"Pool Of Grudge"
Author:
Kxanoppa
Genre :
Horror, mystery, romance, friendship
Tags :
Cho Kyuhyun, Tan Hangeng, Kim Youngwoon, Kim Heechul, Ryn
Nara (OC/You), SNSD (Seohyun), Miho (OC), Bora (OC)
Length :
One shot
Rating :
PG-15
Notes :
NO BASH. NO COPY. NO SILENT READERS! Happy reading :D
(please visit this too)
*Ryn Nara pov*
Aku gadis 16 tahun asal Indonesia. Ayahku bekerja di
bidang kemiliteran. Beliau mewakili negaraku di kedutaan besar di Korea Selatan,
hingga mengharuskan kami untuk berpindah ke sana. Aku tidak merasakan apapun
atas kepindahan ini, karena keluargaku sudah sering berpindah-pindah.
Sejujurnya membuatku kurang nyaman karena harus berganti-ganti teman dan membuatku
tak punya cukup teman baik. Hal itu membuatku menjadi gadis pendiam dan
pemikir.
Di tahun pertamaku di SMA DongHak di Seoul, aku
berusaha untuk berpikir positif. Bahwa semua akan baik-baik saja dan semua
orang akan menyambutku. Tapi ternyata aku salah besar. Siswa di sana tak begitu
menyukaiku. Mereka tak mengacuhkanku, membicarakan hal-hal yang tak mengenakkan
tentangku, bahkan parahnya mereka tega mem-bully-ku dan memperlakukanku seperti
budak mereka. Aku tak tahu pasti apa alasan mereka melakukan itu. Mungkin
karena aku orang asing. Hal itu terjadi terus-menerus tanpa aku bisa melawan
mereka karena aku tak mau membuat kekacauan dan keributan. Itu akan berbahaya
untuk kelanjutan studiku, dan juga akan memalukan jika pihak sekolah tahu bahwa
anak seorang duta besar menjadi pengacau di sekolah. Sejak itupun aku memutuskan
untuk memangkas pendek rambutku, hanya sekedar untuk terlihat kuat di hadapan
mereka.
Saat pelajaran olahraga, guru kami memintaku
berpartisipasi dalam olimpiade renang, yang akan diadakan beberapa minggu ke
depan. Dalam tim khusus olimpiade itu, ada Seohyun, dimana dia adalah kaptennya.
Mengetahui hal itu Seohyun sangat kesal dan semakin membenciku.
"Yak, neo nuguya? Heechul sonsaengnim memilihmu,
tapi kami tak akan pernah menerimamu. Kemampuanmu tidak bisa dibandingkan
dengan kami." Ujar Seohyun padaku. Ia berdiri dihadapanku bersama kedua
sahabatnya dengan wajah sombong memuakkan.
"Arayo. Tapi aku juga akan berusaha untuk
olimpiade ini. Kuharap kita bisa saling membantu." Balasku berusaha tetap
tenang.
"Cih, omong kosong. Berhenti bersikap sok baik
dan suci. Kau hanya ingin pamer kan?" Tukas salah satu sahabat Seohyun,
yang kutahu bernama Miho.
"Kalau memang kau hebat, bagaimana kalau kita
buktikan saja eoh?" Usul Bora, teman mereka yang lain.
"Bora benar. Bagaimana kalau kita tandingkan
saja. Jika aku menang, kau harus mengundurkan diri dari olimpiade ini dan jika
kau yang menang, kami akan menerimamu dan aku akan menarik semua ucapan kasarku
padamu. Ottae?" Tegas Seohyun. Aku memandangnya ragu dan hanya bisa menelan
ludah. Bukan karena aku tak mau atau tak mampu. Aku sedang tidak enak badan
siang itu dan berenang bukan ide yang bagus saat itu.
"Tentu saja aku mau. Tapi tidak sekarang. Aku
pikir aku sedang demam." Balasku.
"Demam? Kau ini pengecut sekali ternyata. Kalau
memang tidak bisa ya mengaku saja dan mundur!" Seohyun tampak tersenyum
sinis sekaligus puas, menganggap aku yang memang tak kompeten. Tak lama setelah
itu, Miho dan Bora menarik tanganku dan memaksaku untuk masuk ke kolam renang.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hingga kami membuat keributan kecil. Kebetulan
guru kami sedang tidak mengawasi saat itu. Aku panik. Namun tiba-tiba sebuah tangan
kokoh melepaskanku dari Miho dan Bora.
"Apa yang terjadi? Apa yang kalian lakukan?
Kalian tidak dengar kalau ia sedang tak enak badan?" Tanya seorang siswa
laki-laki dengan wajah tampannya yang familiar itu pada Miho dan Bora. Ternyata
itu Kyuhyun. Teman sekelasku juga, yang kutahu sangat disukai para siswa
perempuan di sekolah. Termasuk Seohyun.
"Aa.. Kami hanya-"
"Anieyo. Kami hanya bercanda sedikit. Miho, Bora,
kajja!" Ucap Seohyun, memotong kalimat Bora. Aku bisa melihat tatapan
Seohyun yang semakin benci padaku. Ia pasti cemburu melihat Kyuhyun yang peduli
padaku.
"Nara? Gwenchanayo? Apa mereka mengganggumu? Aku
tahu pasti sulit menjadi satu-satunya orang asing di sekolah ini, tapi suatu
saat mereka semua pasti akan menerimamu." Ucap Kyuhyun ramah.
"Nan gwenchana. Gomawo." Balasku sungkan
kemudian beranjak meninggalkannya.
"Jamkanman!" Mendengar itu langkahku
terhenti. Aku menoleh ke arahnya.
"Kalau masih sakit, pergilah ke uks."
Ucapnya kemudian berlalu mendahuluiku. Melihat punggungnya yang semakin
menjauh, aku merasakan sesuatu yang aneh di dadaku. Untuk pertama kalinya.
**
Keesokan harinya, Seohyun dan teman-temannya kembali
berulah. Di kelas, aku mendapati bangku dan mejaku begitu kotor dan berantakan
dengan banyak sampah. Aku hanya bisa melihatnya dengan pandangan pasrah.
Mendengar mereka tertawa puas, aku melangkah keluar kelas dengan tergesa. Namun
naas. Sebelum mencapai pintu, Seohyun menjegalku hingga jatuh tersungkur.
"Kita lihat berapa lama lagi kau akan bertahan.
Kau itu cuma itik buruk rupa. Tak pantas sekolah di sini!" Ujarnya lalu
tertawa puas bersama yang lainnya. Malas menanggapi itu, aku bangkit dan segera
keluar.
Beberapa langkah dari pintu kelas, aku tak sengaja
menabrak seseorang. Karena terburu-buru dengan suasana hati yang kacau, aku tak
begitu memperhatikannya dan terus berjalan.
Aku memutuskan untuk membolos kelas hari itu. Untuk
menenangkan hatiku. Rasanya sakit dan sedih sekali. Diam-diam aku menangis di
gedung kolam renang indoor sekolah yang sedang kosong. Aku melihat pantulan
diriku di permukaan air kolam dan berpikir apa yang salah dariku? Aku begitu
kesepian dan tak tahu harus berbagi dengan siapa. Saat kupandangi lagi pantulan
di air kolam, aku terkesiap karena menemukan bayangan lain selain diriku di
sana. Aku tahu pasti bahwa aku sedang sendirian. Lalu itu siapa?
Aku memberanikan diri untuk melongok lagi ke permukaan
air. Bayangan itu menghilang. Hanya ada bayanganku saja. Lalu aku menoleh ke
belakang dan seseorang yang asing sudah berdiri di sana. Aku terkejut dan
berteriak.
"Jangan takut. Kau dan aku. Kita sama." Ucap
orang asing itu. Dari penampilannya, orang itu juga mengenakan seragam sekolah.
Hanya saja seragamnya terlihat lusuh dengan motif dan warna yang berbeda dari
punyaku. Kulit dan wajahnyapun pucat.
"Aku Hangeng. Murid pindahan dari Cina. Kita
mendapat perlakuan yang sama di sekolah ini." Ucapnya lagi. Aku masih
tercengang tak konsen. Pikiran dan perasaanku berkecamuk. Antara ragu, takut,
sekaligus heran. Ia tersenyum dan mengulurkan tangannya. Aku menjabatnya
takut-takut dalam diam. Tangannya sangat dingin.
"Aku Nara. Ryn Nara, dari Indonesia." Ucapku
pada akhirnya. Tak lama setelah itu, terdengar seseorang datang dan meneriaki
kami. Membuatku sontak menoleh.
"Nuguseyo?! Kenapa tidak belajar di
kelasmu?" Teriak seseorang itu yang ternyata adalah petugas kebersihan
sekolah.
"Oh ahjussi.. Itu, kami.. Kami hanya...-"
"Kami? Kukira hanya ada kau sendiri di ruang
ini.. Kembalilah ke kelas sebelum membuat masalah yang lebih besar."
Potong petugas kebersihan itu yang membuatku heran. Aku menoleh lagi ke arah Hangeng
berdiri sebelumnya, namun nihil. Seketika itu juga jantungku serasa berhenti
berdetak. Bulu kudukku berdiri. Tidak mungkin. Aku langsung berbalik dan
berlari keluar gedung itu menyusul petugas kebersihan tadi yang sudah lebih
dulu meninggalkanku. Hangeng. Siapa dia?
**
Kejadian itu terus terngiang dalam otakku. Aku tetap penasaran
meskipun takut. Sebenarnya apa yang terjadi? Di meja belajarku, aku terus
melamun dan tak kunjung belajar. Padahal aku tahu besok akan diadakan tes sejarah.
Tanpa sadar, aku menghabiskan waktuku hanya untuk melamun hingga tertidur.
**
Keesokan paginya, aku menemukan bangku dan mejaku
sudah bersih dan kembali seperti semula. Aku menghela napas lega. Tak lama
semua siswa masuk dan kelas dimulai. Seohyun dan beberapa siswa lainnya masih
menatapku sinis, tapi aku berusaha tak peduli. Saat tes dimulai, aku panik. Aku
sama sekali tidak belajar. Aku gelisah dan tidak tahu harus menjawab apa ketika
melihat siswa lainnya sudah mengerjakan dengan serius. Aku melirik ke arah
Kyuhyun yang duduknya cukup jauh dariku. Ia terlihat begitu serius mengerjakannya,
tidak mungkin ia bisa membantuku.
Di tengah kepasrahanku, tiba-tiba saja bolpenku
bergeser sendiri. Aku menoleh kanan-kiri, memastikan jika ada siswa lain yang
melihatnya. Namun nihil. Aku menelan ludah gugup dan menghela napas
takut-takut. Kuberanikan diri meraih bolpen itu dan tanganku seolah lepas
kendali. Bolpen itu justru menggerakkan tanganku dan mengerjakan semua soal
tesku tanpa aku harus berpikir. Aku sangat panik, namun tak ada satupun yang
tahu apa yang sedang kualami. Hebat sekali! Ini semakin aneh.
**
*Cho Kyuhyun pov*
Anak itu. Apakah ia mengerjakan tesnya dengan benar?
Kuperhatikan ia begitu bersemangat mengerjakannya. Apakah ia sesuka itu pada
pelajaran sejarah hingga mengerjakan tesnya seantusias itu? Aku beberapa kali
menoleh ke arahnya, tapi ia sama sekali tak menyadarinya. Entah kenapa
akhir-akhir ini aku jadi terus memikirkannya. Ah, bicara apa aku ini? Sudah
pasti aku memikirkannya karena aku kasihan. Ia kerap kali di-bully oleh siswa
lainnya. Ya, aku hanya kasihan padanya yang tak punya teman untuk berbagi. Ia
pasti sangat kesepian. Mengingat Seohyun dan kawanannya kemarin yang dengan
tega mengotori bangku milik Nara hingga anak itu harus membolos kelas. Aku
masih ingat raut kesedihan di wajahnya saat ia menabrakku di depan kelas
kemarin. Ia pasti sangat terpukul. Aku sampai rela membantu membersihkan
bangkunya seorang diri. Kupikir ia anak yang manis dan baik. Apa salahnya kalau
ia berasal dari luar Korea? Kenapa harus dibedakan?
Setelah jam sekolah berakhir, aku berniat menemuinya
dan mengajaknya mengobrol. Belum sempat aku medekatinya, Seohyun sudah menghalangi
jalanku.
"Kyu." Sapa Seohyun yang tak begitu
kutanggapi. Aku masih sibuk memperhatikan Nara yang mulai berjalan menjauh.
"Kyu!" Sapa Seohyun lagi yang membuatku
terpaksa menatapnya.
"Mwo?" Balasku dingin.
"Kenapa kau dingin padaku? Apa sih yang kau
perhatikan dari tadi?! Aku bicara padamu, Kyu!" Seohyun mulai emosi. Ia
menarik tanganku dan memaksaku ikut dengannya.
"Mwoya? Kenapa kau begitu memaksa?!" Tanyaku
ketus.
"Kenapa harus Nara?" Tanya Seohyun yang
membuatku terdiam.
"Jawab aku, Kyu."
"Kenapa kau harus tahu? Kau bahkan bukan
siapa-siapaku. Berhenti mengikutiku, menyukaiku, atau apapun itu." Balasku
tanpa perasaan. Aku tahu ini mungkin agak keterlaluan, tapi biar saja toh aku
memang tak pernah menyukainya.
"Kyu.. Kenapa kau tega sekali mengatakan itu
padaku? Kenapa harus gadis bodoh itu dan bukan aku?"
"Nara bukan gadis bodoh! Berhenti menghina dan
mengganggunya! Sebaiknya kau perbaiki dulu sikap dan perkataanmu, sebelum
menyakiti orang lebih banyak lagi." Ujarku tajam kemudian meninggalkannya.
**
*Author pov*
Sepulang sekolah, Nara terus memikirkan kejadian aneh
yang dialaminya saat mengerjakan tes. Ia memikirkannya sepanjang waktu bahkan
saat di rumah.
Malam itu, ia membuka laptop di kamarnya, hendak
mengerjakan tugas. Karena lupa mengambil buku, Nara meninggalkan laptopnya dan berjalan
menuju tasnya. Ketika kembali menatap monitor laptop, ia dikejutkan oleh hal
aneh lainnya. Beberapa huruf sudah terketik dengan sendirinya. Nara ingat ia
belum mengetik apapun sama sekali sebelumnya. Huruf yang terketik tak bisa di
baca, hanya berupa rangkaian huruf acak. Nara gelisah karena takut. Ia memberanikan
dirinya untuk menghapus rangkaian huruf itu lalu mencoba mencari di google
tentang bagaimana cara mengetahui keberadaan roh di dalam ruangan. Entah
darimana ide gila itu muncul. Ia hanya yakin bahwa semua itu ada hubungannya
dengan hal gaib. Pertemuannya dengan siswa misterius bernama Hangeng, bolpen
yang bergerak sendiri, lalu huruf yang terketik sendiri. Ia merasa perlu untuk
memecahkan misteri ini.
Dari beberapa hasil yang ia temukan di google, ia
mencoba salah satunya yang dianjurkan yaitu menutup jendela dan pintu, menyalakan
4 lilin dalam ruangan gelap secara berjajar, menempatkan darah 2 tetes pada
wadah kaca, menghadap ke cermin dengan pandangan lurus pada garis pangkal atas
hidung, sambil menyisir rambut dengan jari.
Ia benar-benar nekat melakukan semua itu, hingga
tiba-tiba ia merasakan angin berhembus dan membuatnya merinding. Semua jendela
dan pintu telah ditutup. Nara memejamkan matanya takut. Wadah kaca berisikan
darahnya tiba-tiba jatuh dan pecah di lantai. Darah itu kemudian mulai membentuk
beberapa kata bagaikan tinta.
"I will help you.." Ucap Nara lirih saat
dibacanya susunan kata itu. Ia merasakan tubuhnya seketika melemas. Ia tidak
mengerti apa maksud kalimat itu.
**
Keesokan harinya di sekolah, Nara menemukan sesuatu
yang berbeda di kelasnya. Semua siswa terlihat murung dan suasana yang hening.
Jika biasanya Seohyun akan memimpin teman-temannya untuk mengerjai Nara ataupun
sekedar membuat keramaian di kelas, kali ini tidak. Seohyun bahkan tidak masuk.
Pandangan Nara berhenti pada Kyuhyun, yang sudah lebih dulu menatapnya. Kyuhyun
berjalan mendekatinya.
"Seohyun kecelakaan. Kemarin." Jelas Kyuhyun
yang sontak membuat jantung Nara berdesir. Nara membekap mulutnya dengan
tangannya sendiri. Kedua matanya terbelalak tak percaya.
"Apa kau sedih? Ia sudah banyak melukaimu."
Ujar Kyuhyun heran dengan reaksi Nara. Kyuhyun semakin berpikir bahwa Nara
adalah gadis yang sangat baik hati.
"Na-ttaemune. Naega jalmothaesseo. Aku yang
membuatnya celaka." Ucap Nara panik, membuat semua siswa yang ada di sana
terkejut dan menoleh ke arahnya.
"Musuniriya? Jangan bodoh, Nara! Marhae! Katakan
pada kami itu tidak benar. Ige mwoya?" Tukas Kyuhyun sambil
menggoyang-goyangkan bahu Nara, berusaha mengembalikan akal sehat gadis itu.
Tak lama setelah itu, guru masuk dan kelas dimulai.
Seluruh siswa termasuk Nara, tampak tak bersemangat setelah mendengar kabar
kecelakaan Seohyun. Nara masih sangat panik. Apakah mungkin ini ada hubungannya
dengan ritual yang ia lakukan semalam? Nara tak bisa berkonsentrasi. Ia begitu
gelisah dan gemetaran. Kyuhyun yang menyadari hal itu meminta ijin pada guru
untuk mengantarkan Nara ke uks. Hal itu tentu mengejutkan Nara, namun tanpa
protes ia pun mengikuti keputusan Kyuhyun.
"Marhaebwayo, Nara. Ige musuniriya? Kenapa kau
tampak begitu gelisah?" Tanya Kyuhyun saat mereka berdua sudah berada di
uks.
"Kecelakaan itu.. Pasti karena aku, Kyu. Aku tak
bermaksud seperti ini, sungguh. Aku sendiri tak tahu apa yang terjadi..
Aku-"
"Nara, lihat mata-ku. Tenangkan dirimu dan
bicaralah yang jelas." Potong Kyuhyun. Nara hanya menatap Kyuhyun ragu
sambil mengernyitkan keningnya.
Tanpa mereka sadari, seseorang tengah mengawasi dan
memperhatikan mereka berdua dengan geram dalam ruangan itu.
**
2 hari berlalu dan Nara masih belum bisa menjelaskan
tentang ritual itu pada siapapun termasuk Kyuhyun. Selama Seohyun dirawat di
rumah sakit, siswa yang biasanya mem-bully Nara tidak pernah berulah lagi.
Kyuhyun-pun jadi lebih mudah untuk mendekati Nara. Mereka berdua semakin akrab
dan Nara tidak kesepian lagi.
Seminggu setelah itu, Seohyun sudah boleh keluar dari
rumah sakit dan mulai bersekolah kembali. Ia harus menggunakan tongkat karena
kakinya patah. Saat ia kesulitan untuk mengambil bukunya yang jatuh di koridor
sekolah, Nara datang membantunya. Hal itu membuat Seohyun malu dan menyesal.
"G-gomawo. Mianhae.. Selama ini aku sudah sangat
jahat padamu." Ucap Seohyun sambil memalingkan wajahnya karena malu jika
bertatap muka dengan Nara.
"Lupakan saja. Uri chingu haja." Balas Nara
sambil tersenyum, membuat Seohyun menatapnya penuh penyesalan.
"Karena kakiku seperti ini, aku tak bisa ikut
olimpiade. Maukah kau memenangkannya untukku, kapten Nara?" Ujar Seohyun
yang membuat Nara sedikit tercengang. Mereka berduapun tersenyum bersama.
Di tengah perbincangan singkat itu, tiba-tiba Bora
datang tergesa-gesa dengan wajah panik.
"Seohyun-ah, Nara, tolong. Di toilet wanita..
Miho.. Miho.." Ucapan Bora terbata-bata antara shock sekaligus napasnya
yang terengah setelah berlari.
"Waeyo? Apa yang terjadi dengan Miho?" Tanya
Seohyun ikut panik.
"Miho pingsan di toilet dengan banyak luka
tusukan kaca di wajahnya." Terang Bora lebih jelas. Seohyun dan Nara
terkejut mendengarnya.
"Akhh.." Rintih Seohyun saat akan menyusul
Bora dan Nara.
"Seohyun-ssi, kau tidak perlu ikut. Biar kami
saja. Kami akan segera minta bantuan. Kau di sini saja." Pinta Nara
kemudian melanjutkan langkahnya menuju toilet.
**
Nara, Bora, dan Kyuhyun ikut mengantarkan Miho ke rumah
sakit. Mereka sangat terkejut saat mendapati Miho yang tergeletak di lantai
toilet sekolah dengan pecahan cermin yang melukai wajahnya. Beruntung Miho
masih bisa diselamatkan. Hanya luka di bagian wajah saja dan tak begitu serius.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Miho-ya..?"
Tanya Bora setelah Miho sadarkan diri. Miho memandang Bora, Nara, dan Kyuhyun
bergantian sebelum akhirnya menjawab.
"Nado molla.. Aku merasa tubuhku seperti ditarik
paksa dan menghantam cermin hingga pecah dan mengenai wajahku. Lalu tubuhku
seperti di lempar. Sangat aneh." Jelas Miho dengan pandangan menerawang
berusaha mengingat. Nara, Bora, dan Kyuhyun tampak heran dan tak percaya.
"Kau yakin tak ada siapapun di sana saat itu
terjadi?" Tanya Kyuhyun. Miho-pun menoleh ke arahnya dan menganggukkan
kepalanya.
"Isange.. Jeongmal isange.." Protes Bora. Nara
hanya terdiam dan berpikir. Apakah mungkin dampak dari ritual itu? Ia tiba-tiba
teringat kalimat misterius yang tersusun saat ritual. Nara kembali gelisah. Apakah
mungkin semua itu...
**
Setelah Miho dinyatakan sembuh, ia kembali bersekolah.
Hanya saja ia harus menggunakan masker guna menutupi bekas luka di wajahnya.
Tak lama setelah itu, kecelakaan aneh pun berlanjut menimpa Bora. Begitu
seterusnya hingga seluruh siswa di kelas mereka mengalaminya kecuali 1 orang,
Kyuhyun.
"Kyu, ini gila. Aku tak bisa membiarkan ini terus
terjadi.." Ujar Nara yang kembali dihantui perasaan bersalah.
"Yak, musuniriya? Kau tak melakukan apapun. Kenapa
kau harus membereskannya? Sebenarnya ada apa, Nara?" Mendengar itu Nara
kembali terdiam. Kyuhyun mulai kesal karena Nara tak pernah mau menjelaskan dan
selalu panik tanpa alasan yang jelas.
"Geumanhae. Aku tidak mau dengar kau mengatakan
hal yang tidak masuk akal itu lagi." Pinta Kyuhyun pada akhirnya.
"Kyu, beottakhieya (kumohon). Aku tak bisa
jelaskan padamu sekarang. Hanya saja untuk beberapa hari ke depan, bisakah kau
menjauh dariku?" Ucap Nara terpaksa.
"Mwo? Yak, ada apa denganmu, Nara?"
"Dengarkan aku, Kyu. Menjauhlah dariku. Aku perlu
waktu sendiri untuk berpikir sebelum menjelaskan alasanku padamu." Pinta Nara
lagi dengan berat hati. Kyuhyun hanya menatap Nara tak percaya dan tersenyum
kecut.
"Terserah padamu saja! Kurasa kau sudah mulai
gila, Nara." Sungut Kyuhyun lalu pergi meninggalkannya. Baru beberapa
langkah saja, tiba-tiba Kyuhyun berhenti. Ia merasakan aneh pada tubuhnya.
Panas seolah menyeruak masuk dalam tubuhnya dan membuatnya lepas kendali.
Tubuhnya seakan bergerak sendiri tanpa ia perintahkan. Pikirannya seakan
berperang dengan sesuatu yang lain demi menghentikan aksinya itu. Dengan
sedikit kesadaran yang tersisa, seperti orang mabuk, Kyuhyun mengambil silet
yang ada di dalam tasnya dan hendak menggoreskannya pada nadi-nya, jika Nara
tak segera menghentikannya.
"Kyu!! Apa yang kau lakukan? Hei! Sadarlah! Michigesseo!"
Teriak Nara berulang kali sembari menghalangi niat Kyuhyun yang hendak
menyakiti dirinya sendiri saat itu. Nara tidak kuat lagi melawan kekuatan
Kyuhyun yang lebih besar. Ia pun terpaksa menampar Kyuhyun dengan keras hingga
membuat silet yang ada di tangan Kyuhyun terjatuh.
"Apa yang kau coba lakukan? Ada apa, Kyu? Kalau
kau marah padaku, cukup jauhi aku. Tidak sampai seperti ini!" Teriak Nara
lagi dengan napas memburu karena emosi. Ia menggenggam tangan Kyuhyun dan
menunduk.
"Mianhae.. Tak seharusnya aku menamparmu seperti
itu.." Sesal Nara.
Saat Nara kembali mendongakkan wajahnya, giliran
Kyuhyun yang justru menunduk. Gesturnya tiba-tiba berubah aneh. Masih
tertunduk, Kyuhyun terus bergumam tak jelas dan menyeringai seakan ada sesuatu
hal yang lucu. Ia menyengkeram bahu Nara kuat lalu mencium bibir gadis itu
dengan liar, tanpa Nara bisa melawannya. Seolah tengah melahap mangsanya,
Kyuhyun melumat bibir Nara dengan penuh emosi. Nara berusaha mendorong tubuh
Kyuhyun namun nihil. Kekuatan Kyuhyun seakan bertambah berkali-kali lipat.
Hingga dirasakannya Nara mulai lemas, Kyuhyun menghentikan aksinya. Mereka
berdua terengah, berusaha mencari oksigen. Hingga tiba-tiba Kyuhyun jatuh tak
sadarkan diri. Nara yang melihat itu kembali panik dan yakin bahwa sesuatu
telah terjadi pada Kyuhyun. Bahwa pria yang baru saja ada di hadapannya adalah BUKAN
Kyuhyun.
**
Setelah membawa Kyuhyun ke ruang uks, Nara berlari dengan
tergesa-gesa menuju gedung olahraga. Terkunci. Ia segera mencari dimana petugas
kebersihan itu berada. Ia panik dan juga sedih. Ia merasa semua yang menimpa
teman-teman sekelasnya adalah karena kesalahannya. Terlebih apa yang terjadi
pada Kyuhyun. Nara sangat terpukul, bahwa Kyuhyun-pun harus ikut menjadi
korban. Ia berlari ke segala sisi dan sudut sekolah mencari paman petugas
kebersihan yang biasa mengurus gedung olahraga namun tak kunjung ditemukannya.
Hingga tanpa terasa airmatanya menetes. Ia tak dapat menahannya lagi. Ia harus
menemukan kunci agar bisa masuk ke sana dan menemui siswa misterius itu lagi
guna meminta penjelasan. Ia percaya bahwa bencana yang menimpa teman-temannya
ada kaitannya dengan siswa bernama Hangeng itu. Hangeng sebenarnya adalah roh. Hangeng
sudah tidak ada, dan selama ini terus mengikutinya dalam wujud yang berbeda
hanya untuk membalaskan dendamnya.
Perasaan Nara tak enak. Ia pun memutuskan untuk
kembali ke ruang uks untuk menjaga Kyuhyun. Sesampainya di uks, Nara menemukan
Kyuhyun yang tengah muntah darah.
"Kyu!!" Pekik Nara sembari mendekatinya.
"Sudah cukup! Hentikan semua ini, kumohon..
Jangan sakiti teman-temanku lagi.. Kyuhyun tidak bersalah, jangan sakiti
dia.." Teriak Nara sambil terisak.
"Aku tahu kau di sini. Kka! Jangan ganggu kami
lagi.." Lanjut Nara lagi. Tak lama setelah mengatakan itu, terdengar suara
seseorang dari belakang Nara dan Kyuhyun.
"Aku membantumu. Apa kau melupakanku, Nara?"
Ucap pria yang tiba-tiba sudah berada di ruangan itu. Hangeng.
"Anieyo! Bagaimana mungkin kau membantuku dengan
menyakiti semua temanku? Aku bahkan tak pernah meminta bantuanmu. Kyuhyun tidak
bersalah, kenapa kau juga menyakitinya? Kau hampir membunuhnya!"
"Awalnya aku tak mau mengganggunya. Tapi
melihatmu selalu senang saat bersamanya, aku tidak suka. Kau bahkan berusaha
melindunginya. Aku... Cemburu.. Kukira tadinya kita bisa berteman." Ucap Hangeng
lirih dengan tatapannya lurus pada Nara.
"Aku murid pindahan dari Cina, 25 tahun yang
lalu. Semua siswa di sini tidak menyukaiku karena aku berasal dari luar Korea dan
mereka semua menganggap itu sesuatu yang mengganggu. Aku dipaksa melakukan
apapun yang mereka sukai/perintahkan. Seperti budak. Bahkan mereka tak pernah
peduli jika aku terluka ataupun mati. Mereka terus mendesakku agar keluar dari
sekolah, tapi aku tidak bisa karena demi orangtuaku aku berjanji akan
menyelesaikan sekolahku tanpa membuat masalah. Mereka menghajarku dan
menenggelamkanku di kolam renang itu hingga aku tewas.. Mereka
membunuhku.." Jelas Hangeng panjang lebar. Nara yang mendengar itu merasa menyesal
dan sedih.
"Mianhatta. Semua sudah terjadi, kuharap kau bisa
merelakan semua itu. Maafkanlah mereka semua agar kau bisa tenang. Aku yakin,
bahwa mereka tidak bermaksud benar-benar membunuhmu. Mereka juga masih pelajar,
tidak mungkin berpikir sejauh itu. Sekarang kau dan aku berada di dunia yang
berbeda. Kita punya jalan kita masing-masing. Kumohon, relakanlah semua yang
ada di sini dan pergilah dengan tenang.." Balas Nara dengan mata masih
berkaca-kaca. Hangeng terdiam.
"Kenapa kalian masih di sini? Sekolah akan segera
kukunci, segeralah pulang." Ujar seseorang yang tiba-tiba datang
menginterupsi perbincangan 2 dunia Nara dan Hangeng. Nara begitu terkesiap dan
sosok Hangeng-pun lenyap tak berbekas dalam sekejap.
"Oh, ahjussi.. Ahjussi, jamshiman-yo!" Ujar Nara
saat petugas kebersihan itu baru saja akan meninggalkannya.
**
"Ahjussi, jwoseonghaeyo. Tapi bisakah kau
membiarkan kami di sini sedikit lebih lama lagi? Temanku masih perlu istirahat
sampai dia kuat untuk pulang. Ia sedang sakit. Aa, kebetulan tadi aku juga mencari
ahjussi kemana-mana. Sebenarnya ahjussi ada dimana? Aku tadi membutuhkan kunci
untuk ke gedung olahraga.." Jelas Nara.
"Memangnya ada perlu apa kau butuh ke ruangan itu?"
Nara terdiam, tak tahu harus menjawab apa.
"Kau melihatnya?" Tanya petugas kebersihan
itu lagi yang membuat Nara menatapnya heran.
"Ne?"
"Hangeng. Kau melihatnya?" Nara tak percaya
bahwa petugas kebersihan itu juga tahu mengenai Hangeng. Ia pun mengangguk
sebagai jawaban.
"Geuraesseo.. Hmm.. Sudah lama sekali sejak
terakhir kali ia menampakkan dirinya di kolam renang itu."
"Ahjussi juga melihatnya?"
"Ye. Aku melihatnya tanpa sengaja saat sedang
bersih-bersih sekitar 2/3 tahun yang lalu. Ia duduk di tepi kolam sambil terus
memandangi permukaan air di sana.. Seandainya saja waktu bisa diulang."
"Apa maksud ahjussi dengan seandainya waktu bisa
diulang? Apakah mungkin..-"
"Ne, saat itu aku ada di tempat kejadian. 25
tahun yang lalu. Aku tahu semuanya. Aku bukan siswa di sekolah ini, melainkan
hanya anak dari seseorang yang juga bekerja sebagai petugas kebersihan sekolah.
Namun begitu aku sering menemani ayahku bekerja di sekolah ini dan aku berteman
dengan Hangeng sejak aku tahu ia kesepian karena tak punya teman. Berteman
denganku, membuatnya semakin dibenci dan dikucilkan. Kau tahu maksudku kan?
Jika seorang siswa berteman dengan anak petugas kebersihan bagaimana
tanggapanmu? Sejak itu Hangeng mulai menjauh dariku. Aku tidak membencinya
karena meninggalkanku. Aku percaya bahwa ia melakukan itu untuk melindungiku
juga." Papar paman petugas kebersihan itu. Nara memperhatikan dengan
seksama.
"Saat itu apa yang terjadi, ahjussi? Apa penyebab
Hangeng tewas?" Tanya Nara memancing.
"Saat itu beberapa siswa memukuli Hangeng karena Hangeng
bersikukuh untuk tetap bersekolah di sini. Mereka menghajar Hangeng di ruang
olahraga dan tanpa sadar semakin dekat dengan tepi kolam renang. Hangeng
terpeleset dan jatuh dalam kolam. Ia tidak bisa berenang. Aku yang melihatnya
begitu panik dan juga tak bisa menolongnya karena tak bisa berenang. Saat itu
sekolah sedang sepi. Salah satu di antara siswa itu adalah Kim Heechul. Seseorang
yang menjadi guru olahragamu saat ini. Saat itu aku melihat Heechul juga panik.
Ia terlihat ingin menolong, tapi ia terlalu takut karena siswa yang lain sudah
lebih dulu meninggalkannya. Setelah Hangeng dikabarkan tewas, Heechul yang
paling terpukul dan menyesal. Aku sering menemukannya sendiri di ruang olahraga
dan menangis sambil berkata 'Hangeng-ah, mianhae'. Sejak saat itu ia sangat
giat berlatih renang hingga memenangkan beberapa olimpiade. Dengan alasan agar
ia bisa menyelamatkan siapapun yang tenggelam. Ia hanya tidak ingin kejadian
itu terulang lagi." Terang petugas kebersihan yang ternyata bernama Youngwoon
itu. Nara begitu tertegun mengetahui fakta itu. Bahwa kematian Hangeng tidaklah
di sengaja seperti yang selama ini Hangeng pikirkan.
Nara berniat mengakhiri perbincangan itu karena hari
yang semakin gelap. Namun sebelum ia melakukannya, matanya menangkap sesosok
pria yang berdiri tak jauh dari tempatnya dan Youngwoon. Sosok itu, Hangeng.
Entah sejak kapan Hangeng berdiri di sana, tapi sepertinya ia mendengar semua
yang dikatakan Youngwoon. Ia menatap Youngwoon dengan tatapan sedih dan
menyesal, kemudian beralih menatap Nara. Nara hanya bisa tersenyum iba,
berharap setelah mengetahui fakta itu, Hangeng akan beristirahat dengan tenang.
Semakin lama, bayangan Hangeng semakin memudar dan menghilang.
"Hari sudah semakin gelap, ppali jib-e kka
(cepatlah pulang)." Ujar Youngwoon lagi kemudian beranjak meninggalkan Nara.
"Ah, ye, ahjussi.. Gomapsumnida atas kisahnya.
Semoga Hangeng beristirahat dengan tenang. Juga.. Ahjussi dan Heechul
sonsaengnim bisa merelakan semua itu.." Balas Nara sambil melambaikan tangannya
di balik punggung Youngwoon yang semakin menjauh. Youngwoon hanya mengacungkan
jempolnya sambil terus berjalan.
**
"Nara?" Panggil Kyuhyun saat Nara sampai
kembali di ruang uks.
"Kyu? Kau sudah sadar?"
"Ehm.. Wae geurae? Kenapa kepalaku berat sekali?
Kenapa ada noda darah di seragamku?" Tanya Kyuhyun.
"Aa.. Itu.. Tadi kau minum soju terlalu banyak
lalu.. Lalu...-" Nara benar-benar bingung. Ia kehabisan ide dan tidak tahu
harus berbohong yang bagaimana agar Kyuhyun percaya.
"Soju? Onje? Memangnya kita merayakan apa? Lalu
darah ini-" Kyuhyun terus melontarkan keingintahuannya. Karena tidak
tahan, Nara spontan memotongnya dengan mencium Kyuhyun secara tiba-tiba dan
cara itu berhasil membuat Kyuhyun terdiam.
"Itu karena aku menciummu seperti ini dan
membuatmu mimisan. Sekarang bagaimana kalau kita pulang, eoh?" Ujar Nara
sambil tersenyum dan mengerling nakal. Ia meraih tangan Kyuhyun untuk beranjak
dari sana.
"Nara, saranghae." Ucap Kyuhyun di sela
langkah mereka keluar dari sekolah. Nara terkejut mendengarnya dan menghentikan
langkahnya. Ia memandang Kyuhyun dengan tatapan tak percaya kemudian tersenyum.
"Sudah lama aku menunggumu mengatakan ini. Gomawosseo,
karena selama ini selalu membelaku, membantuku, memperhatikanku, dan selalu ada
untukku. Nado saranghae, Kyu." Balas Nara dengan mata berkaca-kaca dan
tersenyum bahagia. Sambil mengeratkan gandengan tangan mereka, mereka pun
melanjutkan langkah mereka untuk pulang.
*END*
*Epilogue*
Seorang pria berkulit putih dengan wajah cantik dan tubuh
tegapnya, tampak memasuki sebuah aula pemakaman. Ia berjalan pelan menuju ke
salah satu rak, dimana abu seorang kerabatnya diletakkan. Ia lalu memandangi
foto yang terpajang di rak itu.
"Annyeong. Oraenmaniya, Hangeng-ah.. Tak terasa
sudah 25 tahun, jaljinae-ju?" Ucap pria itu lirih. Setelah dirasanya cukup
lama berada di sana dan berbincang, ia memutuskan untuk pergi. Ia berbalik dan
terkejut saat dilihatnya seorang lain yang sudah berdiri di ambang pintu masuk.
"Youngwoon-ah?" Sapa pria cantik itu.
"Ne, Heechul-ssi. Wasseoyo?" Balas Youngwoon
sopan. Mereka pun saling menatap dan tersenyum. Melupakan segala kenangan kelam
mereka dan berusaha untuk bisa memperbaiki semua itu, memulai sebuah
persahabatan baru yang lebih dalam.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar