Sabtu, 17 Agustus 2013

Pool Of Grudge





"Pool Of Grudge"

Author:
Kxanoppa
Genre :
Horror, mystery, romance, friendship
Tags :
Cho Kyuhyun, Tan Hangeng, Kim Youngwoon, Kim Heechul, Ryn Nara (OC/You), SNSD (Seohyun), Miho (OC), Bora (OC)
Length :
One shot
Rating :
PG-15
Notes :
NO BASH. NO COPY. NO SILENT READERS! Happy reading :D
(please visit this too)

*Ryn Nara pov*
Aku gadis 16 tahun asal Indonesia. Ayahku bekerja di bidang kemiliteran. Beliau mewakili negaraku di kedutaan besar di Korea Selatan, hingga mengharuskan kami untuk berpindah ke sana. Aku tidak merasakan apapun atas kepindahan ini, karena keluargaku sudah sering berpindah-pindah. Sejujurnya membuatku kurang nyaman karena harus berganti-ganti teman dan membuatku tak punya cukup teman baik. Hal itu membuatku menjadi gadis pendiam dan pemikir.
Di tahun pertamaku di SMA DongHak di Seoul, aku berusaha untuk berpikir positif. Bahwa semua akan baik-baik saja dan semua orang akan menyambutku. Tapi ternyata aku salah besar. Siswa di sana tak begitu menyukaiku. Mereka tak mengacuhkanku, membicarakan hal-hal yang tak mengenakkan tentangku, bahkan parahnya mereka tega mem-bully-ku dan memperlakukanku seperti budak mereka. Aku tak tahu pasti apa alasan mereka melakukan itu. Mungkin karena aku orang asing. Hal itu terjadi terus-menerus tanpa aku bisa melawan mereka karena aku tak mau membuat kekacauan dan keributan. Itu akan berbahaya untuk kelanjutan studiku, dan juga akan memalukan jika pihak sekolah tahu bahwa anak seorang duta besar menjadi pengacau di sekolah. Sejak itupun aku memutuskan untuk memangkas pendek rambutku, hanya sekedar untuk terlihat kuat di hadapan mereka.
Saat pelajaran olahraga, guru kami memintaku berpartisipasi dalam olimpiade renang, yang akan diadakan beberapa minggu ke depan. Dalam tim khusus olimpiade itu, ada Seohyun, dimana dia adalah kaptennya. Mengetahui hal itu Seohyun sangat kesal dan semakin membenciku.
"Yak, neo nuguya? Heechul sonsaengnim memilihmu, tapi kami tak akan pernah menerimamu. Kemampuanmu tidak bisa dibandingkan dengan kami." Ujar Seohyun padaku. Ia berdiri dihadapanku bersama kedua sahabatnya dengan wajah sombong memuakkan.
"Arayo. Tapi aku juga akan berusaha untuk olimpiade ini. Kuharap kita bisa saling membantu." Balasku berusaha tetap tenang.
"Cih, omong kosong. Berhenti bersikap sok baik dan suci. Kau hanya ingin pamer kan?" Tukas salah satu sahabat Seohyun, yang kutahu bernama Miho.
"Kalau memang kau hebat, bagaimana kalau kita buktikan saja eoh?" Usul Bora, teman mereka yang lain.
"Bora benar. Bagaimana kalau kita tandingkan saja. Jika aku menang, kau harus mengundurkan diri dari olimpiade ini dan jika kau yang menang, kami akan menerimamu dan aku akan menarik semua ucapan kasarku padamu. Ottae?" Tegas Seohyun. Aku memandangnya ragu dan hanya bisa menelan ludah. Bukan karena aku tak mau atau tak mampu. Aku sedang tidak enak badan siang itu dan berenang bukan ide yang bagus saat itu.
"Tentu saja aku mau. Tapi tidak sekarang. Aku pikir aku sedang demam." Balasku.
"Demam? Kau ini pengecut sekali ternyata. Kalau memang tidak bisa ya mengaku saja dan mundur!" Seohyun tampak tersenyum sinis sekaligus puas, menganggap aku yang memang tak kompeten. Tak lama setelah itu, Miho dan Bora menarik tanganku dan memaksaku untuk masuk ke kolam renang. Aku berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hingga kami membuat keributan kecil. Kebetulan guru kami sedang tidak mengawasi saat itu. Aku panik. Namun tiba-tiba sebuah tangan kokoh melepaskanku dari Miho dan Bora.
"Apa yang terjadi? Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak dengar kalau ia sedang tak enak badan?" Tanya seorang siswa laki-laki dengan wajah tampannya yang familiar itu pada Miho dan Bora. Ternyata itu Kyuhyun. Teman sekelasku juga, yang kutahu sangat disukai para siswa perempuan di sekolah. Termasuk Seohyun.
"Aa.. Kami hanya-"
"Anieyo. Kami hanya bercanda sedikit. Miho, Bora, kajja!" Ucap Seohyun, memotong kalimat Bora. Aku bisa melihat tatapan Seohyun yang semakin benci padaku. Ia pasti cemburu melihat Kyuhyun yang peduli padaku.
"Nara? Gwenchanayo? Apa mereka mengganggumu? Aku tahu pasti sulit menjadi satu-satunya orang asing di sekolah ini, tapi suatu saat mereka semua pasti akan menerimamu." Ucap Kyuhyun ramah.
"Nan gwenchana. Gomawo." Balasku sungkan kemudian beranjak meninggalkannya.
"Jamkanman!" Mendengar itu langkahku terhenti. Aku menoleh ke arahnya.
"Kalau masih sakit, pergilah ke uks." Ucapnya kemudian berlalu mendahuluiku. Melihat punggungnya yang semakin menjauh, aku merasakan sesuatu yang aneh di dadaku. Untuk pertama kalinya.
**

Keesokan harinya, Seohyun dan teman-temannya kembali berulah. Di kelas, aku mendapati bangku dan mejaku begitu kotor dan berantakan dengan banyak sampah. Aku hanya bisa melihatnya dengan pandangan pasrah. Mendengar mereka tertawa puas, aku melangkah keluar kelas dengan tergesa. Namun naas. Sebelum mencapai pintu, Seohyun menjegalku hingga jatuh tersungkur.
"Kita lihat berapa lama lagi kau akan bertahan. Kau itu cuma itik buruk rupa. Tak pantas sekolah di sini!" Ujarnya lalu tertawa puas bersama yang lainnya. Malas menanggapi itu, aku bangkit dan segera keluar.
Beberapa langkah dari pintu kelas, aku tak sengaja menabrak seseorang. Karena terburu-buru dengan suasana hati yang kacau, aku tak begitu memperhatikannya dan terus berjalan.
Aku memutuskan untuk membolos kelas hari itu. Untuk menenangkan hatiku. Rasanya sakit dan sedih sekali. Diam-diam aku menangis di gedung kolam renang indoor sekolah yang sedang kosong. Aku melihat pantulan diriku di permukaan air kolam dan berpikir apa yang salah dariku? Aku begitu kesepian dan tak tahu harus berbagi dengan siapa. Saat kupandangi lagi pantulan di air kolam, aku terkesiap karena menemukan bayangan lain selain diriku di sana. Aku tahu pasti bahwa aku sedang sendirian. Lalu itu siapa?
Aku memberanikan diri untuk melongok lagi ke permukaan air. Bayangan itu menghilang. Hanya ada bayanganku saja. Lalu aku menoleh ke belakang dan seseorang yang asing sudah berdiri di sana. Aku terkejut dan berteriak.
"Jangan takut. Kau dan aku. Kita sama." Ucap orang asing itu. Dari penampilannya, orang itu juga mengenakan seragam sekolah. Hanya saja seragamnya terlihat lusuh dengan motif dan warna yang berbeda dari punyaku. Kulit dan wajahnyapun pucat.
"Aku Hangeng. Murid pindahan dari Cina. Kita mendapat perlakuan yang sama di sekolah ini." Ucapnya lagi. Aku masih tercengang tak konsen. Pikiran dan perasaanku berkecamuk. Antara ragu, takut, sekaligus heran. Ia tersenyum dan mengulurkan tangannya. Aku menjabatnya takut-takut dalam diam. Tangannya sangat dingin.
"Aku Nara. Ryn Nara, dari Indonesia." Ucapku pada akhirnya. Tak lama setelah itu, terdengar seseorang datang dan meneriaki kami. Membuatku sontak menoleh.
"Nuguseyo?! Kenapa tidak belajar di kelasmu?" Teriak seseorang itu yang ternyata adalah petugas kebersihan sekolah.
"Oh ahjussi.. Itu, kami.. Kami hanya...-"
"Kami? Kukira hanya ada kau sendiri di ruang ini.. Kembalilah ke kelas sebelum membuat masalah yang lebih besar." Potong petugas kebersihan itu yang membuatku heran. Aku menoleh lagi ke arah Hangeng berdiri sebelumnya, namun nihil. Seketika itu juga jantungku serasa berhenti berdetak. Bulu kudukku berdiri. Tidak mungkin. Aku langsung berbalik dan berlari keluar gedung itu menyusul petugas kebersihan tadi yang sudah lebih dulu meninggalkanku. Hangeng. Siapa dia?
**

Kejadian itu terus terngiang dalam otakku. Aku tetap penasaran meskipun takut. Sebenarnya apa yang terjadi? Di meja belajarku, aku terus melamun dan tak kunjung belajar. Padahal aku tahu besok akan diadakan tes sejarah. Tanpa sadar, aku menghabiskan waktuku hanya untuk melamun hingga tertidur.
**

Keesokan paginya, aku menemukan bangku dan mejaku sudah bersih dan kembali seperti semula. Aku menghela napas lega. Tak lama semua siswa masuk dan kelas dimulai. Seohyun dan beberapa siswa lainnya masih menatapku sinis, tapi aku berusaha tak peduli. Saat tes dimulai, aku panik. Aku sama sekali tidak belajar. Aku gelisah dan tidak tahu harus menjawab apa ketika melihat siswa lainnya sudah mengerjakan dengan serius. Aku melirik ke arah Kyuhyun yang duduknya cukup jauh dariku. Ia terlihat begitu serius mengerjakannya, tidak mungkin ia bisa membantuku.
Di tengah kepasrahanku, tiba-tiba saja bolpenku bergeser sendiri. Aku menoleh kanan-kiri, memastikan jika ada siswa lain yang melihatnya. Namun nihil. Aku menelan ludah gugup dan menghela napas takut-takut. Kuberanikan diri meraih bolpen itu dan tanganku seolah lepas kendali. Bolpen itu justru menggerakkan tanganku dan mengerjakan semua soal tesku tanpa aku harus berpikir. Aku sangat panik, namun tak ada satupun yang tahu apa yang sedang kualami. Hebat sekali! Ini semakin aneh.
**

*Cho Kyuhyun pov*
Anak itu. Apakah ia mengerjakan tesnya dengan benar? Kuperhatikan ia begitu bersemangat mengerjakannya. Apakah ia sesuka itu pada pelajaran sejarah hingga mengerjakan tesnya seantusias itu? Aku beberapa kali menoleh ke arahnya, tapi ia sama sekali tak menyadarinya. Entah kenapa akhir-akhir ini aku jadi terus memikirkannya. Ah, bicara apa aku ini? Sudah pasti aku memikirkannya karena aku kasihan. Ia kerap kali di-bully oleh siswa lainnya. Ya, aku hanya kasihan padanya yang tak punya teman untuk berbagi. Ia pasti sangat kesepian. Mengingat Seohyun dan kawanannya kemarin yang dengan tega mengotori bangku milik Nara hingga anak itu harus membolos kelas. Aku masih ingat raut kesedihan di wajahnya saat ia menabrakku di depan kelas kemarin. Ia pasti sangat terpukul. Aku sampai rela membantu membersihkan bangkunya seorang diri. Kupikir ia anak yang manis dan baik. Apa salahnya kalau ia berasal dari luar Korea? Kenapa harus dibedakan?
Setelah jam sekolah berakhir, aku berniat menemuinya dan mengajaknya mengobrol. Belum sempat aku medekatinya, Seohyun sudah menghalangi jalanku.
"Kyu." Sapa Seohyun yang tak begitu kutanggapi. Aku masih sibuk memperhatikan Nara yang mulai berjalan menjauh.
"Kyu!" Sapa Seohyun lagi yang membuatku terpaksa menatapnya.
"Mwo?" Balasku dingin.
"Kenapa kau dingin padaku? Apa sih yang kau perhatikan dari tadi?! Aku bicara padamu, Kyu!" Seohyun mulai emosi. Ia menarik tanganku dan memaksaku ikut dengannya.
"Mwoya? Kenapa kau begitu memaksa?!" Tanyaku ketus.
"Kenapa harus Nara?" Tanya Seohyun yang membuatku terdiam.
"Jawab aku, Kyu."
"Kenapa kau harus tahu? Kau bahkan bukan siapa-siapaku. Berhenti mengikutiku, menyukaiku, atau apapun itu." Balasku tanpa perasaan. Aku tahu ini mungkin agak keterlaluan, tapi biar saja toh aku memang tak pernah menyukainya.
"Kyu.. Kenapa kau tega sekali mengatakan itu padaku? Kenapa harus gadis bodoh itu dan bukan aku?"
"Nara bukan gadis bodoh! Berhenti menghina dan mengganggunya! Sebaiknya kau perbaiki dulu sikap dan perkataanmu, sebelum menyakiti orang lebih banyak lagi." Ujarku tajam kemudian meninggalkannya.
**

*Author pov*
Sepulang sekolah, Nara terus memikirkan kejadian aneh yang dialaminya saat mengerjakan tes. Ia memikirkannya sepanjang waktu bahkan saat di rumah.
Malam itu, ia membuka laptop di kamarnya, hendak mengerjakan tugas. Karena lupa mengambil buku, Nara meninggalkan laptopnya dan berjalan menuju tasnya. Ketika kembali menatap monitor laptop, ia dikejutkan oleh hal aneh lainnya. Beberapa huruf sudah terketik dengan sendirinya. Nara ingat ia belum mengetik apapun sama sekali sebelumnya. Huruf yang terketik tak bisa di baca, hanya berupa rangkaian huruf acak. Nara gelisah karena takut. Ia memberanikan dirinya untuk menghapus rangkaian huruf itu lalu mencoba mencari di google tentang bagaimana cara mengetahui keberadaan roh di dalam ruangan. Entah darimana ide gila itu muncul. Ia hanya yakin bahwa semua itu ada hubungannya dengan hal gaib. Pertemuannya dengan siswa misterius bernama Hangeng, bolpen yang bergerak sendiri, lalu huruf yang terketik sendiri. Ia merasa perlu untuk memecahkan misteri ini.
Dari beberapa hasil yang ia temukan di google, ia mencoba salah satunya yang dianjurkan yaitu menutup jendela dan pintu, menyalakan 4 lilin dalam ruangan gelap secara berjajar, menempatkan darah 2 tetes pada wadah kaca, menghadap ke cermin dengan pandangan lurus pada garis pangkal atas hidung, sambil menyisir rambut dengan jari.
Ia benar-benar nekat melakukan semua itu, hingga tiba-tiba ia merasakan angin berhembus dan membuatnya merinding. Semua jendela dan pintu telah ditutup. Nara memejamkan matanya takut. Wadah kaca berisikan darahnya tiba-tiba jatuh dan pecah di lantai. Darah itu kemudian mulai membentuk beberapa kata bagaikan tinta.
"I will help you.." Ucap Nara lirih saat dibacanya susunan kata itu. Ia merasakan tubuhnya seketika melemas. Ia tidak mengerti apa maksud kalimat itu.
**

Keesokan harinya di sekolah, Nara menemukan sesuatu yang berbeda di kelasnya. Semua siswa terlihat murung dan suasana yang hening. Jika biasanya Seohyun akan memimpin teman-temannya untuk mengerjai Nara ataupun sekedar membuat keramaian di kelas, kali ini tidak. Seohyun bahkan tidak masuk. Pandangan Nara berhenti pada Kyuhyun, yang sudah lebih dulu menatapnya. Kyuhyun berjalan mendekatinya.
"Seohyun kecelakaan. Kemarin." Jelas Kyuhyun yang sontak membuat jantung Nara berdesir. Nara membekap mulutnya dengan tangannya sendiri. Kedua matanya terbelalak tak percaya.
"Apa kau sedih? Ia sudah banyak melukaimu." Ujar Kyuhyun heran dengan reaksi Nara. Kyuhyun semakin berpikir bahwa Nara adalah gadis yang sangat baik hati.
"Na-ttaemune. Naega jalmothaesseo. Aku yang membuatnya celaka." Ucap Nara panik, membuat semua siswa yang ada di sana terkejut dan menoleh ke arahnya.
"Musuniriya? Jangan bodoh, Nara! Marhae! Katakan pada kami itu tidak benar. Ige mwoya?" Tukas Kyuhyun sambil menggoyang-goyangkan bahu Nara, berusaha mengembalikan akal sehat gadis itu.
Tak lama setelah itu, guru masuk dan kelas dimulai. Seluruh siswa termasuk Nara, tampak tak bersemangat setelah mendengar kabar kecelakaan Seohyun. Nara masih sangat panik. Apakah mungkin ini ada hubungannya dengan ritual yang ia lakukan semalam? Nara tak bisa berkonsentrasi. Ia begitu gelisah dan gemetaran. Kyuhyun yang menyadari hal itu meminta ijin pada guru untuk mengantarkan Nara ke uks. Hal itu tentu mengejutkan Nara, namun tanpa protes ia pun mengikuti keputusan Kyuhyun.
"Marhaebwayo, Nara. Ige musuniriya? Kenapa kau tampak begitu gelisah?" Tanya Kyuhyun saat mereka berdua sudah berada di uks.
"Kecelakaan itu.. Pasti karena aku, Kyu. Aku tak bermaksud seperti ini, sungguh. Aku sendiri tak tahu apa yang terjadi.. Aku-"
"Nara, lihat mata-ku. Tenangkan dirimu dan bicaralah yang jelas." Potong Kyuhyun. Nara hanya menatap Kyuhyun ragu sambil mengernyitkan keningnya.
Tanpa mereka sadari, seseorang tengah mengawasi dan memperhatikan mereka berdua dengan geram dalam ruangan itu.
**

2 hari berlalu dan Nara masih belum bisa menjelaskan tentang ritual itu pada siapapun termasuk Kyuhyun. Selama Seohyun dirawat di rumah sakit, siswa yang biasanya mem-bully Nara tidak pernah berulah lagi. Kyuhyun-pun jadi lebih mudah untuk mendekati Nara. Mereka berdua semakin akrab dan Nara tidak kesepian lagi.
Seminggu setelah itu, Seohyun sudah boleh keluar dari rumah sakit dan mulai bersekolah kembali. Ia harus menggunakan tongkat karena kakinya patah. Saat ia kesulitan untuk mengambil bukunya yang jatuh di koridor sekolah, Nara datang membantunya. Hal itu membuat Seohyun malu dan menyesal.
"G-gomawo. Mianhae.. Selama ini aku sudah sangat jahat padamu." Ucap Seohyun sambil memalingkan wajahnya karena malu jika bertatap muka dengan Nara.
"Lupakan saja. Uri chingu haja." Balas Nara sambil tersenyum, membuat Seohyun menatapnya penuh penyesalan.
"Karena kakiku seperti ini, aku tak bisa ikut olimpiade. Maukah kau memenangkannya untukku, kapten Nara?" Ujar Seohyun yang membuat Nara sedikit tercengang. Mereka berduapun tersenyum bersama.
Di tengah perbincangan singkat itu, tiba-tiba Bora datang tergesa-gesa dengan wajah panik.
"Seohyun-ah, Nara, tolong. Di toilet wanita.. Miho.. Miho.." Ucapan Bora terbata-bata antara shock sekaligus napasnya yang terengah setelah berlari.
"Waeyo? Apa yang terjadi dengan Miho?" Tanya Seohyun ikut panik.
"Miho pingsan di toilet dengan banyak luka tusukan kaca di wajahnya." Terang Bora lebih jelas. Seohyun dan Nara terkejut mendengarnya.
"Akhh.." Rintih Seohyun saat akan menyusul Bora dan Nara.
"Seohyun-ssi, kau tidak perlu ikut. Biar kami saja. Kami akan segera minta bantuan. Kau di sini saja." Pinta Nara kemudian melanjutkan langkahnya menuju toilet.
**

Nara, Bora, dan Kyuhyun ikut mengantarkan Miho ke rumah sakit. Mereka sangat terkejut saat mendapati Miho yang tergeletak di lantai toilet sekolah dengan pecahan cermin yang melukai wajahnya. Beruntung Miho masih bisa diselamatkan. Hanya luka di bagian wajah saja dan tak begitu serius.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Miho-ya..?" Tanya Bora setelah Miho sadarkan diri. Miho memandang Bora, Nara, dan Kyuhyun bergantian sebelum akhirnya menjawab.
"Nado molla.. Aku merasa tubuhku seperti ditarik paksa dan menghantam cermin hingga pecah dan mengenai wajahku. Lalu tubuhku seperti di lempar. Sangat aneh." Jelas Miho dengan pandangan menerawang berusaha mengingat. Nara, Bora, dan Kyuhyun tampak heran dan tak percaya.
"Kau yakin tak ada siapapun di sana saat itu terjadi?" Tanya Kyuhyun. Miho-pun menoleh ke arahnya dan menganggukkan kepalanya.
"Isange.. Jeongmal isange.." Protes Bora. Nara hanya terdiam dan berpikir. Apakah mungkin dampak dari ritual itu? Ia tiba-tiba teringat kalimat misterius yang tersusun saat ritual. Nara kembali gelisah. Apakah mungkin semua itu...
**

Setelah Miho dinyatakan sembuh, ia kembali bersekolah. Hanya saja ia harus menggunakan masker guna menutupi bekas luka di wajahnya. Tak lama setelah itu, kecelakaan aneh pun berlanjut menimpa Bora. Begitu seterusnya hingga seluruh siswa di kelas mereka mengalaminya kecuali 1 orang, Kyuhyun.
"Kyu, ini gila. Aku tak bisa membiarkan ini terus terjadi.." Ujar Nara yang kembali dihantui perasaan bersalah.
"Yak, musuniriya? Kau tak melakukan apapun. Kenapa kau harus membereskannya? Sebenarnya ada apa, Nara?" Mendengar itu Nara kembali terdiam. Kyuhyun mulai kesal karena Nara tak pernah mau menjelaskan dan selalu panik tanpa alasan yang jelas.
"Geumanhae. Aku tidak mau dengar kau mengatakan hal yang tidak masuk akal itu lagi." Pinta Kyuhyun pada akhirnya.
"Kyu, beottakhieya (kumohon). Aku tak bisa jelaskan padamu sekarang. Hanya saja untuk beberapa hari ke depan, bisakah kau menjauh dariku?" Ucap Nara terpaksa.
"Mwo? Yak, ada apa denganmu, Nara?"
"Dengarkan aku, Kyu. Menjauhlah dariku. Aku perlu waktu sendiri untuk berpikir sebelum menjelaskan alasanku padamu." Pinta Nara lagi dengan berat hati. Kyuhyun hanya menatap Nara tak percaya dan tersenyum kecut.
"Terserah padamu saja! Kurasa kau sudah mulai gila, Nara." Sungut Kyuhyun lalu pergi meninggalkannya. Baru beberapa langkah saja, tiba-tiba Kyuhyun berhenti. Ia merasakan aneh pada tubuhnya. Panas seolah menyeruak masuk dalam tubuhnya dan membuatnya lepas kendali. Tubuhnya seakan bergerak sendiri tanpa ia perintahkan. Pikirannya seakan berperang dengan sesuatu yang lain demi menghentikan aksinya itu. Dengan sedikit kesadaran yang tersisa, seperti orang mabuk, Kyuhyun mengambil silet yang ada di dalam tasnya dan hendak menggoreskannya pada nadi-nya, jika Nara tak segera menghentikannya.
"Kyu!! Apa yang kau lakukan? Hei! Sadarlah! Michigesseo!" Teriak Nara berulang kali sembari menghalangi niat Kyuhyun yang hendak menyakiti dirinya sendiri saat itu. Nara tidak kuat lagi melawan kekuatan Kyuhyun yang lebih besar. Ia pun terpaksa menampar Kyuhyun dengan keras hingga membuat silet yang ada di tangan Kyuhyun terjatuh.
"Apa yang kau coba lakukan? Ada apa, Kyu? Kalau kau marah padaku, cukup jauhi aku. Tidak sampai seperti ini!" Teriak Nara lagi dengan napas memburu karena emosi. Ia menggenggam tangan Kyuhyun dan menunduk.
"Mianhae.. Tak seharusnya aku menamparmu seperti itu.." Sesal Nara.
Saat Nara kembali mendongakkan wajahnya, giliran Kyuhyun yang justru menunduk. Gesturnya tiba-tiba berubah aneh. Masih tertunduk, Kyuhyun terus bergumam tak jelas dan menyeringai seakan ada sesuatu hal yang lucu. Ia menyengkeram bahu Nara kuat lalu mencium bibir gadis itu dengan liar, tanpa Nara bisa melawannya. Seolah tengah melahap mangsanya, Kyuhyun melumat bibir Nara dengan penuh emosi. Nara berusaha mendorong tubuh Kyuhyun namun nihil. Kekuatan Kyuhyun seakan bertambah berkali-kali lipat. Hingga dirasakannya Nara mulai lemas, Kyuhyun menghentikan aksinya. Mereka berdua terengah, berusaha mencari oksigen. Hingga tiba-tiba Kyuhyun jatuh tak sadarkan diri. Nara yang melihat itu kembali panik dan yakin bahwa sesuatu telah terjadi pada Kyuhyun. Bahwa pria yang baru saja ada di hadapannya adalah BUKAN Kyuhyun.
**

Setelah membawa Kyuhyun ke ruang uks, Nara berlari dengan tergesa-gesa menuju gedung olahraga. Terkunci. Ia segera mencari dimana petugas kebersihan itu berada. Ia panik dan juga sedih. Ia merasa semua yang menimpa teman-teman sekelasnya adalah karena kesalahannya. Terlebih apa yang terjadi pada Kyuhyun. Nara sangat terpukul, bahwa Kyuhyun-pun harus ikut menjadi korban. Ia berlari ke segala sisi dan sudut sekolah mencari paman petugas kebersihan yang biasa mengurus gedung olahraga namun tak kunjung ditemukannya. Hingga tanpa terasa airmatanya menetes. Ia tak dapat menahannya lagi. Ia harus menemukan kunci agar bisa masuk ke sana dan menemui siswa misterius itu lagi guna meminta penjelasan. Ia percaya bahwa bencana yang menimpa teman-temannya ada kaitannya dengan siswa bernama Hangeng itu. Hangeng sebenarnya adalah roh. Hangeng sudah tidak ada, dan selama ini terus mengikutinya dalam wujud yang berbeda hanya untuk membalaskan dendamnya.
Perasaan Nara tak enak. Ia pun memutuskan untuk kembali ke ruang uks untuk menjaga Kyuhyun. Sesampainya di uks, Nara menemukan Kyuhyun yang tengah muntah darah.
"Kyu!!" Pekik Nara sembari mendekatinya.
"Sudah cukup! Hentikan semua ini, kumohon.. Jangan sakiti teman-temanku lagi.. Kyuhyun tidak bersalah, jangan sakiti dia.." Teriak Nara sambil terisak.
"Aku tahu kau di sini. Kka! Jangan ganggu kami lagi.." Lanjut Nara lagi. Tak lama setelah mengatakan itu, terdengar suara seseorang dari belakang Nara dan Kyuhyun.
"Aku membantumu. Apa kau melupakanku, Nara?" Ucap pria yang tiba-tiba sudah berada di ruangan itu. Hangeng.
"Anieyo! Bagaimana mungkin kau membantuku dengan menyakiti semua temanku? Aku bahkan tak pernah meminta bantuanmu. Kyuhyun tidak bersalah, kenapa kau juga menyakitinya? Kau hampir membunuhnya!"
"Awalnya aku tak mau mengganggunya. Tapi melihatmu selalu senang saat bersamanya, aku tidak suka. Kau bahkan berusaha melindunginya. Aku... Cemburu.. Kukira tadinya kita bisa berteman." Ucap Hangeng lirih dengan tatapannya lurus pada Nara.
"Aku murid pindahan dari Cina, 25 tahun yang lalu. Semua siswa di sini tidak menyukaiku karena aku berasal dari luar Korea dan mereka semua menganggap itu sesuatu yang mengganggu. Aku dipaksa melakukan apapun yang mereka sukai/perintahkan. Seperti budak. Bahkan mereka tak pernah peduli jika aku terluka ataupun mati. Mereka terus mendesakku agar keluar dari sekolah, tapi aku tidak bisa karena demi orangtuaku aku berjanji akan menyelesaikan sekolahku tanpa membuat masalah. Mereka menghajarku dan menenggelamkanku di kolam renang itu hingga aku tewas.. Mereka membunuhku.." Jelas Hangeng panjang lebar. Nara yang mendengar itu merasa menyesal dan sedih.
"Mianhatta. Semua sudah terjadi, kuharap kau bisa merelakan semua itu. Maafkanlah mereka semua agar kau bisa tenang. Aku yakin, bahwa mereka tidak bermaksud benar-benar membunuhmu. Mereka juga masih pelajar, tidak mungkin berpikir sejauh itu. Sekarang kau dan aku berada di dunia yang berbeda. Kita punya jalan kita masing-masing. Kumohon, relakanlah semua yang ada di sini dan pergilah dengan tenang.." Balas Nara dengan mata masih berkaca-kaca. Hangeng terdiam.
"Kenapa kalian masih di sini? Sekolah akan segera kukunci, segeralah pulang." Ujar seseorang yang tiba-tiba datang menginterupsi perbincangan 2 dunia Nara dan Hangeng. Nara begitu terkesiap dan sosok Hangeng-pun lenyap tak berbekas dalam sekejap.
"Oh, ahjussi.. Ahjussi, jamshiman-yo!" Ujar Nara saat petugas kebersihan itu baru saja akan meninggalkannya.
**

"Ahjussi, jwoseonghaeyo. Tapi bisakah kau membiarkan kami di sini sedikit lebih lama lagi? Temanku masih perlu istirahat sampai dia kuat untuk pulang. Ia sedang sakit. Aa, kebetulan tadi aku juga mencari ahjussi kemana-mana. Sebenarnya ahjussi ada dimana? Aku tadi membutuhkan kunci untuk ke gedung olahraga.." Jelas Nara.
"Memangnya ada perlu apa kau butuh ke ruangan itu?" Nara terdiam, tak tahu harus menjawab apa.
"Kau melihatnya?" Tanya petugas kebersihan itu lagi yang membuat Nara menatapnya heran.
"Ne?"
"Hangeng. Kau melihatnya?" Nara tak percaya bahwa petugas kebersihan itu juga tahu mengenai Hangeng. Ia pun mengangguk sebagai jawaban.
"Geuraesseo.. Hmm.. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia menampakkan dirinya di kolam renang itu."
"Ahjussi juga melihatnya?"
"Ye. Aku melihatnya tanpa sengaja saat sedang bersih-bersih sekitar 2/3 tahun yang lalu. Ia duduk di tepi kolam sambil terus memandangi permukaan air di sana.. Seandainya saja waktu bisa diulang."
"Apa maksud ahjussi dengan seandainya waktu bisa diulang? Apakah mungkin..-"
"Ne, saat itu aku ada di tempat kejadian. 25 tahun yang lalu. Aku tahu semuanya. Aku bukan siswa di sekolah ini, melainkan hanya anak dari seseorang yang juga bekerja sebagai petugas kebersihan sekolah. Namun begitu aku sering menemani ayahku bekerja di sekolah ini dan aku berteman dengan Hangeng sejak aku tahu ia kesepian karena tak punya teman. Berteman denganku, membuatnya semakin dibenci dan dikucilkan. Kau tahu maksudku kan? Jika seorang siswa berteman dengan anak petugas kebersihan bagaimana tanggapanmu? Sejak itu Hangeng mulai menjauh dariku. Aku tidak membencinya karena meninggalkanku. Aku percaya bahwa ia melakukan itu untuk melindungiku juga." Papar paman petugas kebersihan itu. Nara memperhatikan dengan seksama.
"Saat itu apa yang terjadi, ahjussi? Apa penyebab Hangeng tewas?" Tanya Nara memancing.
"Saat itu beberapa siswa memukuli Hangeng karena Hangeng bersikukuh untuk tetap bersekolah di sini. Mereka menghajar Hangeng di ruang olahraga dan tanpa sadar semakin dekat dengan tepi kolam renang. Hangeng terpeleset dan jatuh dalam kolam. Ia tidak bisa berenang. Aku yang melihatnya begitu panik dan juga tak bisa menolongnya karena tak bisa berenang. Saat itu sekolah sedang sepi. Salah satu di antara siswa itu adalah Kim Heechul. Seseorang yang menjadi guru olahragamu saat ini. Saat itu aku melihat Heechul juga panik. Ia terlihat ingin menolong, tapi ia terlalu takut karena siswa yang lain sudah lebih dulu meninggalkannya. Setelah Hangeng dikabarkan tewas, Heechul yang paling terpukul dan menyesal. Aku sering menemukannya sendiri di ruang olahraga dan menangis sambil berkata 'Hangeng-ah, mianhae'. Sejak saat itu ia sangat giat berlatih renang hingga memenangkan beberapa olimpiade. Dengan alasan agar ia bisa menyelamatkan siapapun yang tenggelam. Ia hanya tidak ingin kejadian itu terulang lagi." Terang petugas kebersihan yang ternyata bernama Youngwoon itu. Nara begitu tertegun mengetahui fakta itu. Bahwa kematian Hangeng tidaklah di sengaja seperti yang selama ini Hangeng pikirkan.
Nara berniat mengakhiri perbincangan itu karena hari yang semakin gelap. Namun sebelum ia melakukannya, matanya menangkap sesosok pria yang berdiri tak jauh dari tempatnya dan Youngwoon. Sosok itu, Hangeng. Entah sejak kapan Hangeng berdiri di sana, tapi sepertinya ia mendengar semua yang dikatakan Youngwoon. Ia menatap Youngwoon dengan tatapan sedih dan menyesal, kemudian beralih menatap Nara. Nara hanya bisa tersenyum iba, berharap setelah mengetahui fakta itu, Hangeng akan beristirahat dengan tenang. Semakin lama, bayangan Hangeng semakin memudar dan menghilang.
"Hari sudah semakin gelap, ppali jib-e kka (cepatlah pulang)." Ujar Youngwoon lagi kemudian beranjak meninggalkan Nara.
"Ah, ye, ahjussi.. Gomapsumnida atas kisahnya. Semoga Hangeng beristirahat dengan tenang. Juga.. Ahjussi dan Heechul sonsaengnim bisa merelakan semua itu.." Balas Nara sambil melambaikan tangannya di balik punggung Youngwoon yang semakin menjauh. Youngwoon hanya mengacungkan jempolnya sambil terus berjalan.
**

"Nara?" Panggil Kyuhyun saat Nara sampai kembali di ruang uks.
"Kyu? Kau sudah sadar?"
"Ehm.. Wae geurae? Kenapa kepalaku berat sekali? Kenapa ada noda darah di seragamku?" Tanya Kyuhyun.
"Aa.. Itu.. Tadi kau minum soju terlalu banyak lalu.. Lalu...-" Nara benar-benar bingung. Ia kehabisan ide dan tidak tahu harus berbohong yang bagaimana agar Kyuhyun percaya.
"Soju? Onje? Memangnya kita merayakan apa? Lalu darah ini-" Kyuhyun terus melontarkan keingintahuannya. Karena tidak tahan, Nara spontan memotongnya dengan mencium Kyuhyun secara tiba-tiba dan cara itu berhasil membuat Kyuhyun terdiam.
"Itu karena aku menciummu seperti ini dan membuatmu mimisan. Sekarang bagaimana kalau kita pulang, eoh?" Ujar Nara sambil tersenyum dan mengerling nakal. Ia meraih tangan Kyuhyun untuk beranjak dari sana.
"Nara, saranghae." Ucap Kyuhyun di sela langkah mereka keluar dari sekolah. Nara terkejut mendengarnya dan menghentikan langkahnya. Ia memandang Kyuhyun dengan tatapan tak percaya kemudian tersenyum.
"Sudah lama aku menunggumu mengatakan ini. Gomawosseo, karena selama ini selalu membelaku, membantuku, memperhatikanku, dan selalu ada untukku. Nado saranghae, Kyu." Balas Nara dengan mata berkaca-kaca dan tersenyum bahagia. Sambil mengeratkan gandengan tangan mereka, mereka pun melanjutkan langkah mereka untuk pulang.
*END*

*Epilogue*
Seorang pria berkulit putih dengan wajah cantik dan tubuh tegapnya, tampak memasuki sebuah aula pemakaman. Ia berjalan pelan menuju ke salah satu rak, dimana abu seorang kerabatnya diletakkan. Ia lalu memandangi foto yang terpajang di rak itu.
"Annyeong. Oraenmaniya, Hangeng-ah.. Tak terasa sudah 25 tahun, jaljinae-ju?" Ucap pria itu lirih. Setelah dirasanya cukup lama berada di sana dan berbincang, ia memutuskan untuk pergi. Ia berbalik dan terkejut saat dilihatnya seorang lain yang sudah berdiri di ambang pintu masuk.
"Youngwoon-ah?" Sapa pria cantik itu.
"Ne, Heechul-ssi. Wasseoyo?" Balas Youngwoon sopan. Mereka pun saling menatap dan tersenyum. Melupakan segala kenangan kelam mereka dan berusaha untuk bisa memperbaiki semua itu, memulai sebuah persahabatan baru yang lebih dalam.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar