Author : Kxanoppa
Title : Begin Again
Genre : Romance
Tags :
-
Yesung
-
Choi
Siwon
-
Kwon
Jihye (OC)
-
Kwon
Wooji (OC)
Rating : PG-15
Length : One Shot
Author’s Note : semoga kalian suka ya sama ceritanya. Ini murni hasil imajinasi
dan pengembangan kreativitasku sendiri, mian kalo ada typo ya :D jangan lupa
comment-nya juga XD enjoy reading guys! (sebelumnya udah pernah dipublish di http://superjuniorff2010.wordpress.com/2013/03/22/begin-again/)
SCENE
:
Aku melahap dak gung jang buatan istriku dengan lahap. Saat-saat makan malam
seperti inilah yang selalu kunantikan setiap harinya. Saat dimana kami bisa
duduk bersama dan saling mengobrol tentang kegiatan masing-masing, setelah
terpisah seharian karena kesibukan dan
pekerjaan kami. Tapi kenikmatan itu seakan terhenti begitu kalimat itu
kembali terucap dari bibir mungilnya, setelah selama ini aku berusaha untuk
tidak lagi memikirkannya.
“jika saja kita sudah mempunyai
anak.. pasti akan terasa lebih baik.. bukankah begitu? Aku hanya tidak bisa
berhenti memikirkannya..” tuturnya dengan senyum tawar, sambil terus memandangi
makanan yang ada dihadapannya. Mendengar itu nafsu makanku langsung hilang. Aku
meletakkan sendok yang tadinya kugunakan, lalu meneguk air minum yang ada di
samping mangkuk nasiku cepat. Keheningan sempat terjadi di antara kami. Begitu
mencekik.
Jika harus memikirkan itu lagi,
aku jadi teringat perbincanganku dengan ibuku beberapa waktu yang lalu.
Flashback
:
“sudah 3
tahun..” ucap wanita paruh baya yang biasa kupanggil ‘Eomma’ itu serius.
“ne?”
aku yang tidak menangkap maksud kata-katanya otomatis merasa bingung dan heran.
“sepertinya
perceraian adalah satu-satunya jalan yang terbaik” lanjut ibuku lagi
menjelaskan maksud perkataannya. Aku begitu tertegun mendengar hal itu. sekejap
saja, hal itu mampu membuat dadaku terasa sakit mendadak.
“apa
maksud Eomma? Eomma ingin aku menceraikan Jihye?”
“mianhaeyo,
Yesung-ah. Tapi itu untuk kebaikan kita bersama..” terangnya lagi yang membuat
dadaku semakin sesak saja.
“bagaimana
bisa itu untuk kebaikan bersama?” kali ini aku bertanya dengan intonasi yang
lebih tinggi dari sebelumnya.
“Yesung-ah..
ayahmu sedang sekarat. Apa kau tidak tahu betapa ia ingin bisa melihat cucunya
darimu?”
Ya,
ayahku memang sedang terbaring di rumah sakit karena sakit keras yang
dideritanya. Aku tidak bermaksud mengabaikan dirinya dan juga permintaannya.
Hanya saja, ini adalah pilihan yang sangat sulit bagiku. Aku tidak mampu
berkata-kata lagi setelah ibuku mulai melibatkan ayah dalam masalah ini.
Flashback
end
Memikirkan hal itu membuat dadaku
sesak. Apa yang harus aku lakukan sekarang? aku meraih tangannya dan
menggenggamnya erat. Sedetik kemudian mata kami saling beradu. Aku sangat
mencintai wanita yang ada dihadapanku ini. bagaimana mungkin aku bisa
melepaskannya..?
****
pagi ini aku bangun terlambat
sehingga harus terburu-buru bersiap untuk pergi ke kantor.
“mian, sepertinya aku tidak akan
sempat sarapan di rumah. Sudah terlambat. Sampai nanti!” ujarku cepat kemudian
mencium dahinya sebelum aku benar-benar pergi.
Di kantor aku begitu sibuk
seharian. Membuatku lupa bahwa aku belum makan dari pagi. Aku berniat
menghubungi istriku untuk mengajaknya makan siang bersama pada jam istirahat,
mengingat dia sedang libur hari ini. Tapi aku harus mengurungkan niat itu
begitu aku sadar bahwa aku meninggalkan ponselku di rumah karena berangkat
terburu-buru. Akhirnya aku terpaksa makan siang bersama rekan-rekan kerjaku
saat itu. setelah jam istirahat, aku memutuskan untuk langsung menyelesaikan
segala urusanku di kantor dengan cepat agar aku bisa segera kembali ke rumah. Kasihan
kalau dia harus menunggu di rumah sendirian.
****
“Cklek..” aku membuka kenop pintu
pelan dan segera masuk. Hatiku sangat lega begitu mendapati dirinya sedang
duduk di ruang tengah sambil menonton tv.
“kau sudah pulang?” tanyanya
datar tanpa mengalihkan pandangannya dari tv, membuatku sedikit merasa aneh
dengan sikapnya itu.
“ne.. mian karena pulang
terlambat..” balasku kemudian ikut duduk tepat di sebelahnya.
“sepertinya kau meninggalkan
sesuatu hari ini..” tuturnya lagi sambil memberikan ponsel padaku.
“ah ne. Aku begitu ceroboh..”
jawabku seraya tertawa kecil. Tapi itu tidak membuatnya bergeming sedikitpun.
Ada apa dengannya? Apa aku melakukan kesalahan? Aku benar-benar tidak tahu apa
penyebabnya sampai akhirnya dia kembali mengeluarkan suara.
“kita… bercerai saja..”
perkataannya yang begitu tiba-tiba membuat tenggorokanku tercekat dan membuatku
bahkan sulit untuk mengatur napas.
Flashback
:
“aku
rasa aku tidak sempat sarapan di rumah. Sudah terlambat. Sampai nanti!” Yesung
yang terburu-buru langsung pergi tanpa menyadari ponselnya yang tertinggal.
Jihye yang memang sedang libur kerja hari itu menemukan ponsel Yesung yang
tergeletak di atas tempat tidur ketika ia hendak membereskannya. Jihye baru
saja akan memindahkan ponsel itu ke tempat yang lebih tepat yaitu meja kerja
Yesung, tapi niatnya itu terurungkan ketika ponsel itu tiba-tiba berdering
tanda telepon masuk. Karena nama penelepon yang bertuliskan “Eomma” itu
tercetak jelas di layarnya, tanpa ragu Jihye langsung mengangkatnya.
“Oh,
Yesung-ah? Eomma menelpon untuk menanyakan masalah perceraianmu. Kapan kau akan
benar-benar mengajukan cerai pada istrimu? Dengar, Eomma sudah menemukan wanita
pengganti yang lebih baik darinya. Sebaiknya kau segera memutuskan supaya kau
bisa segera bertemu dengan calon istri barumu. Araji? Baiklah sepertinya kau
sibuk. Nanti Eomma akan meneleponmu lagi..”
Belum
sempat Jihye membuka mulutnya, ibu Yesung langsung mematikan sambungan telepon
begitu dirinya selesai bicara. Tangan Jihye seketika bergetar mendengar
perkataan ibu mertuanya itu. “perceraian? Wanita pengganti? Apa maksudnya?”
ucap Jihye pada dirinya sendiri, dengan ponsel yang masih ada dalam genggamannya.
Flashback
end
****
aku terkejut mendengarnya.
Bagaimana mungkin dia bisa berpikiran untuk bercerai? Apa dia sudah mengetahui
semuanya? dengan penuh penyesalan dan rasa bersalah aku memberanikan diri untuk
menatapnya. Tidak lama, sampai akhirnya aku memutuskan untuk memeluknya. Tidak
ada diantara kami yang melanjutkan pembicaraan selama aku memeluknya.
Keheningan itu kembali mencekik. Dadaku sesak setengah mati dan aku yakin dia
juga merasakan hal yang sama. Aku bisa merasakan tubuhnya yang mulai bergetar.
Dia menangis. Mengetahui hal itu membuatku sulit untuk tidak menangis juga. Aku
tidak bisa mengendalikan diriku. Pikiranku benar-benar kalut. Jika saja aku
bisa terus memeluknya seperti ini.
****
Jihye tetap teguh pada
pendiriannya. Entah apa yang sebenarnya terjadi hingga membuatnya ingin
bercerai. Tunggu. Kenapa aku tidak memikirkannya sejak awal? Betapa bodohnya
aku ini. aku segera mengeluarkan ponsel yang kusimpan dalam saku celanaku.
Dengan cepat aku memeriksa panggilan masuk dan benar saja, aku menemukan nama
“Eomma” yang tertera di sana. Dilihat dari waktu meneleponnya, ini jelas
penyebab perubahan sikap Jihye semalam. Aku benar-benar menyesal. Jika saja aku
tidak meninggalkan ponselku kala itu, pasti tidak akan berakhir seperti ini.
tanpa pikir panjang aku langsung bergegas menemui Jihye, tidak peduli jika saat
itu adalah saat untukku yang masih harus bekerja. Aku mengemudikan mobilku
cepat menuju kantor berita Yonhap, tempat Jihye bekerja.
“apa kau tahu dimana Kwon Jihye?”
tanyaku pada salah satu staff yang bertugas begitu aku sampai di sana. Staff
itu segera memberitahu keberadaan Jihye padaku, membuatku langsung berlari ke
arah wanita yang sangat kucintai itu. dia tampak terkejut melihatku datang
dengan tiba-tiba tanpa memberi kabar. Aku tidak peduli dan tidak menghiraukan
perkataannya. Aku menarik tangannya untuk ikut denganku saat itu juga.
“lepaskan aku! apa yang kau
lakukan? Kau tahu aku sedang bekerja!” pekiknya seraya berusaha melepaskan
tangannya dari genggamanku.
“aku tidak akan melepaskannya
sampai kau mau mendengarku..” ucapku begitu saja dengan masih mempertahankan
genggamanku padanya. Tapi tanpa kusadari genggamanku semakin kuat, membuatnya
merintih kesakitan dan itu mengejutkanku. Kenapa aku jadi seperti ini?
“mianhae..” aku mulai
melonggarkan genggamanku dan perlahan melepaskannya. Aku mengalihkan
pandanganku darinya untuk sesaat, karena aku merasa sangat bersalah.
“ada apa? kenapa kau bersikap
seperti itu?” tanyanya dengan tatapan lurus yang tertuju padaku. Membuatku
semakin enggan untuk balik menatapnya.
“aku bersalah padamu. kau pasti
sudah tahu semuanya dari ibuku sehingga kau memutuskan untuk bercerai. Bukankah
begitu? Bagaimanapun, aku tidak akan melepaskanmu.” Tuturku panjang lebar
kemudian memberanikan diriku untuk menatapnya, berharap dia bisa mengerti.
“aniyo. Memang benar ibumu secara
tidak sengaja mengatakan itu padaku melalui ponselmu. Tapi permintaanku untuk
bercerai darimu juga adalah keinginanku sendiri.” balasnya yang terkesan cukup
dingin bagiku. Begitu menusuk perasaanku. Meskipun begitu, aku bisa melihat
dari matanya bahwa itu bukanlah keinginannya. Aku yakin dia juga tersiksa
karena hal ini. Jihye, jujurlah padaku.
“geumanhae. Aku tahu itu bukan
keinginanmu jadi hentikan semua ini. mari kita berjuang demi hubungan kita. Aku
sangat mencintaimu Jihye, dan aku tahu kau juga mencintaiku.. jadi..---“
“kau salah. Aku tidak lagi
mencintaimu. Jadi lebih baik kita bercerai saja dan kau bisa menemukan wanita
yang lebih baik dariku. Wanita yang bisa membahagiakanmu.” Sahutnya yang
langsung memotong perkataanku begitu saja. Membuatku sungguh tidak percaya
dengan apa yang diucapkannya. Hatiku sakit mendengar pengakuannya bahwa dia
tidak mencintaiku. Tidak mungkin. Aku bisa melihat itu dari sorot matanya.
“Jihye-ya.. aku pikir kau lelah.
Sebaiknya kau pulang dan beristirahat. Mari kita bicarakan ini lagi setelah kau
tenang.” Balasku kemudian berniat kembali meraih tangannya untuk bisa ku antar
pulang.
“kau masih tidak percaya? Aku
baik-baik saja. Aku tidak lelah dan aku serius dengan ucapanku. Kalau kau masih
tidak percaya, geurae, aku akan segera mengurus perceraian kita siang ini
juga..” ujarnya seraya menampik tanganku.
“baik kalau begitu. Lakukan
seperti yang kau inginkan..” kata-kata itu terucap begitu saja dari mulutku.
Membuatku merinding sendiri begitu menyadarinya. Apa yang baru saja kukatakan
padanya? Apakah aku akan benar-benar menyetujui perceraian ini? tapi apa yang
bisa aku lakukan? Jihye yang baru saja hendak kembali masuk ke dalam kantornya,
tiba-tiba menghentikan langkahnya. Entah apa yang dipikirkannya setelah
mendengar ucapanku itu. Ada apa denganmu Jihye? Apa kau benar-benar sudah tidak
mencintaiku lagi? Hatiku sakit sekali. Ingin sekali aku berlari mengejarmu dan
memelukmu. Apapun yang terjadi aku tidak akan melepaskanmu. Meski kita tetap
harus melalui perceraian ini, aku yakin suatu saat waktu akan mempertemukan
kita kembali. Aku yakin kau juga sangat mencintaiku. Jangan bohongi perasaanmu.
Jaga dirimu sampai saat kita bisa bersama lagi.. Kwon Jihye…
****
Waktu terus bergulir tanpa peduli
sedikitpun pada apa yang kau alami. Saat kebahagiaan datang, waktu yang
berjalan begitu cepat akan menimbulkan kecemasan dan rasa sakit tersendiri
karena kita harus mengalami momen bahagia itu dengan singkat. Saat kesedihan
datang, waktu yang berjalan cepat justru sangat membantu. Tentu jika kita tahu
bahwa yang selanjutnya akan ada kebahagiaan. Tapi bagaimana jika seiring waktu
kesedihan itu tak kunjung lenyap? Atau kebahagiaan itu tak kunjung menyela?
Seperti yang aku alami dan rasakan meski bertahun-tahun telah terlewati. Aku
dan Jihye telah resmi bercerai sehari setelah perbincangan singkat kami di
depan kantor berita Yonhap 6 tahun yang lalu. Dan itu masih terekam jelas dalam
ingatanku. Aku tidak bisa mengungkapkan betapa aku merindukan kehadirannya
dalam hidupku. Setiap waktu, setiap hari, aku selalu memikirkannya. Apakah dia
baik-baik saja? Dimana dia tinggal sekarang? apakah dia menikah lagi? Hal-hal
semacam itu terus terbersit dalam otakku. Aku tidak bisa mengendalikannya
berapa kalipun aku mencoba melenyapkannya. Membuatku semakin risau dan selalu
gelisah. Aku tidak bisa hidup dengan tenang.
“oh, wasseo?” sapa ayah yang
melihatku memasuki kamarnya.
“ne, abeoji.. bagaimana keadaanmu
hari ini?” tanyaku setelah benar-benar menghampirinya yang masih terbaring di
tempat tidur. Keadaan ayahku semakin membaik. Prediksi para dokter yang
menyatakan bahwa ayahku hanya akan mampu bertahan beberapa bulan saja ternyata
salah. Keajaiban itu terasa begitu nyata melihat ayahku yang berangsur-angsur
membaik. Bahkan, dokter Jang, dokter yang menangani ayahku mengatakan bahwa
ayahku akan bisa pulih meski harus menggunakan kursi roda. Tapi ini cukup
membuatku merasa lega.
“hari ini aku merasa baik.. tapi
bukankah ini jam kerja? Bagaimana kau bisa kemari?”
“aku ijin hari ini. aku
mengatakan kalau aku sedang tidak enak badan..” jawabku seadanya.
“apa yang terjadi? Kau sungguh
sakit? Istirahatlah..”
Aku tidak merespon ucapan ayah,
justru hanyut dalam lamunanku sendiri. Membuat ayahku bingung dan kembali
angkat bicara.
“mianhaeyo, Yesung-ah.. karena
aku kau jadi seperti ini..” tutur ayah yang membuatku begitu tertegun
mendengarnya.
“animnida, abeoji. Bagaimana kau
bisa berkata seperti itu? aku tidak pernah mempersalahkanmu atas apapun..”
balasku cepat.
“aku yang membuatmu harus
bercerai dengan istrimu.. tidak seharusnya aku mengatakan bahwa aku ingin
segera punya cucu waktu itu. seharusnya aku bisa lebih mengerti keadaanmu..
karena aku, kau tampak tidak bahagia lagi.. jalmothaesseo, Yesung-ah..
mianhae..” sambungnya lagi dengan penuh penyesalan, membuatku sedih dan begitu
terpukul dengan penjelasannya.
“ani, aku yang seharusnya
mengerti keadaan abeoji.. sudahlah, abeoji.. tidak perlu dipikirkan.. cepatlah
sembuh dan aku akan sangat bahagia..” ujarku berusaha mengalihkan pembicaraan
walaupun sebenarnya hatiku sempat sakit karena ayah kembali mengingatkanku akan
Jihye.
****
Aku mengabaikan permintaan ibu
untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Lagipula, keadaan ayah sudah tidak
mendesakku untuk segera menikah lagi dan memiliki anak. Tidak ada alasan
untukku buru-buru menikah lagi. Dalam keadaan seperti ini tidak mungkin aku
bisa dengan mudah menikah lagi dengan wanita lain, yang bahkan tidak aku
cintai. Hidupku benar-benar berantakan pasca perceraian itu. aku sering
membolos kerja dengan berbagai alasan yang kubuat. Mengalihkan perhatianku
dengan menyibukkan diri di bar dan minum sampai mabuk. Berhenti menghasilkan
uang tetapi justru menghabiskannya untuk hal seperti ini. Biar saja. Selama ini
bisa membuatku merasa lebih baik. Aku benar-benar kehilangan akal dan semua ini
karena wanita itu. meski kerinduan ini begitu membunuhku, aku terus berusaha
untuk tidak menghubunginya atau mencarinya. Aku takut kalau harus menemuinya lagi,
aku akan semakin sakit jika kenyataannya kami tidak bisa lagi bersama. Lagipula
sudah 6 tahun. Dia pasti sudah menemukan pria baru yang bisa membuatnya
bahagia. Ya, pasti seperti itu. Tidak lama setelah aku memikirkan hal itu, aku
dikejutkan oleh kedatangan seorang wanita yang kini telah duduk di sampingku,
di bar tempatku minum malam itu.
“Ji… Jihye? Jihye-ya.. ini aku..
Yesung.. kau ingat aku? Jihye-ya..” seruku tanpa pikir panjang sambil terus
menggenggam tangannya.
“Yak! Nuguya?! Lepaskan aku!” pekiknya
berusaha melepaskan genggamanku. Aku tidak memedulikannya dan terus
memanggilnya. Tiba-tiba seseorang lain datang dan menarik kerah bajuku hingga
aku harus merasakan hantaman yang cukup keras mengenai wajahku. Kepalaku terasa
berat dan pusing. Aku tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi.
Pikiranku terus dibutakan oleh Jihye. Aku berusaha bangkit untuk menemukan
Jihye kembali dan membawanya bersamaku. Sebelum aku bisa melakukannya, hantaman
itu kembali menyerangku, hanya saja kali ini di perutku. Membuatku sulit
bernapas dan tidak bisa bergerak. Aku merintih menahan rasa sakit yang sangat
di sekujur tubuhku. Aku berusaha meraih kaki kursi terdekat untuk bisa bangkit,
tapi sesuatu mencekikku dan menggagalkan rencanaku. Aku mulai bisa merasakannya.
Sesuatu yang mencekik itu tidak lain adalah sebuah sepatu. Aku menengadahkan
kepalaku berusaha untuk melihat lebih jelas. Seorang pria tengah menjejakkan
salah satu kakinya di dadaku, membuatku sulit bernapas. Disampingnya aku bisa
melihat seorang wanita yang tampak panic seperti takut melihatku. Memangnya apa
yang sudah kulakukan? Aku tidak mengerti. Aku pikir aku sudah sangat mabuk saat
itu hingga membuatku mengira bahwa wanita itu adalah Jihye. Beruntung seorang
barista datang dan memisahkan kami. Aku kira aku akan benar-benar mati. Setelah
mengatahui kejadian yang sebenarnya dari beberapa orang yang berada di sana,
aku segera meminta maaf pada pasangan itu. aku tidak mengira akan sefatal ini.
Tuhan, apa yang terjadi padaku? Kenapa aku harus menjadi seperti ini?
****
Hari ini adalah hari pertama di
bulan desember. Itu berarti tidak lama lagi salju akan segera turun. Suhu udara
di Seoul sudah menurun drastis, membuatku harus memakai pakaian yang lebih
tebal dari sebelumnya. Setelah kejadian di bar malam itu, aku berniat untuk
menghentikan kebiasaan minumku. Aku masih bisa merasakan sakit memar dari sudut
bibir dan juga perutku yang menjadi korban pukulan malam itu. bahkan memar itu
masih meninggalkan bekas yang sangat kasat mata, membuatku bahkan harus memakai
syal untuk menyembunyikannya dari orang-orang, terutama rekan kerjaku di
kantor.
Suasana menyambut natal sudah
bisa kurasakan hampir di seluruh kota. Sangat menyenangkan, menenangkan, dan
juga begitu damai. Tiba-tiba saja bayangan Jihye kembali muncul dalam
pikiranku. Membuat suasana hatiku seketika berubah, dan segala pemikiranku
tentang keindahan natal seketika lenyap. Kenapa kau harus muncul lagi dalam
pikiranku? Aku menghela napas sejenak sebelum kembali melanjutkan langkahku di
sepanjang pertokoan di tengah kota yang dipadati warga itu. Namun langkahku
harus terhenti begitu perhatianku tertuju pada seorang anak laki-laki yang
berdiri di depan sebuah toko mainan, melihat mainan yang terpajang di etalase
dengan penuh harap. Entah apa yang ada dalam pikiranku saat itu hingga
membuatku harus menghampirinya.
“Kenapa kau sendirian di sini?
Apa yang kau lakukan, pria kecil?” sapaku setelah berdiri sejajar dengannya
menghadap ke toko mainan itu. anak itu tidak menjawab. Hanya menoleh sebentar
untuk melihatku kemudian kembali menatap mainan yang ada di dalam toko.
Membuatku semakin gemas.
“hei, kenapa kau tidak
menjawabku?” tanyaku pura-pura kesal.
“aku tidak boleh bicara dengan
orang asing..” jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.
“mwo? Apakah ibumu yang
mengatakannya? Hei, apa aku tampak seperti orang jahat?” kali ini aku
benar-benar kesal dibuatnya.
“kalau ahjussi membelikanku
mainan itu, aku baru akan bersikap baik..” perintah anak itu penuh lagak.
Membuatku semakin gemas, kesal, sekaligus ingin menculiknya.
“mwo? Anak nakal ini… haishh..
dia pikir dia siapa?” cibirku tak percaya dengan sikapnya yang sombong.
“apakah ahjussi baru saja
mengataiku? Kau mau kulaporkan pada ibuku?!” ancam anak itu dengan ekspresi
kesal sambil berkacak pinggang di hadapanku. Bagiku itu sama sekali tidak
menakutkan, tetapi justru menggelikan. Tapi sepertinya anak itu tahu kalau aku
sedang berusaha menahan tawa karena tingkahnya. Ia tampak menggembungkan
pipinya dengan masih berkacak pinggang. Lucu sekali.
“yak, bagaimana kau bisa
bertingkah sepintar ini di usia yang masih sangat muda? Apa ibumu juga yang
mengajarimu?” kataku sambil mengacak gemas rambutnya. Awalnya kupikir itu bisa
merubah moodnya, tapi aku salah. Dia menendang tulang keringku dan membuatku
melompat kesakitan.
“YAK!!” pekikku sambil memegangi
kaki-ku yang baru saja ditendangnya.
“apakah sesakit itu? omo.. mian
ahjussi. Tapi kenapa ahjussi lemah sekali huh?” ucapnya yang tampak merasa
bersalah kemudian merendahkanku beberapa detik berikutnya.
“aisshhh.. jinjja…” selorohku
yang masih mengusap kaki. Maklum, itu memang sangat menyakitkan. Tapi semakin
kulihat anak itu aku merasakan sesuatu yang berbeda. Wajahnya mengingatkanku
akan seseorang yang tidak bisa kujelaskan. Sikapnya mengingatkanku akan diriku
sendiri saat aku masih seusianya. Apakah ada kebetulan yang seperti ini?
entahlah.
“ahjussi, aku ingin mainan itu.
bisakah aku pinjam uangmu… jebal..” pintanya dengan tatapan aegyo yang
membuatku sulit untuk menolaknya.
“kau ini.. sudah menendangku
masih berani pinjam uang seenaknya.. memangnya dimana ibumu?”
“itu tadi tendangan perkenalan
kita. Setelah kupikir lagi, ahjussi ternyata bukan orang jahat. Jadi belikan
aku itu ya???” pinta anak itu sekali lagi memohon agar aku tersentuh dengan
aegyo-nya itu.
“tch.. arasseo arasseo.. tapi kau
belum menjawab dimana ibumu..”
“jinjjayo ahjussi? Ah joh-tta!!
Gomawoyo ahjussi.. ah sepertinya aku terpisah dengan ibuku. Tapi itu tidak
masalah selama aku bisa dapat mainan itu. kaja ahjussi!” anak itu mulai menarik
tanganku untuk segera masuk ke dalam toko. Hampir semua pengunjung di sana
menyangka kami ayah dan anak. Membuatku tampak kikuk sedangkan anak itu masih
terus menarik tanganku dengan santainya.
“aigooo.. betapa cute mereka
berdua itu.. ayah yang tampan dan anak laki-laki yang sangat lucu..”
“aku sangat penasaran seperti apa
ibunya..”
“pasti ibunya juga adalah wanita
yang sangat cantik..”
Begitulah desas-desus pengunjung
yang melihat dan menyangka kami ayah dan anak sungguhan.
****
“gomawo ahjussi! Akhirnya aku bisa
punya mainan ini..” seru bocah itu penuh semangat sambil terus meemperhatikan
mainan yang kini sudah ada dalam pelukannya.
“bukankah kau bilang kau hanya
pinjam uangku? Aku akan tunggu sampai kau mengembalikannya kembali..”
“mwo? Ahjussi, kau tega menagih
uang pada anak kecil sepertiku?” pekik anak itu dengan volume yang lebih tinggi
dari sebelumnya, membuat hampir seluruh orang yang ada di sana menoleh ke
arahku dengan tatapan sinis. Oh, baiklah. Aku rasa aku sedang berhadapan dengan
monster kecil menyebalkan.
“arasseo arasseo! Harus ya kau
berteriak begitu?” selorohku tak terima. Meski dia anak kecil, tetap saja
membuatku geram dan aku tidak mau kalah darinya.
“tunggu. Dari tadi aku belum tahu
nama mu. Siapa nama mu dan berapa umurmu?” tanyaku yang dari tadi sangat
penasaran dan tidak mau dianggap sebagai penculik jika berjalan dengan seorang
anak yang tidak kuketahui nama dan identitasnya.
“Wooji-ah! Wooji-ah!.. odisseo?
Wooji-ah!”
“oh, Eomma!”
Tak lama setelah aku menanyakan
namanya, anak itu tampak menanggapi panggilan seseorang yang sepertinya adalah
ibunya.
“Wooji?” gumamku sambil terus
mengikuti langkah anak itu, yang seperti berlari menuju ke arah orang yang
memanggilnya.
Langkahku benar-benar terhenti
saat aku bisa melihat jelas siapa yang memanggil bocah itu. seorang wanita yang
sangat aku kenal. Tidak. Tidak mungkin.
“Wooji-ah, kemana saja kau ini?!
dasar anak nakal! Bagaimana kau bisa dapat barang itu?”
“mian Eomma, ahjussi itu yang
membelikannya untukku.. dia sangat baik kan Eomma?”
Tubuhku membeku di tempat. Tidak
bisa bergerak. Jantungku berdebar cukup kencang membuatku sulit mengatur
napasku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku ingin menghilang saat
itu juga, tapi bagaimana caranya? Kaki-ku terasa sangat berat. Aku benar-benar
skakmat begitu Wooji menunjuk ke arahku. Dan aku benar-benar tidak bisa
berpaling lagi. Wanita itu. dari sekian banyak orang yang ada di sini, kenapa
harus dia? Aku merasakan sesuatu yang sangat sulit kujelaskan begitu wanita itu
juga menatapku. Ada perasaan lega sekaligus sakit yang sangat menusuk di relung
hatiku. Di saat aku tidak siap untuk melihatnya lagi, kenapa dia harus kembali
di hadapanku saat ini? wanita itu. Kwon Jihye.
****
Flashback
:
Jihye
yang waktu itu tengah sibuk bekerja, tiba-tiba jatuh pingsan di kantornya.
Siwon, rekan kerjanya yang berada di lokasi langsung membantu membawanya ke
rumah sakit.
“apa
yang terjadi padaku, dokter? Apakah ada sesuatu?” Tanya Jihye yang tersadar
setelah dokter selesai memeriksanya.
“kau
sudah sadar? Sesuatu memang terjadi padamu..” jawab dokter itu dengan ekspresi
yang sulit ditebak.
“apa
itu? apakah sesuatu yang membahayakan?” Jihye yang semakin penasaran tak kuasa
menahan keinginannya untuk terus bertanya.
“tenanglah.
Ini sesuatu yang sangat menggembirakan..” ucap dokter itu sembari tertawa
kecil.
“menggembirakan?”
“ne.
Selamat Kwon Jihye-ssi. Dari hasil pemeriksaan kau positif dinyatakan hamil..
apakah ini kehamilan anak pertama-mu? Jagalah kesehatanmu. Jangan terlalu
lelah.” Jihye begitu terkejut mendengar penjelasan dokter yang menyatakan
dirinya hamil. Dia tidak bisa mempercayainya. Bagaimana mungkin setelah lama ia
menantikan kehamilan yang tak kunjung terjadi, kini ia harus benar-benar
mengalaminya ketika semuanya sudah berakhir..? bagaimana dia bisa mengatakannya
pada Yesung, yang kini sudah menjadi mantan suaminya?
“ah,
apakah seorang pria yang datang bersamamu itu suamimu? Dia pasti akan sangat
senang mendengarnya..” sambung dokter itu lagi penuh semangat, sebelum Jihye
sempat mengatakan apapun.
****
“gwenchaneulgeoya?”
Tanya Siwon yang tampak mencemaskannya, sambil tetap mengemudikan mobilnya
untuk mengantar Jihye kembali ke apartemennya.
“hmm..
aku hanya kelelahan saja..” jawab Jihye sekenanya. Pernyataan dokter itu terus
terngiang dalam pikirannya. Kini perasaannya serasa di campur aduk. Tidak tahu
bagaimana dia bisa menghadapi kenyataan itu. dia begitu cemas. Tidak tahu
apakah harus senang atau sedih. Ada perasaan lega dalam hatinya, sekaligus
sakit yang membuatnya ingin menangis. Jika saja dirinya mau memperjuangkan
pernikahannya, semuanya pasti tidak akan berakhir seperti ini. jihye sangat
menyesal. Ingin sekali dia bisa mengatakannya pada Yesung, memeluknya, dan
merayakan momen yang seharusnya menjadi momen membahagiakan itu bersama. Tapi
semuanya sudah terlambat.
“jika
kau butuh apapun, katakan saja padaku..” tutur Siwon yang tiba-tiba meraih dan
menggenggam tangan Jihye dengan salah satu tangannya. Membuat Jihye tertegun
dan tersadar dari lamunannya.
“gomawo,
Siwon-ssi. Tapi aku baik-baik saja. Gokjonghajima..” jawab Jihye seraya
melepaskan genggaman Siwon dengan sangat hati-hati.
“apa kau
masih belum bisa melupakannya?” Tanya Siwon yang membuat Jihye begitu tertegun
mendengarnya. Ia menoleh ke arah Siwon yang ternyata juga menoleh menatapnya.
Mereka saling menatap untuk waktu yang singkat. Jihye kemudian mengalihkan
pandangannya tanpa ada jawaban yang terucap dari bibirnya.
****
Beberapa
hari berlalu setelah kejadian itu. Jihye kembali bekerja seperti biasa, sebelum
akhirnya Siwon mendapati Jihye yang tampak sangat pucat dan lelah.
“Jihye
ssi.. gwenchanayo?”
“oh,
ne.. wae?”
“kau
tampak pucat. Tidakkah sebaiknya kau pulang saja dan beristirahat? Biar aku
saja yang mengurus pekerjaan ini..” ucapan Siwon terdengar begitu tulus. Jihye
yang memang mulai merasa kelelahan kemudian tidak menolak permintaan Siwon
tersebut.
“gomawo”
balas Jihye tanpa basa-basi dan memutuskan untuk ijin pulang cepat hari itu.
Karena
kondisinya di rasa semakin lelah jika harus pergi bekerja setiap hari, Jihye
memutuskan untuk mengambil cuti dari pekerjaannya sampai ia melahirkan anak
yang tengah dikandungnya saat itu. beruntung pihak kantor mau memberikan cuti
itu pada Jihye. Selama itu pula, Jihye berjuang seorang diri sampai anaknya
lahir dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Meski bertahun-tahun
berlalu sejak perceraiannya dengan Yesung, ia tetap tak bisa membohongi
perasaannya bahwa ia masih sangat mencintai mantan suaminya itu dan merindukan
sosoknya. Hal itu sangat menyiksa perasaannya. Bagaimanapun ia harus bertahan.
Apapun yang terjadi. Paling tidak, kini ia memiliki seorang anak laki-laki yang
memberinya semangat baru di setiap harinya. Kwon Woo Ji, anak satu-satunya yang
ia miliki dari mantan suaminya, Yesung.
****
“sejak
kapan kau memutuskan untuk berhenti bekerja dari Yonhap? Setelah masa cutimu
berakhir?” Tanya Siwon menuntut penjelasan dari Jihye setelah dirinya lama
resign dari kantor tempatnya dulu bekerja, Yonhap.
“mian..
banyak hal yang tidak bisa kuceritakan padamu waktu itu. kau sudah sangat baik
padaku.”
“kenapa
kau tidak mengatakan padaku bahwa saat itu kau sedang hamil?”
“aku
tidak tahu.. bagaimana aku harus mengatakannya.. saat dokter manyatakan bahwa
aku tengah mengandung waktu itu perasaanku begitu kacau..”
“Tapi.. kenapa kau begitu peduli padaku?” lanjut
Jihye.
Keheningan
sempat merasuk di tengah pembicaraan mereka, sampai akhirnya Siwon memutuskan
untuk kembali angkat bicara.
“Aku
ingin melindungimu..”
“Eomma!”
anak laki-laki berusia 5 tahun tiba-tiba muncul dan menghampiri Jihye dan
Siwon, membuat perbincangan mereka sempat terhenti.
“Wooji-ah,
kemarilah..” panggil Jihye pada anak laki-laki itu.
“Kau
ingin tahu siapa dan dimana ayahmu?” Tanya Jihye pada Wooji sembari mendudukkan
Wooji dipangkuannya.
“Geureomnyo!
Tapi Eomma selalu marah setiap kali aku mengatakannya..” jawab Wooji polos.
“Wooji-ah,
kau tahu paman yang sekarang duduk di hadapan kita kan? Namanya Siwon. Mulai
sekarang, kau bisa memanggilnya Appa..”pernyataan Jihye begitu mengejutkan
tidak hanya bagi Siwon sendiri tapi juga bagi Wooji. Hal itu tentu membuat
Wooji yang masih kecil dan polos begitu heran dan tidak mengerti apa yang
dibicarakan ibunya.
“Jihye
ssi.. apa maksud ucapanmu itu? apa kau serius?” Tanya Siwon tak percaya bahwa
Jihye akan melakukan hal itu.
“Mohon menjagaku
dan Wooji... Siwon ssi”
Flashback
end
****
“Jihye?” sapaku lirih saat
pandangan kami saling beradu. Aku bisa melihatnya sama terkejut sepertiku dan
aku juga masih bisa melihat ada perasaan yang begitu dalam dari sorot matanya
yang kini tampak begitu sayu. Beberapa tahun berlalu sejak kami benar-benar
berpisah dan itu membuatnya banyak berubah. Dia tidak lagi seperti Kwon Jihye
yang dulu kukenal. Rambut panjangnya yang sangat aku sukai kini sudah
terpangkas rapi sebahu dengan warna yang lebih terang. Raut wajahnya seperti
menyimpan banyak kenangan yang menimbulkan pedih tersendiri saat aku
melihatnya.
“Appa!” suara Wooji yang
terdengar begitu nyaring membuatku harus mengalihkan pandangan dari Jihye. Baru
saja Wooji memanggil seseorang dengan sebutan yang saat itu tiba-tiba terdengar
sangat sensitive di telingaku. Apa maksudnya ini? apakah benar Jihye sudah
menikah lagi? Hatiku remuk seketika begitu sesosok pria muncul tidak jauh dari
belakang Jihye. Wooji tampak sangat dekat dengan pria itu. itukah ayah Wooji?
Suami Jihye saat ini? pikiran itu terus berkecamuk membuatku hampir kehilangan
keseimbangan. Kepalaku sakit. Perasaan ini menekanku. Tubuhku bergetar. Apa
yang harus aku lakukan?
Aku masih tetap pada posisiku. Sampai
aku mendapati Jihye yang berjalan ke arahku. Mendekatiku. Haruskah aku menemuinya
dan berbincang santai dengannya layaknya seorang teman lama? Atau haruskah aku
pergi dan benar-benar melupakannya untuk selamanya?
“Sudah lama sekali, bukankah
begitu?” tanyanya terdengar begitu tenang. Aku tidak percaya bahwa dia bisa
setenang ini setelah sekian lama berpisah dariku. Apa benar dia memang sudah
tidak mencintaiku lagi? Aku tidak menjawab pertanyaannya dan hanya menatapnya
penuh kerinduan.
“sepertinya kau hidup dengan
baik. Mian, kalau Wooji sudah merepotkanmu dan gomawo karena sudah menjaganya.
Aku harus pergi sekarang. Jaga dirimu..”
Sebelum ia berbalik dan kembali
menghilang dari pandanganku aku menariknya. Entah apa yang kupikirkan saat itu.
seperti tanganku yang bergerak dengan sendirinya. Aku tidak ingin kehilangannya
untuk yang kedua kali.
“Jangan pergi lagi..” ucapku
lirih sekaligus memohon. “Aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.. Jihye..”
Jihye menarik tangannya dari
tanganku dan kembali menatapku. Kali ini dengan tatapan yang berbeda. Begitu
dalam dan itu semakin menusuk perasaanku.
“mianhaeyo..” tuturnya lagi
sebelum akhirnya berlalu dari hadapanku dan menjauh. Kenapa semuanya harus
berakhir seperti ini? kenapa aku harus menderita karenamu, Jihye? Tidak bisakah
kita mengulang semuanya dari awal lagi dan hidup bahagia bersama? Aku tidak
bisa berbuat apapun setelah melihatnya menjauh dariku. Tampaknya dia sudah
bahagia bersama suami barunya dan juga anaknya, Wooji. Kehadiranku sudah tidak
dibutuhkan lagi. Sebaiknya aku pergi dan melupakannya untuk selamanya. Mungkin
inilah takdir kami, bahwa kami tidak bisa bersama dan aku harus menerimanya
meski dengan rasa sakit.
****
Belum lama aku berbalik dan
menjauh dari tempat pertemuanku dengan Jihye, seseorang tiba-tiba mendekapku kencang
dari belakang. Membuatku begitu terkejut.
“mianhaeyo..” suara itu terdengar
begitu familiar. Begitu hangat, dan sangat dekat. Aku tidak mengerti apa yang
sedang terjadi. Apa maksud dari semua ini? apa ini semacam permainan? Aku harap
ini bukan lelucon. Aku membalikkan tubuhku untuk memastikan bahwa perkiraanku
tidak salah. Jihye. Benar dia. Tubuhku bergetar dan aku tidak tahu apa yang
harus aku lakukan dan katakan. Aku melihatnya sudah berlinang air mata dengan
kulit yang begitu pucat. Jantungku berdegup kencang tak percaya. Aku berusaha
untuk meraihnya dengan masih tetap tak percaya pada apa yang baru saja ia
katakan.
“saranghaesseo.. mianhae..”
ucapnya sekali lagi sambil terisak, membuat dadaku semakin sesak dan ingin ikut
menangis mendengarnya. Tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya erat.
****
Flashback
:
“mianhaeyo..”
hanya itu yang terucap dari mulut Jihye sebelum akhirnya ia berbalik dan
menjauh dari Yesung. Meski Jihye tampak sangat tenang, ia tetap tak bisa
membohongi dirinya sendiri bahwa sebenarnya ia sangat tersiksa akan
keinginannya kembali pada Yesung. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh
perjuangan lantaran langkahnya yang dirasa semakin berat harus menjauh dari
pria yang sangat dicintainya selama ini. Jihye tidak tahu apa yang harus
dilakukan untuk bisa kembali pada Yesung.
“mian
membuat kalian menunggu..” tutur Jihye pada Siwon dan Wooji.
“apa
yang Eomma bicarakan dengan ahjussi itu?” Tanya Wooji ingin tahu.
“ah,
itu---“
“aku
tahu kau sudah sangat lelah..” belum selesai Jihye bicara, Siwon langsung
menyela.
“ne?”
ucap Jihye yang tidak menangkap maksud perkataan Siwon padanya.
“kalau
memang itu yang terbaik untukmu.. aku tidak apa-apa.. aku tahu kau masih
mencintainya.. kembalilah padanya..” jelas Siwon panjang lebar yang membuat
Jihye menatap tak percaya.
Ia tidak
percaya betapa Siwon sudah banyak berbuat baik padanya dan masih bisa mengerti
perasaan Jihye seperti itu. Jihye merasa sangat lega mendengar perkataan Siwon
yang menyetujui keinginannya untuk kembali pada Yesung, sekaligus merasa
menyesal bahwa ia belum bisa melakukan apapun sebagai balasan semua kebaikannya.
“kejar
dia.. jangan biarkan dia pergi lagi..” lanjut Siwon lagi dengan senyum terbaik
yang bisa ia berikan.
“gomawo,
Siwon ssi. Aku tidak tahu bagaimana bisa membalasmu.. kau sangat baik padaku
dan Wooji selama ini.. gomawoyo..” setelah mendapat persetujuan itu, Jihye
merasa telah mendapatkan kekuatan baru. Tanpa berlama-lama, Jihye langsung
berlari mengejar Yesung yang sudah berlalu meninggalkan tempat itu.
Dengan
segenap kekuatan yang baru saja ia terima sekaligus secercah harapan yang ada
dihadapannya, ia berlari penuh keyakinan bahwa penantiannya selama ini akan
benar-benar terbayarkan. Ia dan Yesung akan kembali bersama. Hanya itu yang ada
dalam pikirannya saat itu. tidak peduli seberapa jauh ia harus berlari untuk
mengejarnya kembali. Ia tidak akan melewatkan kesempatan ini.
Flashback
end
****
Aku benar-benar tidak percaya.
Seperti terbangun dari mimpi burukku. Aku dan Jihye kini kembali bersama.
Setelah sekian lama aku menderita demi menantikan kedatangannya kembali.
“maukah kau memulai lagi dari
awal.. bersamaku?” tanyaku dengan tatapan penuh harap. Tidak ada jawaban yang
keluar dari mulutnya, hanya anggukan pelan yang ia berikan sebagai tanda ia
setuju. Aku begitu lega dan senang mengetahui hal itu.
Tapi bagaimana dengan Wooji dan
pria yang disebut sebagai ‘Appa’-nya tadi? Tiba-tiba pertanyaan itu terbersit
dalam pikiranku.
“apa yang terjadi padamu? kau
terluka?” Tanya Jihye yang membuyarkan lamunanku ketika ia melihat bekas luka
yang ada di sudut bibirku.
“ah.. ini.. bukan apa-apa..”
jawabku berusaha menutupinya dari Jihye.
“pria itu.. bagaimana dengannya?
Dan Wooji?” aku mengalihkan pembicaraan sekaligus tidak bisa menahan diriku
untuk tidak bertanya tentang hal itu.
“apakah pria yang kau maksud itu
Siwon? Aku kira kau belum melupakannya. Dia temanku sewaktu masih bekerja di
Yonhap. Dan kenapa dengan Wooji?”
“maksudku… apakah kalian
menikah?”
“tidak, tidak seperti itu. mian
sudah membuatmu salah paham. Aku dan Siwon hanya teman baik. Siwon pria yang
sangat baik dan dia sudah banyak membantuku dan Wooji..”
“lalu.. Wooji?”
“tentang Wooji.. sudah sejak lama
aku ingin sekali bisa mengatakannya padamu.. tapi baru sekarang kita bisa
dipertemukan kembali.. sebenarnya.. Wooji… dia anakmu..”
Anakku? Jadi.. Wooji adalah..
anakku..?? perlu waktu beberapa lama sampai aku benar-benar bisa mencerna
perkataan Jihye. Aku tidak tahu bagaimana aku harus mengungkapkan betapa
bahagianya aku mendengar itu darinya. Tapi bagaimana bisa Wooji adalah anakku?
“dokter menyatakan aku hamil
beberapa hari setelah perceraian kita.. waktu itu aku sungguh kacau dan tidak
tahu harus bagaimana.. akhirnya aku memutuskan untuk berhenti bekerja dan pergi
ke Gimhae, ke rumah orangtuaku untuk sementara waktu..” lanjutnya kembali
menjelaskan.
Tidak lama setelah penjelasan
itu, Siwon dan Wooji datang menyusul kami.
“Eomma!” panggil Wooji yang
kemudian menghambur ke arah Jihye. Setelah mengetahui kebenaran bahwa Wooji
adalah anakku, ada perasaan berbeda muncul dalam benakku. Berbeda dari saat aku
pertama kali melihatnya. Wooji menatap lekat ke arahku, membuatku begitu kikuk
dan tidak tahu bagaimana bisa mengatakannya.
“selamat datang.. Appa..” ucapan
Wooji yang tiba-tiba itu membuatku begitu terkejut. Bagaimana dia bisa tahu?
Aku bahkan belum mengatakan apapun, juga merasa bersalah karena tidak ada
untuknya selama ini.
“apa kau terkejut… Yesung ssi?”
kata Siwon ikut menimpali yang membuatku semakin tidak mengerti.
“Siwon ssi..”
“aku yang memberitahu Wooji..
Jadi kau tidak perlu terkejut seperti itu..”
“ne! Siwon Appa bilang, kalau sekarang
aku punya 2 Appa. Tapi aku senang karena Appa-Appa ku adalah orang yang baik.
Tapi bagaimana aku bisa punya 2 Appa?” Wooji tampak kebingungan sendiri dengan
kenyataan yang memang belum bisa ia pahami dengan baik.
“Wooji-ah.. kau akan mengerti
setelah kau dewasa nanti.. mian karena baru datang sekarang..” ujarku kemudian
mengacak rambutnya penuh kasih sayang.
“gomawo, Siwon ssi..”
“gwenchana.. aku senang bisa
membantu meski pada akhirnya aku tetap bertepuk sebelah tangan.. ah, sebelum
aku lupa, aku juga ingin memberitahu kalau aku akan melanjutkan studi S2-ku di
Amerika Serikat bulan depan..” balasnya dibumbui sedikit candaan yang membuatku
dan Jihye sempat tersenyum kecil.
“Appa akan pergi? Apakah itu
lama?” Tanya Wooji penasaran.
“aku harap itu tidak akan lama.
Tapi jangan kuatir, karena sudah ada Appa Yesung yang akan menjagamu..” jawab
Siwon lembut pada Wooji sembari mencubit gemas pipinya.
****
Aku tidak menyangka kalau
ternyata kisah cintaku memiliki akhir yang baik, meski memerlukan waktu yang
panjang dan penantian yang begitu menyiksa. Keberadaan Siwon seperti malaikat
yang sengaja Tuhan kirimkan di tengah-tengah kami untuk bisa membantu kami dan
aku bersyukur untuk semua itu. setelah semua kebenaran itu terungkap, aku
sangat lega. Aku dan Jihye memutuskan untuk kembali melangsungkan pernikahan
dalam waktu dekat, sebelum Siwon pergi ke Amerika. Meski ini bukan pernikahanku
yang pertama, aku merasa lebih gugup dari saat pertama aku menikah dengannya.
Sungguh tak terbayangkan. Aku belum pernah sebahagia ini.
Proses pernikahan akan segera
dimulai. Aku yang sudah berdiri di latar gereja, menunggu kedatangan mempelaiku
dengan sangat gugup dan cemas. Tanganku bahkan sampai berkeringat. Jantungku
berdegup kencang dan semua itu terbayarkan ketika Jihye memasuki ruang gereja
dengan gaun putihnya. Begitu cantik. Bagiku, ia terlihat 10 kali lebih cantik
dari sebelumnya. Senyum cerah mengembang di wajahnya yang tampak berseri-seri.
Tampak Wooji yang menjadi pendampingnya, berjalan mengekor di belakangnya.
Sangat lucu dan sungguh pemandangan yang menyenangkan.
“Saranghae..” ucapku pada Jihye
yang lebih terdengar seperti sebuah bisikan, tapi mampu membuatnya kembali
tersenyum. “na do..”
**************************************END******************************************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar