mata kami saling beradu. Aku sangat mencintai wanita yang ada dihadapanku ini. bagaimana mungkin aku bisa melepaskannya..?
****
pagi ini aku bangun terlambat sehingga harus terburu-buru bersiap untuk pergi ke kantor.
“mian, sepertinya aku tidak akan sempat sarapan di rumah. Sudah terlambat. Sampai nanti!” ujarku cepat kemudian mencium dahinya sebelum aku benar-benar pergi.
Di kantor aku begitu sibuk seharian. Membuatku lupa bahwa aku belum makan dari pagi. Aku berniat menghubungi istriku untuk mengajaknya makan siang bersama pada jam istirahat, mengingat dia sedang libur hari ini. Tapi aku harus mengurungkan niat itu begitu aku sadar bahwa aku meninggalkan ponselku di rumah karena berangkat terburu-buru. Akhirnya aku terpaksa makan siang bersama rekan-rekan kerjaku saat itu. setelah jam istirahat, aku memutuskan untuk langsung menyelesaikan segala urusanku di kantor dengan cepat agar aku bisa segera kembali ke rumah. Kasihan kalau dia harus menunggu di rumah sendirian.
****
“Cklek..” aku membuka kenop pintu pelan dan segera masuk. Hatiku sangat lega begitu mendapati dirinya sedang duduk di ruang tengah sambil menonton tv.
“kau sudah pulang?” tanyanya datar tanpa mengalihkan pandangannya dari tv, membuatku sedikit merasa aneh dengan sikapnya itu.
“ne.. mian karena pulang terlambat..” balasku kemudian ikut duduk tepat di sebelahnya.
“sepertinya kau meninggalkan sesuatu hari ini..” tuturnya lagi sambil memberikan ponsel padaku.
“ah ne. Aku begitu ceroboh..” jawabku seraya tertawa kecil. Tapi itu tidak membuatnya bergeming sedikitpun. Ada apa dengannya? Apa aku melakukan kesalahan? Aku benar-benar tidak tahu apa penyebabnya sampai akhirnya dia kembali mengeluarkan suara.
“kita… bercerai saja..” perkataannya yang begitu tiba-tiba membuat tenggorokanku tercekat dan membuatku bahkan sulit untuk mengatur napas.
 “setelah kupikirkan.. sepertinya memang itu yang terbaik untuk kita..” lanjutnya lagi.
Flashback :
“aku rasa aku tidak sempat sarapan di rumah. Sudah terlambat. Sampai nanti!” Yesung yang terburu-buru langsung pergi tanpa menyadari ponselnya yang tertinggal. Jihye yang memang sedang libur kerja hari itu menemukan ponsel Yesung yang tergeletak di atas tempat tidur ketika ia hendak membereskannya. Jihye baru saja akan memindahkan ponsel itu ke tempat yang lebih tepat yaitu meja kerja Yesung, tapi niatnya itu terurungkan ketika ponsel itu tiba-tiba berdering tanda telepon masuk. Karena nama penelepon yang bertuliskan “Eomma” itu tercetak jelas di layarnya, tanpa ragu Jihye langsung mengangkatnya.
“Oh, Yesung-ah? Eomma menelpon untuk menanyakan masalah perceraianmu. Kapan kau akan benar-benar mengajukan cerai pada istrimu? Dengar, Eomma sudah menemukan wanita pengganti yang lebih baik darinya. Sebaiknya kau segera memutuskan supaya kau bisa segera bertemu dengan calon istri barumu. Araji? Baiklah sepertinya kau sibuk. Nanti Eomma akan meneleponmu lagi..”
Belum sempat Jihye membuka mulutnya, ibu Yesung langsung mematikan sambungan telepon begitu dirinya selesai bicara. Tangan Jihye seketika bergetar mendengar perkataan ibu mertuanya itu. “perceraian? Wanita pengganti? Apa maksudnya?” ucap Jihye pada dirinya sendiri, dengan ponsel yang masih ada dalam genggamannya.
Flashback end
****
aku terkejut mendengarnya. Bagaimana mungkin dia bisa berpikiran untuk bercerai? Apa dia sudah mengetahui semuanya? dengan penuh penyesalan dan rasa bersalah aku memberanikan diri untuk menatapnya. Tidak lama, sampai akhirnya aku memutuskan untuk memeluknya. Tidak ada diantara kami yang melanjutkan pembicaraan selama aku memeluknya. Keheningan itu kembali mencekik. Dadaku sesak setengah mati dan aku yakin dia juga merasakan hal yang sama. Aku bisa merasakan tubuhnya yang mulai bergetar. Dia menangis. Mengetahui hal itu membuatku sulit untuk tidak menangis juga. Aku tidak bisa mengendalikan diriku. Pikiranku benar-benar kalut. Jika saja aku bisa terus memeluknya seperti ini.
****
Jihye tetap teguh pada pendiriannya. Entah apa yang sebenarnya terjadi hingga membuatnya ingin bercerai. Tunggu. Kenapa aku tidak memikirkannya sejak awal? Betapa bodohnya aku ini. aku segera mengeluarkan ponsel yang kusimpan dalam saku celanaku. Dengan cepat aku memeriksa panggilan masuk dan benar saja, aku menemukan nama “Eomma” yang tertera di sana. Dilihat dari waktu meneleponnya, ini jelas penyebab perubahan sikap Jihye semalam. Aku benar-benar menyesal. Jika saja aku tidak meninggalkan ponselku kala itu, pasti tidak akan berakhir seperti ini. tanpa pikir panjang aku langsung bergegas menemui Jihye, tidak peduli jika saat itu adalah saat untukku yang masih harus bekerja. Aku mengemudikan mobilku cepat menuju kantor berita Yonhap, tempat Jihye bekerja.
“apa kau tahu dimana Kwon Jihye?” tanyaku pada salah satu staff yang bertugas begitu aku sampai di sana. Staff itu segera memberitahu keberadaan Jihye padaku, membuatku langsung berlari ke arah wanita yang sangat kucintai itu. dia tampak terkejut melihatku datang dengan tiba-tiba tanpa memberi kabar. Aku tidak peduli dan tidak menghiraukan perkataannya. Aku menarik tangannya untuk ikut denganku saat itu juga.
“lepaskan aku! apa yang kau lakukan? Kau tahu aku sedang bekerja!” pekiknya seraya berusaha melepaskan tangannya dari genggamanku.
“aku tidak akan melepaskannya sampai kau mau mendengarku..” ucapku begitu saja dengan masih mempertahankan genggamanku padanya. Tapi tanpa kusadari genggamanku semakin kuat, membuatnya merintih kesakitan dan itu mengejutkanku. Kenapa aku jadi seperti ini?
“mianhae..” aku mulai melonggarkan genggamanku dan perlahan melepaskannya. Aku mengalihkan pandanganku darinya untuk sesaat, karena aku merasa sangat bersalah.
“ada apa? kenapa kau bersikap seperti itu?” tanyanya dengan tatapan lurus yang tertuju padaku. Membuatku semakin enggan untuk balik menatapnya.
“aku bersalah padamu. kau pasti sudah tahu semuanya dari ibuku sehingga kau memutuskan untuk bercerai. Bukankah begitu? Bagaimanapun, aku tidak akan melepaskanmu.” Tuturku panjang lebar kemudian memberanikan diriku untuk menatapnya, berharap dia bisa mengerti.
“aniyo. Memang benar ibumu secara tidak sengaja mengatakan itu padaku melalui ponselmu. Tapi permintaanku untuk bercerai darimu juga adalah keinginanku sendiri.” balasnya yang terkesan cukup dingin bagiku. Begitu menusuk perasaanku. Meskipun begitu, aku bisa melihat dari matanya bahwa itu bukanlah keinginannya. Aku yakin dia juga tersiksa karena hal ini. Jihye, jujurlah padaku.
“geumanhae. Aku tahu itu bukan keinginanmu jadi hentikan semua ini. mari kita berjuang demi hubungan kita. Aku sangat mencintaimu Jihye, dan aku tahu kau juga mencintaiku.. jadi..---“
“kau salah. Aku tidak lagi mencintaimu. Jadi lebih baik kita bercerai saja dan kau bisa menemukan wanita yang lebih baik dariku. Wanita yang bisa membahagiakanmu.” Sahutnya yang langsung memotong perkataanku begitu saja. Membuatku sungguh tidak percaya dengan apa yang diucapkannya. Hatiku sakit mendengar pengakuannya bahwa dia tidak mencintaiku. Tidak mungkin. Aku bisa melihat itu dari sorot matanya.
“Jihye-ya.. aku pikir kau lelah. Sebaiknya kau pulang dan beristirahat. Mari kita bicarakan ini lagi setelah kau tenang.” Balasku kemudian berniat kembali meraih tangannya untuk bisa ku antar pulang.
“kau masih tidak percaya? Aku baik-baik saja. Aku tidak lelah dan aku serius dengan ucapanku. Kalau kau masih tidak percaya, geurae, aku akan segera mengurus perceraian kita siang ini juga..” ujarnya seraya menampik tanganku.
“baik kalau begitu. Lakukan seperti yang kau inginkan..” kata-kata itu terucap begitu saja dari mulutku. Membuatku merinding sendiri begitu menyadarinya. Apa yang baru saja kukatakan padanya? Apakah aku akan benar-benar menyetujui perceraian ini? tapi apa yang bisa aku lakukan? Jihye yang baru saja hendak kembali masuk ke dalam kantornya, tiba-tiba menghentikan langkahnya. Entah apa yang dipikirkannya setelah mendengar ucapanku itu. Ada apa denganmu Jihye? Apa kau benar-benar sudah tidak mencintaiku lagi? Hatiku sakit sekali. Ingin sekali aku berlari mengejarmu dan memelukmu. Apapun yang terjadi aku tidak akan melepaskanmu. Meski kita tetap harus melalui perceraian ini, aku yakin suatu saat waktu akan mempertemukan kita kembali. Aku yakin kau juga sangat mencintaiku. Jangan bohongi perasaanmu. Jaga dirimu sampai saat kita bisa bersama lagi.. Kwon Jihye…
****
Waktu terus bergulir tanpa peduli sedikitpun pada apa yang kau alami. Saat kebahagiaan datang, waktu yang berjalan begitu cepat akan menimbulkan kecemasan dan rasa sakit tersendiri karena kita harus mengalami momen bahagia itu dengan singkat. Saat kesedihan datang, waktu yang berjalan cepat justru sangat membantu. Tentu jika kita tahu bahwa yang selanjutnya akan ada kebahagiaan. Tapi bagaimana jika seiring waktu kesedihan itu tak kunjung lenyap? Atau kebahagiaan itu tak kunjung menyela? Seperti yang aku alami dan rasakan meski bertahun-tahun telah terlewati. Aku dan Jihye telah resmi bercerai sehari setelah perbincangan singkat kami di depan kantor berita Yonhap 6 tahun yang lalu. Dan itu masih terekam jelas dalam ingatanku. Aku tidak bisa mengungkapkan betapa aku merindukan kehadirannya dalam hidupku. Setiap waktu, setiap hari, aku selalu memikirkannya. Apakah dia baik-baik saja? Dimana dia tinggal sekarang? apakah dia menikah lagi? Hal-hal semacam itu terus terbersit dalam otakku. Aku tidak bisa mengendalikannya berapa kalipun aku mencoba melenyapkannya. Membuatku semakin risau dan selalu gelisah. Aku tidak bisa hidup dengan tenang.
“oh, wasseo?” sapa ayah yang melihatku memasuki kamarnya.
“ne, abeoji.. bagaimana keadaanmu hari ini?” tanyaku setelah benar-benar menghampirinya yang masih terbaring di tempat tidur. Keadaan ayahku semakin membaik. Prediksi para dokter yang menyatakan bahwa ayahku hanya akan mampu bertahan beberapa bulan saja ternyata salah. Keajaiban itu terasa begitu nyata melihat ayahku yang berangsur-angsur membaik. Bahkan, dokter Jang, dokter yang menangani ayahku mengatakan bahwa ayahku akan bisa pulih meski harus menggunakan kursi roda. Tapi ini cukup membuatku merasa lega.
“hari ini aku merasa baik.. tapi bukankah ini jam kerja? Bagaimana kau bisa kemari?”
“aku ijin hari ini. aku mengatakan kalau aku sedang tidak enak badan..” jawabku seadanya.
“apa yang terjadi? Kau sungguh sakit? Istirahatlah..”
Aku tidak merespon ucapan ayah, justru hanyut dalam lamunanku sendiri. Membuat ayahku bingung dan kembali angkat bicara.
“mianhaeyo, Yesung-ah.. karena aku kau jadi seperti ini..” tutur ayah yang membuatku begitu tertegun mendengarnya.
“animnida, abeoji. Bagaimana kau bisa berkata seperti itu? aku tidak pernah mempersalahkanmu atas apapun..” balasku cepat.
“aku yang membuatmu harus bercerai dengan istrimu.. tidak seharusnya aku mengatakan bahwa aku ingin segera punya cucu waktu itu. seharusnya aku bisa lebih mengerti keadaanmu.. karena aku, kau tampak tidak bahagia lagi.. jalmothaesseo, Yesung-ah.. mianhae..” sambungnya lagi dengan penuh penyesalan, membuatku sedih dan begitu terpukul dengan penjelasannya.
“ani, aku yang seharusnya mengerti keadaan abeoji.. sudahlah, abeoji.. tidak perlu dipikirkan.. cepatlah sembuh dan aku akan sangat bahagia..” ujarku berusaha mengalihkan pembicaraan walaupun sebenarnya hatiku sempat sakit karena ayah kembali mengingatkanku akan Jihye.
****
Aku mengabaikan permintaan ibu untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Lagipula, keadaan ayah sudah tidak mendesakku untuk segera menikah lagi dan memiliki anak. Tidak ada alasan untukku buru-buru menikah lagi. Dalam keadaan seperti ini tidak mungkin aku bisa dengan mudah menikah lagi dengan wanita lain, yang bahkan tidak aku cintai. Hidupku benar-benar berantakan pasca perceraian itu. aku sering membolos kerja dengan berbagai alasan yang kubuat. Mengalihkan perhatianku dengan menyibukkan diri di bar dan minum sampai mabuk. Berhenti menghasilkan uang tetapi justru menghabiskannya untuk hal seperti ini. Biar saja. Selama ini bisa membuatku merasa lebih baik. Aku benar-benar kehilangan akal dan semua ini karena wanita itu. meski kerinduan ini begitu membunuhku, aku terus berusaha untuk tidak menghubunginya atau mencarinya. Aku takut kalau harus menemuinya lagi, aku akan semakin sakit jika kenyataannya kami tidak bisa lagi bersama. Lagipula sudah 6 tahun. Dia pasti sudah menemukan pria baru yang bisa membuatnya bahagia. Ya, pasti seperti itu. Tidak lama setelah aku memikirkan hal itu, aku dikejutkan oleh kedatangan seorang wanita yang kini telah duduk di sampingku, di bar tempatku minum malam itu.
“Ji… Jihye? Jihye-ya.. ini aku.. Yesung.. kau ingat aku? Jihye-ya..” seruku tanpa pikir panjang sambil terus menggenggam tangannya.
“Yak! Nuguya?! Lepaskan aku!” pekiknya berusaha melepaskan genggamanku. Aku tidak memedulikannya dan terus memanggilnya. Tiba-tiba seseorang lain datang dan menarik kerah bajuku hingga aku harus merasakan hantaman yang cukup keras mengenai wajahku. Kepalaku terasa berat dan pusing. Aku tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi. Pikiranku terus dibutakan oleh Jihye. Aku berusaha bangkit untuk menemukan Jihye kembali dan membawanya bersamaku. Sebelum aku bisa melakukannya, hantaman itu kembali menyerangku, hanya saja kali ini di perutku. Membuatku sulit bernapas dan tidak bisa bergerak. Aku merintih menahan rasa sakit yang sangat di sekujur tubuhku. Aku berusaha meraih kaki kursi terdekat untuk bisa bangkit, tapi sesuatu mencekikku dan menggagalkan rencanaku. Aku mulai bisa merasakannya. Sesuatu yang mencekik itu tidak lain adalah sebuah sepatu. Aku menengadahkan kepalaku berusaha untuk melihat lebih jelas. Seorang pria tengah menjejakkan salah satu kakinya di dadaku, membuatku sulit bernapas. Disampingnya aku bisa melihat seorang wanita yang tampak panic seperti takut melihatku. Memangnya apa yang sudah kulakukan? Aku tidak mengerti. Aku pikir aku sudah sangat mabuk saat itu hingga membuatku mengira bahwa wanita itu adalah Jihye. Beruntung seorang barista datang dan memisahkan kami. Aku kira aku akan benar-benar mati. Setelah mengatahui kejadian yang sebenarnya dari beberapa orang yang berada di sana, aku segera meminta maaf pada pasangan itu. aku tidak mengira akan sefatal ini. Tuhan, apa yang terjadi padaku? Kenapa aku harus menjadi seperti ini?
****
Hari ini adalah hari pertama di bulan desember. Itu berarti tidak lama lagi salju akan segera turun. Suhu udara di Seoul sudah menurun drastis, membuatku harus memakai pakaian yang lebih tebal dari sebelumnya. Setelah kejadian di bar malam itu, aku berniat untuk menghentikan kebiasaan minumku. Aku masih bisa merasakan sakit memar dari sudut bibir dan juga perutku yang menjadi korban pukulan malam itu. bahkan memar itu masih meninggalkan bekas yang sangat kasat mata, membuatku bahkan harus memakai syal untuk menyembunyikannya dari orang-orang, terutama rekan kerjaku di kantor.
Suasana menyambut natal sudah bisa kurasakan hampir di seluruh kota. Sangat menyenangkan, menenangkan, dan juga begitu damai. Tiba-tiba saja bayangan Jihye kembali muncul dalam pikiranku. Membuat suasana hatiku seketika berubah, dan segala pemikiranku tentang keindahan natal seketika lenyap. Kenapa kau harus muncul lagi dalam pikiranku? Aku menghela napas sejenak sebelum kembali melanjutkan langkahku di sepanjang pertokoan di tengah kota yang dipadati warga itu. Namun langkahku harus terhenti begitu perhatianku tertuju pada seorang anak laki-laki yang berdiri di depan sebuah toko mainan, melihat mainan yang terpajang di etalase dengan penuh harap. Entah apa yang ada dalam pikiranku saat itu hingga membuatku harus menghampirinya.
“Kenapa kau sendirian di sini? Apa yang kau lakukan, pria kecil?” sapaku setelah berdiri sejajar dengannya menghadap ke toko mainan itu. anak itu tidak menjawab. Hanya menoleh sebentar untuk melihatku kemudian kembali menatap mainan yang ada di dalam toko. Membuatku semakin gemas.
“hei, kenapa kau tidak menjawabku?” tanyaku pura-pura kesal.
“aku tidak boleh bicara dengan orang asing..” jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.
“mwo? Apakah ibumu yang mengatakannya? Hei, apa aku tampak seperti orang jahat?” kali ini aku benar-benar kesal dibuatnya.
“kalau ahjussi membelikanku mainan itu, aku baru akan bersikap baik..” perintah anak itu penuh lagak. Membuatku semakin gemas, kesal, sekaligus ingin menculiknya.
“mwo? Anak nakal ini… haishh.. dia pikir dia siapa?” cibirku tak percaya dengan sikapnya yang sombong.
“apakah ahjussi baru saja mengataiku? Kau mau kulaporkan pada ibuku?!” ancam anak itu dengan ekspresi kesal sambil berkacak pinggang di hadapanku. Bagiku itu sama sekali tidak menakutkan, tetapi justru menggelikan. Tapi sepertinya anak itu tahu kalau aku sedang berusaha menahan tawa karena tingkahnya. Ia tampak menggembungkan pipinya dengan masih berkacak pinggang. Lucu sekali.
“yak, bagaimana kau bisa bertingkah sepintar ini di usia yang masih sangat muda? Apa ibumu juga yang mengajarimu?” kataku sambil mengacak gemas rambutnya. Awalnya kupikir itu bisa merubah moodnya, tapi aku salah. Dia menendang tulang keringku dan membuatku melompat kesakitan.
“YAK!!” pekikku sambil memegangi kaki-ku yang baru saja ditendangnya.
“apakah sesakit itu? omo.. mian ahjussi. Tapi kenapa ahjussi lemah sekali huh?” ucapnya yang tampak merasa bersalah kemudian merendahkanku beberapa detik berikutnya.
“aisshhh.. jinjja…” selorohku yang masih mengusap kaki. Maklum, itu memang sangat menyakitkan. Tapi semakin kulihat anak itu aku merasakan sesuatu yang berbeda. Wajahnya mengingatkanku akan seseorang yang tidak bisa kujelaskan. Sikapnya mengingatkanku akan diriku sendiri saat aku masih seusianya. Apakah ada kebetulan yang seperti ini? entahlah.
“ahjussi, aku ingin mainan itu. bisakah aku pinjam uangmu… jebal..” pintanya dengan tatapan aegyo yang membuatku sulit untuk menolaknya.
“kau ini.. sudah menendangku masih berani pinjam uang seenaknya.. memangnya dimana ibumu?”
“itu tadi tendangan perkenalan kita. Setelah kupikir lagi, ahjussi ternyata bukan orang jahat. Jadi belikan aku itu ya???” pinta anak itu sekali lagi memohon agar aku tersentuh dengan aegyo-nya itu.
“tch.. arasseo arasseo.. tapi kau belum menjawab dimana ibumu..”
“jinjjayo ahjussi? Ah joh-tta!! Gomawoyo ahjussi.. ah sepertinya aku terpisah dengan ibuku. Tapi itu tidak masalah selama aku bisa dapat mainan itu. kaja ahjussi!” anak itu mulai menarik tanganku untuk segera masuk ke dalam toko. Hampir semua pengunjung di sana menyangka kami ayah dan anak. Membuatku tampak kikuk sedangkan anak itu masih terus menarik tanganku dengan santainya.
“aigooo.. betapa cute mereka berdua itu.. ayah yang tampan dan anak laki-laki yang sangat lucu..”
“aku sangat penasaran seperti apa ibunya..”
“pasti ibunya juga adalah wanita yang sangat cantik..”
Begitulah desas-desus pengunjung yang melihat dan menyangka kami ayah dan anak sungguhan.
****
“gomawo ahjussi! Akhirnya aku bisa punya mainan ini..” seru bocah itu penuh semangat sambil terus meemperhatikan mainan yang kini sudah ada dalam pelukannya.
“bukankah kau bilang kau hanya pinjam uangku? Aku akan tunggu sampai kau mengembalikannya kembali..”
“mwo? Ahjussi, kau tega menagih uang pada anak kecil sepertiku?” pekik anak itu dengan volume yang lebih tinggi dari sebelumnya, membuat hampir seluruh orang yang ada di sana menoleh ke arahku dengan tatapan sinis. Oh, baiklah. Aku rasa aku sedang berhadapan dengan monster kecil menyebalkan.
“arasseo arasseo! Harus ya kau berteriak begitu?” selorohku tak terima. Meski dia anak kecil, tetap saja membuatku geram dan aku tidak mau kalah darinya.
“tunggu. Dari tadi aku belum tahu nama mu. Siapa nama mu dan berapa umurmu?” tanyaku yang dari tadi sangat penasaran dan tidak mau dianggap sebagai penculik jika berjalan dengan seorang anak yang tidak kuketahui nama dan identitasnya.
“Wooji-ah! Wooji-ah!.. odisseo? Wooji-ah!”
“oh, Eomma!”
Tak lama setelah aku menanyakan namanya, anak itu tampak menanggapi panggilan seseorang yang sepertinya adalah ibunya.
“Wooji?” gumamku sambil terus mengikuti langkah anak itu, yang seperti berlari menuju ke arah orang yang memanggilnya.
Langkahku benar-benar terhenti saat aku bisa melihat jelas siapa yang memanggil bocah itu. seorang wanita yang sangat aku kenal. Tidak. Tidak mungkin.
“Wooji-ah, kemana saja kau ini?! dasar anak nakal! Bagaimana kau bisa dapat barang itu?”
“mian Eomma, ahjussi itu yang membelikannya untukku.. dia sangat baik kan Eomma?”
Tubuhku membeku di tempat. Tidak bisa bergerak. Jantungku berdebar cukup kencang membuatku sulit mengatur napasku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku ingin menghilang saat itu juga, tapi bagaimana caranya? Kaki-ku terasa sangat berat. Aku benar-benar skakmat begitu Wooji menunjuk ke arahku. Dan aku benar-benar tidak bisa berpaling lagi. Wanita itu. dari sekian banyak orang yang ada di sini, kenapa harus dia? Aku merasakan sesuatu yang sangat sulit kujelaskan begitu wanita itu juga menatapku. Ada perasaan lega sekaligus sakit yang sangat menusuk di relung hatiku. Di saat aku tidak siap untuk melihatnya lagi, kenapa dia harus kembali di hadapanku saat ini? wanita itu. Kwon Jihye.
****
Flashback :
Jihye yang waktu itu tengah sibuk bekerja, tiba-tiba jatuh pingsan di kantornya. Siwon, rekan kerjanya yang berada di lokasi langsung membantu membawanya ke rumah sakit.
“apa yang terjadi padaku, dokter? Apakah ada sesuatu?” Tanya Jihye yang tersadar setelah dokter selesai memeriksanya.
“kau sudah sadar? Sesuatu memang terjadi padamu..” jawab dokter itu dengan ekspresi yang sulit ditebak.
“apa itu? apakah sesuatu yang membahayakan?” Jihye yang semakin penasaran tak kuasa menahan keinginannya untuk terus bertanya.
“tenanglah. Ini sesuatu yang sangat menggembirakan..” ucap dokter itu sembari tertawa kecil.
“menggembirakan?”
“ne. Selamat Kwon Jihye-ssi. Dari hasil pemeriksaan kau positif dinyatakan hamil.. apakah ini kehamilan anak pertama-mu? Jagalah kesehatanmu. Jangan terlalu lelah.” Jihye begitu terkejut mendengar penjelasan dokter yang menyatakan dirinya hamil. Dia tidak bisa mempercayainya. Bagaimana mungkin setelah lama ia menantikan kehamilan yang tak kunjung terjadi, kini ia harus benar-benar mengalaminya ketika semuanya sudah berakhir..? bagaimana dia bisa mengatakannya pada Yesung, yang kini sudah menjadi mantan suaminya?
“ah, apakah seorang pria yang datang bersamamu itu suamimu? Dia pasti akan sangat senang mendengarnya..” sambung dokter itu lagi penuh semangat, sebelum Jihye sempat mengatakan apapun.
****
“gwenchaneulgeoya?” Tanya Siwon yang tampak mencemaskannya, sambil tetap mengemudikan mobilnya untuk mengantar Jihye kembali ke apartemennya.
“hmm.. aku hanya kelelahan saja..” jawab Jihye sekenanya. Pernyataan dokter itu terus terngiang dalam pikirannya. Kini perasaannya serasa di campur aduk. Tidak tahu bagaimana dia bisa menghadapi kenyataan itu. dia begitu cemas. Tidak tahu apakah harus senang atau sedih. Ada perasaan lega dalam hatinya, sekaligus sakit yang membuatnya ingin menangis. Jika saja dirinya mau memperjuangkan pernikahannya, semuanya pasti tidak akan berakhir seperti ini. jihye sangat menyesal. Ingin sekali dia bisa mengatakannya pada Yesung, memeluknya, dan merayakan momen yang seharusnya menjadi momen membahagiakan itu bersama. Tapi semuanya sudah terlambat.
“jika kau butuh apapun, katakan saja padaku..” tutur Siwon yang tiba-tiba meraih dan menggenggam tangan Jihye dengan salah satu tangannya. Membuat Jihye tertegun dan tersadar dari lamunannya.
“gomawo, Siwon-ssi. Tapi aku baik-baik saja. Gokjonghajima..” jawab Jihye seraya melepaskan genggaman Siwon dengan sangat hati-hati.
“apa kau masih belum bisa melupakannya?” Tanya Siwon yang membuat Jihye begitu tertegun mendengarnya. Ia menoleh ke arah Siwon yang ternyata juga menoleh menatapnya. Mereka saling menatap untuk waktu yang singkat. Jihye kemudian mengalihkan pandangannya tanpa ada jawaban yang terucap dari bibirnya.
****
Beberapa hari berlalu setelah kejadian itu. Jihye kembali bekerja seperti biasa, sebelum akhirnya Siwon mendapati Jihye yang tampak sangat pucat dan lelah.
“Jihye ssi.. gwenchanayo?”
“oh, ne.. wae?”
“kau tampak pucat. Tidakkah sebaiknya kau pulang saja dan beristirahat? Biar aku saja yang mengurus pekerjaan ini..” ucapan Siwon terdengar begitu tulus. Jihye yang memang mulai merasa kelelahan kemudian tidak menolak permintaan Siwon tersebut.
“gomawo” balas Jihye tanpa basa-basi dan memutuskan untuk ijin pulang cepat hari itu.
Karena kondisinya di rasa semakin lelah jika harus pergi bekerja setiap hari, Jihye memutuskan untuk mengambil cuti dari pekerjaannya sampai ia melahirkan anak yang tengah dikandungnya saat itu. beruntung pihak kantor mau memberikan cuti itu pada Jihye. Selama itu pula, Jihye berjuang seorang diri sampai anaknya lahir dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Meski bertahun-tahun berlalu sejak perceraiannya dengan Yesung, ia tetap tak bisa membohongi perasaannya bahwa ia masih sangat mencintai mantan suaminya itu dan merindukan sosoknya. Hal itu sangat menyiksa perasaannya. Bagaimanapun ia harus bertahan. Apapun yang terjadi. Paling tidak, kini ia memiliki seorang anak laki-laki yang memberinya semangat baru di setiap harinya. Kwon Woo Ji, anak satu-satunya yang ia miliki dari mantan suaminya, Yesung.
****
“sejak kapan kau memutuskan untuk berhenti bekerja dari Yonhap? Setelah masa cutimu berakhir?” Tanya Siwon menuntut penjelasan dari Jihye setelah dirinya lama resign dari kantor tempatnya dulu bekerja, Yonhap.
“mian.. banyak hal yang tidak bisa kuceritakan padamu waktu itu. kau sudah sangat baik padaku.”
“kenapa kau tidak mengatakan padaku bahwa saat itu kau sedang hamil?”
“aku tidak tahu.. bagaimana aku harus mengatakannya.. saat dokter manyatakan bahwa aku tengah mengandung waktu itu perasaanku begitu kacau..”
“Tapi..  kenapa kau begitu peduli padaku?” lanjut Jihye.
Keheningan sempat merasuk di tengah pembicaraan mereka, sampai akhirnya Siwon memutuskan untuk kembali angkat bicara.
“Aku ingin melindungimu..”
“Eomma!” anak laki-laki berusia 5 tahun tiba-tiba muncul dan menghampiri Jihye dan Siwon, membuat perbincangan mereka sempat terhenti.
“Wooji-ah, kemarilah..” panggil Jihye pada anak laki-laki itu.
“Kau ingin tahu siapa dan dimana ayahmu?” Tanya Jihye pada Wooji sembari mendudukkan Wooji dipangkuannya.
“Geureomnyo! Tapi Eomma selalu marah setiap kali aku mengatakannya..” jawab Wooji polos.
“Wooji-ah, kau tahu paman yang sekarang duduk di hadapan kita kan? Namanya Siwon. Mulai sekarang, kau bisa memanggilnya Appa..”pernyataan Jihye begitu mengejutkan tidak hanya bagi Siwon sendiri tapi juga bagi Wooji. Hal itu tentu membuat Wooji yang masih kecil dan polos begitu heran dan tidak mengerti apa yang dibicarakan ibunya.
“Jihye ssi.. apa maksud ucapanmu itu? apa kau serius?” Tanya Siwon tak percaya bahwa Jihye akan melakukan hal itu.
“Mohon menjagaku dan Wooji... Siwon ssi”
Flashback end
****
“Jihye?” sapaku lirih saat pandangan kami saling beradu. Aku bisa melihatnya sama terkejut sepertiku dan aku juga masih bisa melihat ada perasaan yang begitu dalam dari sorot matanya yang kini tampak begitu sayu. Beberapa tahun berlalu sejak kami benar-benar berpisah dan itu membuatnya banyak berubah. Dia tidak lagi seperti Kwon Jihye yang dulu kukenal. Rambut panjangnya yang sangat aku sukai kini sudah terpangkas rapi sebahu dengan warna yang lebih terang. Raut wajahnya seperti menyimpan banyak kenangan yang menimbulkan pedih tersendiri saat aku melihatnya.
“Appa!” suara Wooji yang terdengar begitu nyaring membuatku harus mengalihkan pandangan dari Jihye. Baru saja Wooji memanggil seseorang dengan sebutan yang saat itu tiba-tiba terdengar sangat sensitive di telingaku. Apa maksudnya ini? apakah benar Jihye sudah menikah lagi? Hatiku remuk seketika begitu sesosok pria muncul tidak jauh dari belakang Jihye. Wooji tampak sangat dekat dengan pria itu. itukah ayah Wooji? Suami Jihye saat ini? pikiran itu terus berkecamuk membuatku hampir kehilangan keseimbangan. Kepalaku sakit. Perasaan ini menekanku. Tubuhku bergetar. Apa yang harus aku lakukan?
Aku masih tetap pada posisiku. Sampai aku mendapati Jihye yang berjalan ke arahku. Mendekatiku. Haruskah aku menemuinya dan berbincang santai dengannya layaknya seorang teman lama? Atau haruskah aku pergi dan benar-benar melupakannya untuk selamanya?
“Sudah lama sekali, bukankah begitu?” tanyanya terdengar begitu tenang. Aku tidak percaya bahwa dia bisa setenang ini setelah sekian lama berpisah dariku. Apa benar dia memang sudah tidak mencintaiku lagi? Aku tidak menjawab pertanyaannya dan hanya menatapnya penuh kerinduan.
“sepertinya kau hidup dengan baik. Mian, kalau Wooji sudah merepotkanmu dan gomawo karena sudah menjaganya. Aku harus pergi sekarang. Jaga dirimu..”
Sebelum ia berbalik dan kembali menghilang dari pandanganku aku menariknya. Entah apa yang kupikirkan saat itu. seperti tanganku yang bergerak dengan sendirinya. Aku tidak ingin kehilangannya untuk yang kedua kali.
“Jangan pergi lagi..” ucapku lirih sekaligus memohon. “Aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.. Jihye..”
Jihye menarik tangannya dari tanganku dan kembali menatapku. Kali ini dengan tatapan yang berbeda. Begitu dalam dan itu semakin menusuk perasaanku.
“mianhaeyo..” tuturnya lagi sebelum akhirnya berlalu dari hadapanku dan menjauh. Kenapa semuanya harus berakhir seperti ini? kenapa aku harus menderita karenamu, Jihye? Tidak bisakah kita mengulang semuanya dari awal lagi dan hidup bahagia bersama? Aku tidak bisa berbuat apapun setelah melihatnya menjauh dariku. Tampaknya dia sudah bahagia bersama suami barunya dan juga anaknya, Wooji. Kehadiranku sudah tidak dibutuhkan lagi. Sebaiknya aku pergi dan melupakannya untuk selamanya. Mungkin inilah takdir kami, bahwa kami tidak bisa bersama dan aku harus menerimanya meski dengan rasa sakit.
****
Belum lama aku berbalik dan menjauh dari tempat pertemuanku dengan Jihye, seseorang tiba-tiba mendekapku kencang dari belakang. Membuatku begitu terkejut.
“mianhaeyo..” suara itu terdengar begitu familiar. Begitu hangat, dan sangat dekat. Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Apa maksud dari semua ini? apa ini semacam permainan? Aku harap ini bukan lelucon. Aku membalikkan tubuhku untuk memastikan bahwa perkiraanku tidak salah. Jihye. Benar dia. Tubuhku bergetar dan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dan katakan. Aku melihatnya sudah berlinang air mata dengan kulit yang begitu pucat. Jantungku berdegup kencang tak percaya. Aku berusaha untuk meraihnya dengan masih tetap tak percaya pada apa yang baru saja ia katakan.
“saranghaesseo.. mianhae..” ucapnya sekali lagi sambil terisak, membuat dadaku semakin sesak dan ingin ikut menangis mendengarnya. Tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya erat.
****
Flashback :
“mianhaeyo..” hanya itu yang terucap dari mulut Jihye sebelum akhirnya ia berbalik dan menjauh dari Yesung. Meski Jihye tampak sangat tenang, ia tetap tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa sebenarnya ia sangat tersiksa akan keinginannya kembali pada Yesung. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh perjuangan lantaran langkahnya yang dirasa semakin berat harus menjauh dari pria yang sangat dicintainya selama ini. Jihye tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk bisa kembali pada Yesung.
“mian membuat kalian menunggu..” tutur Jihye pada Siwon dan Wooji.
“apa yang Eomma bicarakan dengan ahjussi itu?” Tanya Wooji ingin tahu.
“ah, itu---“
“aku tahu kau sudah sangat lelah..” belum selesai Jihye bicara, Siwon langsung menyela.
“ne?” ucap Jihye yang tidak menangkap maksud perkataan Siwon padanya.
“kalau memang itu yang terbaik untukmu.. aku tidak apa-apa.. aku tahu kau masih mencintainya.. kembalilah padanya..” jelas Siwon panjang lebar yang membuat Jihye menatap tak percaya.
Ia tidak percaya betapa Siwon sudah banyak berbuat baik padanya dan masih bisa mengerti perasaan Jihye seperti itu. Jihye merasa sangat lega mendengar perkataan Siwon yang menyetujui keinginannya untuk kembali pada Yesung, sekaligus merasa menyesal bahwa ia belum bisa melakukan apapun sebagai balasan semua kebaikannya.
“kejar dia.. jangan biarkan dia pergi lagi..” lanjut Siwon lagi dengan senyum terbaik yang bisa ia berikan.
“gomawo, Siwon ssi. Aku tidak tahu bagaimana bisa membalasmu.. kau sangat baik padaku dan Wooji selama ini.. gomawoyo..” setelah mendapat persetujuan itu, Jihye merasa telah mendapatkan kekuatan baru. Tanpa berlama-lama, Jihye langsung berlari mengejar Yesung yang sudah berlalu meninggalkan tempat itu.
Dengan segenap kekuatan yang baru saja ia terima sekaligus secercah harapan yang ada dihadapannya, ia berlari penuh keyakinan bahwa penantiannya selama ini akan benar-benar terbayarkan. Ia dan Yesung akan kembali bersama. Hanya itu yang ada dalam pikirannya saat itu. tidak peduli seberapa jauh ia harus berlari untuk mengejarnya kembali. Ia tidak akan melewatkan kesempatan ini.
Flashback end
****
Aku benar-benar tidak percaya. Seperti terbangun dari mimpi burukku. Aku dan Jihye kini kembali bersama. Setelah sekian lama aku menderita demi menantikan kedatangannya kembali.
“maukah kau memulai lagi dari awal.. bersamaku?” tanyaku dengan tatapan penuh harap. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hanya anggukan pelan yang ia berikan sebagai tanda ia setuju. Aku begitu lega dan senang mengetahui hal itu.
Tapi bagaimana dengan Wooji dan pria yang disebut sebagai ‘Appa’-nya tadi? Tiba-tiba pertanyaan itu terbersit dalam pikiranku.
“apa yang terjadi padamu? kau terluka?” Tanya Jihye yang membuyarkan lamunanku ketika ia melihat bekas luka yang ada di sudut bibirku.
“ah.. ini.. bukan apa-apa..” jawabku berusaha menutupinya dari Jihye.
“pria itu.. bagaimana dengannya? Dan Wooji?” aku mengalihkan pembicaraan sekaligus tidak bisa menahan diriku untuk tidak bertanya tentang hal itu.
“apakah pria yang kau maksud itu Siwon? Aku kira kau belum melupakannya. Dia temanku sewaktu masih bekerja di Yonhap. Dan kenapa dengan Wooji?”
“maksudku… apakah kalian menikah?”
“tidak, tidak seperti itu. mian sudah membuatmu salah paham. Aku dan Siwon hanya teman baik. Siwon pria yang sangat baik dan dia sudah banyak membantuku dan Wooji..”
“lalu.. Wooji?”
“tentang Wooji.. sudah sejak lama aku ingin sekali bisa mengatakannya padamu.. tapi baru sekarang kita bisa dipertemukan kembali.. sebenarnya.. Wooji… dia anakmu..”
Anakku? Jadi.. Wooji adalah.. anakku..?? perlu waktu beberapa lama sampai aku benar-benar bisa mencerna perkataan Jihye. Aku tidak tahu bagaimana aku harus mengungkapkan betapa bahagianya aku mendengar itu darinya. Tapi bagaimana bisa Wooji adalah anakku?
“dokter menyatakan aku hamil beberapa hari setelah perceraian kita.. waktu itu aku sungguh kacau dan tidak tahu harus bagaimana.. akhirnya aku memutuskan untuk berhenti bekerja dan pergi ke Gimhae, ke rumah orangtuaku untuk sementara waktu..” lanjutnya kembali menjelaskan.
Tidak lama setelah penjelasan itu, Siwon dan Wooji datang menyusul kami.
“Eomma!” panggil Wooji yang kemudian menghambur ke arah Jihye. Setelah mengetahui kebenaran bahwa Wooji adalah anakku, ada perasaan berbeda muncul dalam benakku. Berbeda dari saat aku pertama kali melihatnya. Wooji menatap lekat ke arahku, membuatku begitu kikuk dan tidak tahu bagaimana bisa mengatakannya.
“selamat datang.. Appa..” ucapan Wooji yang tiba-tiba itu membuatku begitu terkejut. Bagaimana dia bisa tahu? Aku bahkan belum mengatakan apapun, juga merasa bersalah karena tidak ada untuknya selama ini.
“apa kau terkejut… Yesung ssi?” kata Siwon ikut menimpali yang membuatku semakin tidak mengerti.
“Siwon ssi..”
“aku yang memberitahu Wooji.. Jadi kau tidak perlu terkejut seperti itu..”
“ne! Siwon Appa bilang, kalau sekarang aku punya 2 Appa. Tapi aku senang karena Appa-Appa ku adalah orang yang baik. Tapi bagaimana aku bisa punya 2 Appa?” Wooji tampak kebingungan sendiri dengan kenyataan yang memang belum bisa ia pahami dengan baik.
“Wooji-ah.. kau akan mengerti setelah kau dewasa nanti.. mian karena baru datang sekarang..” ujarku kemudian mengacak rambutnya penuh kasih sayang.
“gomawo, Siwon ssi..”
“gwenchana.. aku senang bisa membantu meski pada akhirnya aku tetap bertepuk sebelah tangan.. ah, sebelum aku lupa, aku juga ingin memberitahu kalau aku akan melanjutkan studi S2-ku di Amerika Serikat bulan depan..” balasnya dibumbui sedikit candaan yang membuatku dan Jihye sempat tersenyum kecil.
“Appa akan pergi? Apakah itu lama?” Tanya Wooji penasaran.
“aku harap itu tidak akan lama. Tapi jangan kuatir, karena sudah ada Appa Yesung yang akan menjagamu..” jawab Siwon lembut pada Wooji sembari mencubit gemas pipinya.
****
Aku tidak menyangka kalau ternyata kisah cintaku memiliki akhir yang baik, meski memerlukan waktu yang panjang dan penantian yang begitu menyiksa. Keberadaan Siwon seperti malaikat yang sengaja Tuhan kirimkan di tengah-tengah kami untuk bisa membantu kami dan aku bersyukur untuk semua itu. setelah semua kebenaran itu terungkap, aku sangat lega. Aku dan Jihye memutuskan untuk kembali melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat, sebelum Siwon pergi ke Amerika. Meski ini bukan pernikahanku yang pertama, aku merasa lebih gugup dari saat pertama aku menikah dengannya. Sungguh tak terbayangkan. Aku belum pernah sebahagia ini.
Proses pernikahan akan segera dimulai. Aku yang sudah berdiri di latar gereja, menunggu kedatangan mempelaiku dengan sangat gugup dan cemas. Tanganku bahkan sampai berkeringat. Jantungku berdegup kencang dan semua itu terbayarkan ketika Jihye memasuki ruang gereja dengan gaun putihnya. Begitu cantik. Bagiku, ia terlihat 10 kali lebih cantik dari sebelumnya. Senyum cerah mengembang di wajahnya yang tampak berseri-seri. Tampak Wooji yang menjadi pendampingnya, berjalan mengekor di belakangnya. Sangat lucu dan sungguh pemandangan yang menyenangkan.
“Saranghae..” ucapku pada Jihye yang lebih terdengar seperti sebuah bisikan, tapi mampu membuatnya kembali tersenyum. “na do..”
**************************************END******************************************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar