Author : kxanoppa
Genre : romance, tragedy, angst
Cast : park chanyeol (exo-k), kris (exo-m), hwan sara (OC)
Rating : pg-15
Length : one-shot
Notes : hello! This is kxanoppa and this is just a fiction.
Park chanyeol belongs to God, SM ent, EXO, and his family while the story and
OC belong to me. Copying and bashing are not allowed! But I'd be thankful if
you can give me some feedbacks and appreciations through comment :D
“—Berjanjilah
padaku. Kau akan selalu ada saat aku membutuhkanmu dan tidak akan pernah
meninggalkanku—“
**
Suatu malam di pertengahan musim dingin, seorang pria
terlihat duduk seorang diri sambil sesekali melirik jam di pergelangan
tangannya. Wajahnya berubah cerah dengan mata berbinar dan senyum lebar ketika
dilihatnya seorang wanita yang berlari ke arahnya.
"Noona! Yogi yogi.." Seru pria itu sambil
mengayunkan tangannya, meminta wanita itu agar lebih cepat.
Wanita itu menghentikan larinya sebelum sampai karena
terengah dan mencoba mengatur nafasnya yang pendek karena lelah. Kepalanya
pening dan pandangannya tiba-tiba mulai buram. Park Chanyeol yang mengetahui
itu langsung menuju ke tempatnya dengan raut cemas.
"Noona gwenchana?" Tanya Chanyeol panik.
"Ah.. Gwenchana. Aku hanya lelah setelah berlari,"
jawab wanita itu sambil tersenyum.
"Noona pasti lelah. Maafkan aku karena memintamu keluar
di malam yang sedingin ini. Wajah noona pucat sekali, noona pasti
kedinginan," ujar Chanyeol dengan nada penyesalan.
"Aniya. Aku baik-baik saja, Chanyeol-ah," balas
wanita itu meyakinkan.
Tak lama setelah itu, Chanyeol sudah berjongkok didepannya
lalu berkata, "Sara noona, ayo naik ke atas punggungku. Aku akan
menggendongmu sampai ke cafe itu!" Serunya antusias dengan salah satu
tangannya yang menunjuk ke arah cafe yang dimaksud.
Sara yang melihat itu sempat terkejut dan ragu. Ia merasa itu
akan merepotkan bagi Chanyeol. Tapi ia tidak bisa memungkiri kenyataan bahwa
saat itu ia benar-benar merasa lelah. Akhirnya ia putuskan untuk menuruti
kemauan kekasihnya itu. Sesekali bersikap manja tidak apa-apa 'kan?
Selama perjalanan, Chanyeol tidak merasa terbebani
sedikitpun. Ia justru tersenyum lebar dan bersenandung sangat gembira seperti
anak kecil yang menggemaskan. Mengetahui itu Sara jadi tersentuh. Perkiraan
Sara bahwa Chanyeol akan menurunkannya di depan cafe ternyata salah. Chanyeol
terus membawanya hingga memasuki cafe dan membuat semua pelayan juga pengunjung
yang ada di sana memperhatikan mereka berdua. Alhasil, Sara harus merunduk
menutupi wajahnya yang bersemu merah karena malu.
"Chanyeol-ah," panggil Sara, berusaha meminta
Chanyeol untuk segera menurunkannya.
"Nah, tuan putri, kita sudah sampai," ujar Chanyeol
tanpa mengindahkan panggilan Sara sebelumnya.
Sara masih menunduk berusaha menutupi rasa malunya, setelah
ia duduk di salah satu bangku.
"Noona kenapa wajahmu merah? Ah, kyeoptaa.." Goda
Chanyeol yang tidak ditanggapi oleh Sara.
"Noona~ noona noona noona noona~" panggil Chanyeol
manja beberapa kali.
"Waeee?" Balas Sara sedikit gemas.
"Apa noona marah? Kenapa diam saja?"
"Aniya. Geunyang... Ah, dwaesseo.." Sara masih
belum bisa menatap mata Chanyeol. Bukan berarti dia marah. Dia hanya belum bisa
menormalkan detak jantungnya.
Tak lama setelah itu pelayan datang menghampiri mereka dan
memberikan buku menu. Chanyeol memilih dengan riang ketika Sara memutuskan
untuk menyamakan pesanannya. Malam itupun mereka habiskan berdua di cafe sambil
menghangatkan diri dari dinginnya udara di luar.
"Ah.. Aku senang sekali akhirnya bisa bersama noona lagi
malam ini!" Seru Chanyeol yang kembali memulai percakapan.
"Kau ini. Bukankan kemarin-kemarin kita juga selalu
bertemu?" Balas Sara.
"Noona! Aku 'kan bosan harus belajar seharian. Hatiku
sepi dan sengsara saat noona tak ada dalam jarak pandangku,"
Sara tertegun mendengar pernyataan itu. Ia tidak bisa berkata
apa-apa sebagai balasannya.
"Noona! Mulai sekarang berjanjilah padaku. Kau akan
selalu ada saat aku membutuhkanmu dan tidak akan pernah meninggalkanku.
Araji?" Pinta Chanyeol masih dengan senyum cerahnya. Sara benar-benar
merasa tersudut dengan permintaan itu. Jauh di dalam lubuk hatinya, hal itu
juga adalah keinginan terbesarnya.
Sara membalas sendu tatapan penuh binar milik Chanyeol,
sebelum berkata "ne.. Arasseo, Chanyeol-ah.."
Hari semakin larut. Chanyeol pun memutuskan untuk segera
mengantarkan Sara pulang. Namun Sara menolaknya dengan alasan tidak ingin
merepotkan Chanyeol.
"Noona yakin tidak ingin kuantar?" Tanya Chanyeol
sekali lagi.
"Eung. Tidak apa-apa, Chanyeol-ah. Pulanglah dan cepat
tidur. Besok kau harus sekolah," balas Sara.
"Noona.. Yakin tidak apa-apa?"
"Aigu... Apakah aku terlihat selemah itu? Aku akan
baik-baik saja. Percayalah," ucap Sara meyakinkan.
Setelah benar-benar yakin, Chanyeol pun menurut untuk kembali
ke dormnya. Chanyeol bersekolah di salah satu sekolah elit dengan banyak
peraturan dan mengharuskannya tinggal di dorm bersama teman-teman sekolahnya.
Meskipun Sara terpaut 3 tahun lebih tua, Chanyeol sangat menyayanginya.
Hubungan mereka sudah terjalin selama hampir 1 tahun dan Sara berhasil mengubah
Chanyeol yang pemurung menjadi Chanyeol yang periang dan bahagia. Bagi
Chanyeol, Sara adalah sumber kebahagiaannya. Tidak peduli jika ada begitu
banyak perbedaan di antara mereka.
**
Sesampainya di rumah, Sara dikejutkan dengan keadaan rumah
yang berantakan. Botol-botol minuman dan bungkus makanan berserakan. Baru saja
ia hendak membereskannya, seseorang justru mengejutkannya.
"Ya! Hwan Sara!" Pekik seorang pria tinggi berparas
tampan dengan garis wajah yang mirip dengan Sara.
"K-kris oppa," balas Sara terkejut.
Pria bernama Kris itu berjalan mendekati Sara dan menoyorkan
kepala Sara dengan keras.
"Darimana saja kau, hah? Mana uangnya?!" Teriak
Kris di depan wajah Sara. Sara menelan ludahnya susah payah. Ia takut dan
seperti ingin menangis.
"M-mianhae, oppa. Tapi gajiku di bulan kemarin sudah
kuberikan pada oppa semuanya. Aku tidak punya uang lagi, oppa.."
"Bukankah kau bisa meminta pada kekasihmu yang kaya raya
itu?!" Kris mengusap wajahnya frustrasi ketika Sara mulai menitikkan
airmatanya.
"Aku tidak mau tahu. Kau harus berikan padaku sisanya.
Kalau tidak, biar aku sendiri yang memintanya pada kekasih bodohmu itu!"
Lanjut Kris emosi kemudian berlalu memasuki kamarnya dengan membanting pintu.
Sara terduduk lemas dan menangis sejadinya saat itu. Ia tidak
mungkin membiarkan kakaknya meminta uang pada Chanyeol. Bagaimana mungkin ia
tega membebani kekasihnya hanya demi memenuhi keinginan kakaknya yang tukang
judi?
Keesokan harinya Chanyeol kembali menghubunginya. Sara yang
saat itu masih sibuk bekerja sebagai buruh pabrik tidak bisa benar-benar
menanggapi panggilan Chanyeol. Hingga selesai waktunya bekerja, Sara baru
membaca sms dari Chanyeol yang mengajaknya bertemu di taman kota. Setelah
membereskan semua barangnya, Sara bergegas menuju taman dengan menghubungi
Chanyeol terlebih dulu.
Di taman, Sara mencari bangku kosong untuk menunggu
kedatangan Chanyeol. Namun ia terkejut saat dilihatnya seorang pria berseragam
sekolah yang begitu familiar sudah duduk di sudut taman. Sara menghampirinya
setelah yakin bahwa pria itu adalah Chanyeol.
"Chanyeol-ah.." Panggil Sara.
"Ah noona! Kau sudah datang? Aku menunggumu lama sekali
lho," balas Chanyeol sedikit gelagapan kemudian menyunggingkan senyum
lebar andalannya.
"Jam berapa kelasmu berakhir?" Tanya Sara.
"Ehm.. Jam 2.." Jawab Chanyeol dengan ekspresi
berpikir.
"Mwo?! I-itu berarti kau sudah menungguku lebih dari 2
jam?! Aigu, Chanyeol-ah.. Mianhae.. Seharusnya 'kan kau tahu kalau aku baru
selesai bekerja jam 5 sore.." Balas Sara merasa bersalah.
Chanyeol menunjukkan cengirannya sambil menggaruk tengkuknya
yang tak gatal. Benar-benar seperti anak usia 10 tahun, tapi tetap
menggemaskan. Tak lama kemudian, Sara mulai menyadari sesuatu. Ia merasa curiga
lantaran Chanyeol terus menyembunyikan satu tangannya dibalik punggungnya.
Ditambah lagi, ia sempat gelagapan saat pertama Sara menegurnya.
"Geundae.. Apa itu yang ada di tanganmu?" Tanya
Sara penasaran.
"M-mwo? Ah.. Noona, apa noona tidak ingat ini hari
apa?"
"Hari...rabu?"
"Aigu, noona! Bagaimana kau bisa melupakan hari
ulangtahunmu sendiri?!" Pekik Chanyeol cukup nyaring meskipun dengan suara
bassnya.
"M-mworago? Aigu.. Jadi hari ini sudah ulangtahunku
ya?" Sara benar-benar merasa bodoh.
Chanyeol mengeluarkan tangan yang daritadi ia sembunyikan.
Setangkai bunga mawar merah sudah dalam genggamannya, dimana ada sesuatu yang
berkilau di antara mahkota bunga mawar itu.
"Saengil chukkahamnida, saengil chukkahamnida,
saranghaneun Hwan Sara... Saengil chukkahamnida~" ucap Chanyeol
bersenandung dengan begitu romantis.
"Chanyeol-ah.." Sela Sara berkaca-kaca.
"Selamat ulangtahun, noona. Terimakasih sudah hadir
dihidupku. Semoga kita bisa terus bersama selamanya. Ini hadiah dariku. Aku
membelinya dengan hasil tabunganku sendiri dari bekerja part-time dan bukan
dari uang orangtuaku," lanjut Chanyeol panjang lebar.
Sara begitu terharu. Ia tidak pernah ingin menyusahkan
Chanyeol. Ia juga sedikit sensitif jika itu sudah menyangkut uang atau latar
belakang Chanyeol yang kaya raya. Sara tidak ingin Chanyeol salah paham ataupun
merasa kasihan pada keadaan keluarga Sara yang sederhana. Oleh karena itu
Chanyeol tidak pernah memaksa Sara untuk menerima pemberiannya yang berdasar
atas harta orangtuanya.
Sara pun meraih mawar itu dan menemukan sebuah cincin yang
sangat cantik terselip di dalamnya.
"Itu bukan emas. Tapi aku membelinya dengan cinta 24
karat yang tak akan pernah luntur," jelas Chanyeol lagi dengan senyuman
khasnya.
Sara terdiam. Ia tidak bisa membendung airmatanya lagi.
Dipeluknya Chanyeol dengan erat sambil terus mengucapkan "gomawo,
Chanyeol-ah.. Gomawo.."
Tanpa mereka berdua sadari, seseorang tengah memperhatikan
mereka dari dalam mobilnya dan dari balik kacamata hitamnya. Seorang wanita
paruh baya yang masih tampak cantik dan berkelas; nyonya Park. Dia adalah ibu
Chanyeol yang diam-diam sedang dalam perjalanan menuju dorm untuk melihat
keadaan putra semata wayangnya. Nyonya Park begitu terkejut menyaksikan
putranya yang seorang ahli waris tunggal berpelukan dengan seorang gadis biasa
di taman kota. Tentu itu akan sangat mencoreng nama baik keluarga.
"Jang ahjussi bisakah aku meminta tolong padamu?"
Tanya nyonya Park pada asisten kepercayaan keluarganya.
"Tolong selidiki wanita itu. Cari tahu siapa dia, dimana
dia tinggal, apa pekerjaannya. Semua tentangnya dan kabari aku
secepatnya," lanjut nyonya Park.
Pria baya yang merasa diperintah itupun langsung menyanggupi
dan nyonya Park memutuskan untuk kembali pulang.
**
"Noona, apa kau senang?" Tanya Chanyeol setelah
selesai menonton bioskop bersama Sara.
"Apa masih perlu ditanyakan lagi? Apa wajahku belum
menunjukkan perasaan yang bahagia?" Balas Sara sedikit sewot.
"Noona kenapa jadi sewot? Noona kalau marah-marah
terlihat semakin cantik," goda Chanyeol.
Pipi Sara memanas karena malu dan ia memukul lengan Chanyeol
sebagai tanda kekesalannya. Meskipun ia tahu itu sama sekali tidak menyakitkan
bagi Chanyeol.
"Gomawo, Chanyeol-ah..." Ucap Sara lagi.
"Sampai kapan kau akan mengatakan itu, noona? Aku tidak
tuli. Cukup sekali kau mengatakannya, atau kau mau kucium?" Goda Chanyeol
sekali lagi.
"Ya, Park Chanyeol!" Wajah Sara makin memanas dan
ia semakin kesal saat Chanyeol justru menertawainya dengan keras.
"Aigu, uri Sara noona memang yang paling imut!"
Seru Chanyeol riang.
Sara terlihat masih manyun karena kesal, tapi tak lama
setelah itu ia tersenyum. Senyum bahagia dan lega karena ia masih memiliki
Chanyeol disampingnya. Ia tak bisa bayangkan apa yang akan terjadi jika
Chanyeol meninggalkannya.
"Noona, apa kau lelah?" Tanya Chanyeol ketika Sara
berjalan sambil menggandeng erat lengan Chanyeol dan menyenderkan kepalanya di
sana.
"Aniya.. Saat bersamamu aku merasa sangat sehat dan
bersemangat.." Balas Sara meski dengan suara sedikit parau.
"Udara semakin dingin. Kurasa sebaiknya noona pulang dan
beristirahat. Aku tidak ingin noona sakit," Chanyeol melepas syal miliknya
dan memakaikannya pada Sara.
"Tapi aku belum lelah, Yeol-ah.." Ujar Sara
meyakinkan.
"Apa sekarang noona sedih karena harus berpisah denganku
hari ini?"
"A-aniya.. Bukan seperti itu juga.. Aku hanya--"
"Noona! Sara noona! Saranghae~" sela Chanyeol
dengan kecupan singkat di pipi yang membuat Sara membelalakkan matanya.
"Mian, tapi aku harus kembali sekarang. Aku baru ingat
kalau besok ada tugas yang harus dikumpulkan.." Lanjut Chanyeol lagi.
"Noona terlihat pucat. Istirahatlah, noona. Kita bertemu
lagi besok.. Okay?"
Sara masih terdiam. Mendadak otaknya tidak berfungsi dengan
baik.
"Lihat! Busnya sudah datang. Hati-hati, noona.. Aku akan
memperhatikanmu dari sini sampai busnya menghilang dari pandanganku.."
Ucap Chanyeol yang masih antusias.
"Arasseo.. Kau juga, hati-hati.. Sampai bertemu besok..
Gomawo untuk hari ini.." Balas Sara kemudian ia mulai melangkah memasuki
bus.
"Ahh, noona!" Seru Chanyeol tiba-tiba yang membuat
Sara menghentikan langkahnya dan menoleh.
"Jangan pernah lepaskan cincin itu sampai kapanpun!
Araji?" Ucap Chanyeol setengah berteriak. Sara hanya mengangguk dan
tersenyum sebagai jawabannya.
Setelah bus berjalan, Sara bisa melihat Chanyeol yang
tersenyum lebar dan melambaikan tangannya penuh semangat, membuat Sara terkekeh
karena tingkah kekanakan kekasihnya itu. Dipandangnya cincin perak dengan
hiasan berkilau yang terpasang cantik di jari manisnya dan lagi-lagi ia tak
bisa berhenti tersenyum.
**
Hari-hari berikutnya masih berjalan dengan baik. Sara dan
Chanyeol selalu menyempatkan waktu mereka untuk bertemu. Entah untuk sekedar
makan ataupun mengobrol. Kakak Sara tidak terlihat di rumah sejak ancamannya
tempo hari. Entah kemana ia pergi untuk menghabiskan uang Sara. Tapi Sara tidak
terlalu memedulikannya, asalkan Chanyeol ada disisinya ia tak akan merasa
sedih.
Hingga suatu ketika, ia melihat kakaknya, Kris, seperti
sedang bernegosiasi dengan seorang wanita paruh baya dengan gaya dandanan yang
sangat glamor, di depan rumahnya. Sara yang penasaran kemudian mendekati
mereka.
"Kris oppa, apa yang terjadi?" Tanya Sara sembari
menunduk hormat pada wanita paruh baya itu.
Wanita itu melepaskan kacamata hitamnya dan menatap Sara
dingin.
"Kau yang bernama Hwan Sara?" Tanya-nya.
"Ah, ne. Apa ada yang bisa saya bantu, nyonya? Apakah
anda kebetulan mengenal saya?"
"Beliau adalah nyonya Park. Sekaligus ibu dari
kekasihmu, Park Chanyeol. Beliau datang menawarkan uang pada kita. Dengan
alasan.. Kau harus menjauhi Chanyeol.." Sahut Kris menjelaskan dengan
tatapannya yang lurus pada nyonya Park.
"N-ne?" Sara yang tidak mengerti hanya memandang
kakaknya dan nyonya Park bergantian.
"Bukankah kalian sangat membutuhkan uang? Kudengar
sendiri pengakuan dari kakakmu. Ia bahkan setuju dengan tawaranku. Jadi mulai
sekarang jangan pernah ganggu putraku lagi. Berhenti menemuinya.." Ujar
nyonya Park begitu dingin dan menusuk bagi Sara. Hati Sara berdenyut sakit.
"N-ne? Jamshiman-yo, ahjumma.." Sara berusaha
memohon pada nyonya Park saat nyonya Park mulai melenggang untuk memasuki
mobilnya.
"Ahjumma, jebal.. Jangan seperti ini kumohon.. Kami
saling mencintai, tidak bisakah kau memberikan kami kesempatan? Aku akan
berusaha untuk menjadi wanita berpendidikan seperti yang kau inginkan,
ahjumma.. Aku akan sekolah lagi dan menjadi wanita yang pintar setelah aku
mengumpulkan banyak uang.." Mohon Sara dengan airmata yang sudah
menganak-sungai dipipinya.
Nyonya Park yang mendengar itu mendengus seraya berkata
"sampai kau mengumpulkan uang? Berapa lama lagi? 10 tahun? Atau 20 tahun?
Kau akan membuat putraku menunggu selama itu? Dasar gadis bodoh!"
"Ahjumma... Jebal..." Pinta Sara yang kini sudah
berlutut dan memeluk kaki nyonya Park.
Nyonya Park tidak mengindahkan hal itu dan justru merasa
terganggu. Dihempaskannya kakinya hingga Sara terjatuh. Namun Sara tidak
menyerah. Ia tetap meraih kaki nyonya Park dan memeluknya lagi dan lagi. Nyonya
Park sangat marah hingga menyuruh beberapa asistennya untuk menjauhkan gadis
miskin itu darinya. Sara terus berusaha memohon. Ia berucap dengan susah payah,
diiringi isak tangisnya yang terdengar memilukan. Namun tak satupun dari semua
orang yang ada di sana -termasuk kakaknya- yang berniat untuk membantunya.
Semuanya terasa begitu tak adil dan menyakitkan bagi Sara.
Nyonya Park berhasil masuk dalam mobilnya dan meninggalkan
Sara dalam keadaan yang 'mengenaskan' dan terduduk di aspal.
"Hentikan tangisan konyolmu itu jika kau tak mau
disangka orang sakit jiwa!" Seru Kris kemudian masuk ke dalam rumah begitu
saja dengan setumpuk uang dalam genggamannya. Ia sama sekali tak peduli pada
Sara.
Sara masih terpaku ditempatnya, ketika ia memandangi kembali
cincin pemberian Chanyeol di jari manisnya. Hatinya semakin teriris mengingat
ia harus menjauhi Chanyeol. Tidak akan ada lagi senyum jenaka itu. Tidak akan
ada lagi wajah menggemaskan itu. Tidak akan ada lagi Chanyeol yang memanggilnya
noona dengan riang. Tidak akan ada lagi Chanyeol dan Sara yang bahagia.
**
Keesokan malamnya, seseorang datang dan menggedor pintu rumah
Sara dengan keras. Sara terkejut saat tahu bahwa ternyata Chanyeol yang datang,
dalam keadaan yang tidak baik. Chanyeol terengah-engah dan... Menangis.
"Chan-Chanyeol-ah.."
"Noona... Noona ayo pergi.. Ayo kita pergi bersama,
noona.." Ucap Chanyeol tersendat-sendat.
Melihat penampilan Chanyeol yang seperti itu Sara merasa
sangat sedih. Ia mengusap wajah Chanyeol dengan lembut. Baru saja ia ingin
menyanggupi keinginan Chanyeol, namun ia segera teringat akan perkataan nyonya
Park. Ia tidak ingin memperkeruh suasana dan membuat segalanya makin buruk.
Apalagi jika itu menyangkut Chanyeol.
"Mianhae.." Ucap Sara yang mulai terisak.
"Pergilah denganku noona. Aku akan membawa uang
tabunganku dan kita bisa bersama.. Aku berjanji akan mulai mencari pekerjaan.
Setelah itu kita bisa menikah dan hidup bahagia.." Ucap Chanyeol lagi
dengan senyum terpaksa.
Sara tahu Chanyeol sama hancurnya saat mereka berdua harus
berpisah seperti ini. Kenapa takdir begitu tak adil?
Chanyeol jatuh berlutut dihadapan Sara dengan isak tangisnya
yang semakin menjadi.
"Noona... Selamatkan aku..." Ia memohon.
Sara membekap mulutnya untuk menahan tangisnya. Meskipun itu
tak bisa menahan rasa sakit dihatinya.
"Aku... Aku dijodohkan.. Eomma menjodohkanku... Aku
tidak mau, noona.."
Mendengar itu Sara semakin sakit. Direngkuhnya tubuh pria itu
untuk memberikan sedikit kekuatan.
"Mianhae... Mianhae..." Hanya kata itu yang terucap
dari bibir Sara.
Malam itu adalah malam terakhir pertemuan mereka berdua.
Sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam tiba-tiba datang dan 2 orang pria
keluar dari dalamnya, berusaha membawa Chanyeol pergi jauh dari Sara. Chanyeol
meronta ketika tangan-tangan kedua pria itu menariknya kuat.
"Andwae! Sara noona! Lepaskan aku!" Teriaknya
beberapa kali. Hati Sara tersayat melihat kejadian itu. Sara berusaha
semampunya untuk bisa menggapai Chanyeol kembali namun ia tak cukup kuat untuk
menandingi 2 pria berbadan tegap itu.
Sara tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan kisah
cintanya bersama Chanyeol dan Chanyeol pun menyerah pada jalan takdirnya.
Meskipun ia tidak benar-benar menutup hatinya untuk Sara karena ia tidak akan
pernah berhenti mencintai wanita yang selama ini selalu bersamanya dan
memberinya kebahagiaan. Tanpa Sara, kebahagiaan itu tidak ada..
**
Beberapa tahun berlalu. Sara benar-benar menepati ucapannya
sendiri untuk bersekolah lagi. Ia berhasil mendapatkan beasiswa di salah satu
universitas ternama. Kakaknya, Kris mulai menyadari segala kesalahannya dan
merenungkannya di balik jeruji besi setelah pihak kepolisian menemukannya
tengah berjudi beberapa bulan yang lalu. Sara dengan sabar dan tulus rutin mengunjunginya
meski ia sendiri terpuruk karena sakit hatinya dan itu membuat Kris malu pada
dirinya sendiri.
Di tengah perjalanannya pulang dari universitas, Sara tak
sengaja melihat tayangan berita dari layar lcd di pusat kota. Dari layar
tersebut dibahas berita mengenai putra sekaligus pewaris tunggal keluarga Park.
Putra pemilik Metro Company yang sangat terkenal di dunia perbisnisan korea,
Park Chanyeol. Pria yang pernah dan akan selalu ada dihatinya itu akan segera
menikah dengan seorang model cantik dan juga terkenal. Betapa sakitnya hati
Sara ketika ia harus kembali diingatkan akan perpisahannya dengan Chanyeol.
Sara terpaku ditempatnya saat itu. Tak henti-hentinya menatap wajah yang begitu
ia rindukan meski melalui layar lcd. Menatapnya tanpa berkedip, seakan itu
adalah saat terakhirnya untuk mampu melihatnya. Sara menangis. Tidak hanya di
mata-nya, tapi juga dihatinya. Sara hancur.
Di kediaman keluarga Park, Chanyeol begitu tertekan dan
frustrasi. Ia harus terus memainkan drama yang tidak tahu kapan akan
berakhirnya. Ia sangat membenci ibunya tapi ia juga tidak ingin dianggap anak
durhaka. Ia terus bergelut dengan pikirannya sendiri.
Hingga beberapa hari berlalu dan tiba-lah hari pernikahan
Chanyeol yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Park. Chanyeol begitu
terpojok, tersudut, tak bisa menghindar lagi. Di usianya yang masih muda ia
harus menikahi seorang gadis pilihan orangtuanya yang tidak pernah ia cintai
sedikitpun. Hati Chanyeol hancur, tak berbentuk lagi setiap kali ia mengingat
tentang Sara. Bagaimana Sara akan selalu tersenyum saat melihatnya. Bagaimana
Sara tertawa, kesal, marah. Bagaimana Sara mengkhawatirkannya seperti seorang
ibu. Bagaimana Sara memperlakukannya lebih baik dibandingkan dengan ibunya
sendiri. Ia merindukan semua itu. Ia merindukan Sara hingga rasanya ia mau
mati.
Chanyeol duduk di depan meja rias. Dihadapan cermin, ia
memperhatikan penampilannya yang sudah sangat rapi dan tampan dengan setelan
tuxedo putih. Saat-saat yang sangat ia impikan bisa ia alami bersama Sara. Namun
semuanya sudah terlanjur. Terbersit sebuah pemikiran dalam benak Chanyeol. Ia
meyakini itu sebagai satu-satunya cara agar ia bisa terbebas dari siksaan
hatinya. Selamanya.
Nyonya Park mengetuk beberapa kali pintu ruangan dimana
Chanyeol bersiap-siap. Namun tak ada jawaban apapun dari sana. Sambil sesekali
memeriksa jam di ponselnya yang semakin mendekati waktu pemberkatan nikah,
nyonya Park begitu khawatir dan gelisah. Ia-pun memanggil beberapa asistennya
untuk mendobrak pintu yang terkunci itu, dan betapa terkejutnya mereka semua
saat dilihatnya Chanyeol yang sudah tergeletak bersimbah darah di lantai. Ia
memotong pergelangan tangannya sendiri. Pekat merah darah menodai sebagian
besar pakaiannya yang berwarna putih bersih. Wajah tampan Chanyeol yang cerah
kini begitu redup dan pucat. Chanyeol sudah pergi. Memutuskan secara sepihak
bahwa itu adalah cara terbaik untuknya bisa bahagia kembali. Suara teriakan
memilukan pun terdengar hampir di seluruh penjuru koridor bangunan itu.
**
Semangat hidup Sara sudah hilang tak berbekas. Meskipun tetap
beraktivitas seperti biasa, Sara begitu 'kosong'. Raganya ada tapi jiwanya
seakan terenggut entah kemana. Hwan Sara bukan lagi gadis ramah dan ceria
seperti dulu. Kini ia tak lebih dari sekedar mayat hidup. Ia duduk di depan
televisi di rumahnya dengan pandangan kosong. Beberapa kali ia mengganti
channel namun tak satupun dari channel-channel itu yang ia perhatikan dengan
baik. Sara sudah 'mati'. Sara sudah 'tidak ada'.
Ia menghentikan aksi penggantian channel itu pada sebuah
channel berita. Dimana kematian mengejutkan putra pemilik Metro Company menjadi
topik utamanya.
Masih dengan pandangan kosongnya yang lurus ke layar
televisi, Sara berucap lirih.
"Park Chanyeol..? Mati?" Ia mendengus, terkekeh
masam. "Tidak... Tidak mungkin.. Chanyeol tidak mati.. Penyiar itu bodoh.
Sangat bodoh.."
Tak lama kemudian ia mematikan televisinya dan beranjak untuk
bersiap pergi ke universitas.
Di perjalanannya, hampir seluruh layar lcd di pusat kota
mengabarkan berita kematian Chanyeol. Namun Sara seakan tutup mata dan telinga.
Ia tidak tahu hal itu. Ia tidak mendengar hal itu. Tidak tidak tidak. Chanyeol
masih hidup dan mereka akan bersama lagi seperti dulu. Sara terus meyakinkan
dirinya. Hingga akhirnya langkahnya terhenti. Hatinya seperti mau lepas. Sakit
sekali. Airmatanya tumpah. Ia menangis dalam diam. Seperti orang sakit jiwa. Ia
berjongkok menahan dadanya yang sesak dan mulai semakin terisak. Orang-orang
yang berlalu-lalang di sekitarnya memperhatikannya heran. Sara memukul-mukul
dada dan kepalanya berulang kali. Meyakinkan dirinya bahwa Chanyeol tidak mati
seperti yang diberitakan.
"Chanyeol tidak mati! Chanyeol tidak mati!"
Hingga tiba-tiba terdengar suara gemerincing yang membuatnya
terhenyak. Cincinnya. Cincinnya dari Chanyeol terlepas dan terlempar.
"Tidak! Cincinku! Aku sudah berjanji padanya..!
Cincinku!" Seru Sara berkali-kali dengan wajah penuh airmata. Ia mulai
mencari dimana cincinnya dan menemukannya tengah menggelinding. Ia mengejar
cincin itu tanpa memperhatikan sekelilingnya. Ia berhasil mendapatkan cincin
itu kembali, namun terlambat untuk menyadari bahwa sebuah truk pengangkut
barang tengah melaju kencang ke arahnya.
Suara berdebam yang cukup keras diikuti teriakan memilukan
kembali terdengar ketika Sara sudah tergeletak bersimbah darah, namun dengan
sedikit kesadarannya yang tersisa ia masih bisa tersenyum untuk terakhir
kalinya. Setidaknya cincin itu sudah berada dalam genggamannya. Jika
kita tidak ditakdirkan bersama di dunia ini, mungkin kita bisa bersama di dunia
yang lain...
*END*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar