Selasa, 28 Januari 2014

ONE LAST LOVE





“ONE LAST LOVE”
Author : kxanoppa | genre : romance, tragedy, angst | casts : kris (exo-m), han suwon (oc), byun baekhyun (exo-k/support cast) | rating : pg-15 | length : one-shot | notes : terinspirasi dari lagu cantik milik Joanna Wang, I Love You dan Christina Aguilera, Say Something. Disarankan untuk mendengarkan lagu itu ketika membaca ^^; Jangan lupa tinggalkan jejak ya guys!!

Summary : if there’s a day when i can’t be with you, just keep me in your heart.. I’ll always stay there..

**
Author’s POV
“Hai, aku Suwon. Han Suwon. Aku gadis biasa-biasa saja yang paling beruntung di dunia, karena aku memiliki kekasih yang sangat tampan dan baik hati. Kris oppa! Lihat kemari!” ujar seorang gadis berambut sebahu antusias dengan salah satu tangannya yang menggenggam sebuah handycam.
“Mwoya? Haruskah aku melakukannya?” balas pria yang dipanggil Kris itu datar sambil membenarkan letak barang-barang mereka di dalam bagasi mobil.
“Tentu saja oppa! Tanganku sudah pegal memegang kamera ini hanya untuk menyutingmu,” dengus Suwon. Mendengar itu Kris pun menghentikan aktivitasnya sejenak dan memandang ke arah kamera.
“Arasseo.. Hmm, ottae? Apakah aku tampan?” ucapnya sambil sesekali membenahi rambutnya dan menggunakan layar handycam itu sebagai cermin. Kris memang benar-benar narsis. Suwon yang melihat hanya terkekeh.
“Kris oppa narsis! Baiklah, sekarang kami sedang bersiap-siap untuk melakukan sebuah perjalanan romantis!” lanjut Suwon sambil menghadapkan layar handycam itu pada wajahnya. Suwon memang suka sekali mengabadikan momen-momen spesial dengan handycamnya.
Saat itu mereka tengah bersiap-siap untuk pergi berlibur bersama. Mereka akan pergi ke puncak dan melakukan wisata kuliner, sekaligus barbekyu di villa milik keluarga Kris. Orangtua Kris dan Suwon sudah mengenal satu sama lain, dan tentu saja mereka sangat merestui hubungan Kris dan Suwon. Orangtua Suwon percaya Kris akan menjaga Suwon dengan baik, karena Kris adalah laki-laki yang baik dan sopan.
“Apa kau sudah selesai berceloteh dengan kameramu?” tanya Kris.
“Ah, arasseo. Jamkanmanyo!” Suwon melirik sekilas ke arah Kris berdiri menunggunya, lalu ia kembali beralih pada kameranya. “Baiklah, saatnya pergi!” ucap Suwon sebelum mengakhiri rekamannya pada sesi ‘bersiap-siap’ itu.
“Kenapa sih kau suka sekali merekam setiap hal?” tanya Kris yang cukup bosan dengan kebiasaan kekasihnya satu itu.
“Tidak pa-pa.. Hanya suka saja.. Aku ingin bisa selalu menyimpan momen-momen menarik, agar aku tidak akan pernah melupakannya. Aku bahkan kau, bisa melihatnya kembali bukankah itu bagus?” balas Suwon yang kembali asik berkutat dengan handycamnya. Tak lama setelah itu Suwon pun memulai lagi aksi rekam-merekamnya. Ia membidik gambar di setiap detiknya selama perjalanan mereka.
“Lihat! Ada Kris oppa yang tampan sedang menyetir.. Hahaha..” ujar Suwon penuh semangat. Kris yang mendengar itu hanya menoleh sekilas sambil tersenyum dan melakukan ‘v-sign’, sebelum kembali fokus pada kemudinya.
Perjalanan mereka cukup panjang dan melelahkan. Suwon masih menggenggam handycamnya yang menyala karena tidak ingin melewatkan 1 detikpun dari acara perjalanan itu. Hingga tiba-tiba ia melihat Kris yang tampak gelisah.
“Suwon-ah, bisakah kau mematikan handycamnya?” pinta Kris serius.
“Waeyo oppa?” Suwon menoleh tak mengerti.
“Lakukan saja..” melihat ekspresi Kris yang begitu serius, Suwon pun menurut.
“Suwon-ah.. Apakah kita bisa selalu bersama seperti ini..?” ucapan Kris yang semakin aneh membuat Suwon heran.
“Ne? Ah.. ne, oppa.. Tentu saja.. Kita akan selalu bersama..” balas Suwon sambil tersenyum.
“Jika ada hari dimana kita tak bisa bersama, simpanlah aku di hatimu. Aku akan selalu berada di sana... Araji?” Suwon mengernyitkan keningnya semakin tak paham. Ada apa dengan Kris? Kenapa tiba-tiba ia bicara melantur seperti itu?
“Hmm..” Suwon bergumam dan mengangguk sebagai jawabannya. “Oppa, tidakkah kau mengemudikannya terlalu kencang? Aku takut. Pelan-pelan saja, oppa..” lanjut Suwon lagi.
“Suwon-ah, kalau kau takut, sebaiknya kau tidur saja.. Akan kupastikan kau baik-baik saja..” jawab Kris dengan keringat mengucur dipelipisnya. Karena takut Suwon hanya mengikuti apa yang dikatakan Kris. Hingga dirasakannya laju mobil itu yang semakin tidak nyaman, Suwon mencoba mengintip apa yang sebenarnya terjadi pada Kris, dan ia begitu terkejut saat melihat sebuah bus besar dari arah berlawanan menuju ke arah mereka dengan kencang.
“Oppa, awas!” seru Suwon panik. Namun Kris tak bisa berbuat apapun. Rem mobil yang mereka tumpangi tidak berfungsi.
“Suwon-ah, mianhae.. saranghae..” itulah ucapan terakhir Kris yang Suwon dengar sebelum kecelakaan maut itu terjadi dan membuat mobil mereka harus terguling beberapa kali hingga berhenti pada posisi terbalik. Suwon merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Bau anyir darah memenuhi rongga pernapasannya. Ia terjepit. Dan semuanya berubah gelap.
**
Kris’ POV
Dengan susah payah aku keluar dari mobilku. Anehnya, aku tidak merasakan sakit apapun ketika aku mendapati mobilku dalam keadaan mengenaskan. Terbalik dan nyaris hancur di bagian depannya. Apa yang terjadi? Di tengah kebingungan dan kepanikanku, aku berusaha meminta tolong pada siapapun yang ada di sana untuk bisa menyelamatkan Suwon yang masih di dalam dan tak sadarkan diri. Tak lama beberapa orang berbondong-bondong datang untuk menyelamatkan Suwon. Aku mencoba untuk membantu, namun tak ada seorangpun menghiraukanku. Mereka tidak memberikanku celah untuk bisa ikut membantu. Aku menunggu dengan cemas dan takut, sampai akhirnya beberapa orang berhasil menyelamatkan Suwon dari dalam mobil itu. Aku memperhatikan lebih dekat. Tubuhnya terlihat berbeda. Tinggi seperti laki-laki, dengan wajah dan tubuhnya yang penuh lumuran darah. Tidak, tidak mungkin. Aku berusaha untuk menghilangkan segala pemikiran gila itu, namun aku tidak berhasil. Tidak. Tidak boleh seperti ini. Suwon.. Bagaimana dengannya?
**
Author’s POV
Paska kecelakaan itu, Suwon harus dirawat di rumah sakit selama hampir setahun karena ia mengalami koma. Kecelakaan itu sangat fatal, dan dokter menyatakan bahwa Suwon kehilangan sebagian memorinya. Meskipun sudah tersadar dari komanya, Suwon masih harus menginap dan mengikuti serangkaian terapi pemulihan di rumah sakit. Orangtua Suwon masih bersyukur karena setidaknya Suwon tidak melupakan mereka. Tapi hal itu juga cukup berdampak pada perilaku Suwon. Ia berubah menjadi gadis yang pendiam dan pemikir, berbeda dengan dirinya yang dulu ceria dan enerjik.
Pagi itu di rumah sakit, beberapa hari paska ia sadar, perawat membawanya dengan kursi roda menuju taman rumah sakit agar ia mendapatkan sinar matahari dan udara segar yang cukup. Banyak pasien lainnya yang juga berada di taman itu. Suwon merasa lebih baik setelah menghirup sebanyak-banyaknya udara pagi yang sejuk di sana. Di tangannya, tergenggam setangkai bunga lili pemberian saudara sepupunya, Baekhyun. Ia sangat suka bunga lili. Bunga kesukaan yang sama seperti saat ia masih kecil.
“Yeppeodda..” ucap Suwon lirih dengan senyumnya yang manis. Tanpa sengaja, bunga itu tiba-tiba terjatuh. Ia kesulitan untuk mengambilnya kembali. Seseorang datang menghampirinya ketika ia mencoba meraih bunga itu.
“Bunganya cantik sekali.. Sama sepertimu..” ucap seorang pria yang sudah berdiri dihadapannya dengan wajah bersinar. Suwon terperangah. Ia seperti melihat seorang malaikat. Pria tertampan yang pernah ia temui, dan entah kenapa ia merasa familiar. Suwon canggung karena berinteraksi dengan orang yang tak dikenal. Ia menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari jika saja perawat yang membawanya tadi ada di sekitar taman. Karena gugup, Suwon tidak tahu apa yang harus ia perbuat.
“Mm.. Gamsahamnida..” balas Suwon terbata seraya menerima bunga itu. Ia berusaha memutar roda kursinya untuk bisa kembali ke dalam. Namun pria itu belum beranjak juga dan justru menggenggam tangan Suwon.
“Aku ada disini jika kau butuh bantuan..” tawar pria itu masih dengan senyumnya. Suwon merasa aneh dengan senyum itu. Seperti ada perasaan yang membuncah ketika melihat pria itu. Kerinduan yang sangat besar, tapi ia sendiri sulit untuk menjelaskannya.
“Biarkan aku membantumu..”
Akhirnya Suwon pun menurut dan membiarkan pria misterius itu membawanya kembali ke kamarnya.
Sesampainya di kamar rawat, pria itu hanya tersenyum dan mengucapkan “Cepat sembuh.. kalau kau membutuhkanku, aku akan ada di taman..”
Suwon masih termangu memikirkannya, bahkan setelah beberapa menit berlalu setelah kepergian pria itu. Lalu tiba-tiba saja perawat masuk dengan ekspresi terkejut.
“Aigoo, Suwon-ssi! Kau sudah di sini rupanya.. Aku kebingungan mencarimu.. Baru saja aku ke taman untuk membawamu kembali, tapi kau tidak ada..” pekik perawat itu setelah lega mendapati Suwon selamat sampai kamarnya.
“Oh, mianhae.. Tadi kebetulan ada seseorang..—“ ucapan Suwon terhenti begitu saja.
“Ne?”
“Ah, aniya. Bukan apa-apa.. Kalau begitu aku mau istirahat dulu..” lanjut Suwon yang urung meneruskan kalimatnya.
**
Malam harinya Suwon tak bisa tidur. Ia memikirkan banyak hal. Berusaha mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi sebelum kecelakaan itu. Yang masih terpatri dalam ingatannya hanyalah kenangan semasa kecil hingga dirinya tamat sekolah menengah atas. Ia butuh seseorang untuk membantunya, namun orangtuanya bahkan tak mengusahakan apapun untuk mengembalikan ingatan terakhirnya. Ia sedikit kecewa dan juga merasa aneh. Apakah ada sesuatu yang orangtuanya sengaja tutupi darinya?
Tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibuka. Suwon menoleh untuk memastikan.
“Kau belum tidur?” tanya seseorang yang ia temui tadi pagi. Si pria misterius. Suwon tercekat.
“S-Siapa kau?” tanya Suwon takut-takut.
Pria misterius itu menatap Suwon sedih, membuat Suwon semakin bingung.
“Tak perlu pikirkan siapa aku. Aku tak akan menyakitimu. Aku datang untuk memastikan bahwa kau baik-baik saja..” balas pria itu kemudian.
“Apakah... kau salah satu dokter? Atau.. perawat?” tanya Suwon lagi.
“Ya.. Anggap saja begitu..” Suwon benar-benar tak mengerti dibuatnya. Karena kecanggungan kembali menyergap, Suwon memutuskan untuk kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Beberapa menit berlalu dan pria itu tidak kunjung pergi.
“Aku tidak bisa tidur..” ucap Suwon akhirnya. “Banyak hal membuat kepalaku sakit..”
“Jangan paksakan dirimu. Semua pertanyaanmu akan terjawab jika waktunya tepat..” jawab pria itu.
“Apa kau akan pergi?” tanya Suwon lagi yang membuat pria itu terhenyak dan menghentikan langkahnya.
“Jika aku bisa memilih, aku tidak akan mau pergi..” balasnya lalu menoleh menatap Suwon.
Suwon kembali merasa aneh. Ada sesuatu pada pria itu yang membuatnya selalu ingin dekat. Tak terasa Suwon mulai menguap. Ia mulai merasa lelah.
“Tidurlah.. Aku tidak akan mengganggumu.. Sampai bertemu besok..” ucap pria itu lalu mengusap lembut kepala Suwon. Sentuhan itu, entah kenapa lagi-lagi membuat perasaannya tak menentu.
“Jika ada hari dimana kita tak bisa bersama, simpan dan bawalah aku dihatimu. Aku akan selalu berada disana..”
Kalimat itu tiba-tiba muncul dalam benak Suwon selepas perginya pria misterius itu dari kamarnya.
**
Keesokan harinya, seperti biasa perawat akan membawa Suwon dengan kursi rodanya ke taman. Awalnya perawat itu menjaga Suwon sambil mencatat beberapa obat yang Suwon perlukan, namun tiba-tiba perawat lain memanggilnya untuk pergi. Suwon sekarang tanpa pengawasan dan hal yang dipikirkannya pun terjadi. Pria itu datang lagi. Atau lebih tepatnya, menemukannya lagi.
“Selamat pagi, pasien cantik..” sapanya yang membuat Suwon mau tidak mau terkekeh pelan.
“Bagaimana keadaanmu? Apakah tidurmu nyenyak?” tanya-nya.
Suwon tidak menjawab dan hanya mengangguk malu-malu. Suwon merasa cukup nyaman saat bersama pria itu. Melihat wajahnya yang cerah dan senyumnya yang indah membuat Suwon berkali-kali lebih baik dari sebelumnya. Suwon merasa ingin selalu dekat dengan pria itu, entah apa alasannya. Ia merasa mulai terbiasa dengan kehadiran pria misterius itu.
“Maaf.. tapi... bisakah aku tahu namamu?” tanya Suwon penasaran saat pria itu mulai membawa Suwon mengelilingi taman.
“Kris. Panggil saja aku Kris..” jawabnya dan Suwon hanya menjadi pendengar yang baik.
Beberapa hari berlalu. Hubungan Suwon dan Kris semakin dekat. Suwon merasa jauh lebih baik dan bahagia dibandingkan sebelumnya. Ia akan sangat bersemangat untuk pergi ke taman setiap paginya. Mengetahui itu orangtua Suwon merasa lega sekaligus aneh. Suwon perlahan mulai kembali menjadi Suwon yang ceria, itu adalah hal yang baik. Tapi tetap saja orangtua Suwon merasa perlu untuk tahu alasannya.
“Suwon-ah.. Bagaimana keadaanmu? Kau terlihat bahagia dan jauh lebih baik belakangan ini.. Kurasa kau akan bisa segera pulang..” ucap ibu Suwon.
“N-ne? A-aku.. aku tidak benar-benar merasa baik.. Aku hanya—“
“Ada apa? Jangan katakan kau jatuh cinta pada seorang dokter disini,” sela ibunya.
Suwon hanya menunduk sambil menggigit bibir bawahnya. Ia tidak tahu bagaimana mengatakannya.
“Eomma.. jika kita merasa berdebar setiap kali memikirkan seseorang apakah itu berarti kita jatuh cinta pada orang itu?” tanya Suwon tiba-tiba.
“Mwo? Jadi benar kau menyukai salah seorang dokter di rumah sakit ini?” ibu Suwon terlihat sedikit antusias. Suwon hanya terdiam salah tingkah. “Nugu?” tanya ibunya lagi. “Apakah itu Kim uisa? Atau Zhang uisa?”
Suwon melirik ibunya ragu sebelum menjawab. “Kris. Namanya Kris dan ia selalu ada di rumah sakit ini. Ia bilang ia akan menjagaku, eomma..”
Senyum dan antusiasme ibu Suwon perlahan memudar, digantikan raut heran sekaligus khawatir.    
“N-ne?” ibu Suwon menatap Suwon tak percaya. Tatapannya lalu berubah menjadi tatapan sedih. Beliau menangkup kedua pipi Suwon dan mengusapnya lembut. “Arasseo..” ucapnya dengan helaan napas berat dan mata yang berkaca-kaca. “Arasseo...”
Suwon hanya mengernyitkan kening bingung.
**
Suatu ketika, Suwon bangun lebih awal untuk bisa segera pergi ke taman. Ia berharap bisa segera bertemu dengan Kris karena sesuatu telah terjadi. Malam sebelumnya, ia mendengar sendiri suara ibunya yang berdiskusi dengan beberapa dokter di depan kamar rawatnya, mengatakan bahwa ia mungkin mengalami gangguan kejiwaan atau guncangan mental. Suwon sangat terkejut. Apa maksudnya? Suwon merasa baik-baik saja sejauh ini. Hanya ingatannya yang bermasalah, bukan berarti ia mengalami gangguan kejiwaan.
“Suwon-ah, ada apa? Kenapa kau menangis?” tanya seseorang dengan suara khas yang sangat ia kenal.
“K-Kris? Aku..—“ Suwon berusaha mengatur deru napasnya. “Mereka bilang aku sakit jiwa.. Apakah aku terlihat seperti orang yang sakit jiwa? Kau tahu sendiri kan bahwa aku baik-baik saja selama ini?”
Kris menatap manik mata Suwon dan merasa sangat terpukul. Tentu saja Suwon tidak sakit jiwa. Tidak. Jika saja kecelakaan itu tidak pernah terjadi..
(FLASHBACK)
Di hari terjadinya kecelakaan itu, Kris baru menyadari sesuatu setelah beberapa orang datang menolongnya. Sesuatu yang sulit untuk diterima akal sehat. Sesuatu yang menyatakan secara langsung padanya bahwa dirinya telah tewas di tempat, dengan jasadnya yang sudah abstrak berlumuran darah. Kris merasa ingin menangis sekeras-kerasnya saat melihat Suwon yang masih bernyawa juga berlumuran darah. Namun percuma saja karena tak seorangpun dapat mendengarnya. Setelah orangtua Kris dan Suwon sampai di rumah sakit, Kris berusaha untuk menyampaikan sesuatu pada orangtuanya namun ia tak bisa.
“Appa, eomma.. kenapa menangis? Hey, lihat aku.. Aku disini.. Aku disini..” itulah yang Kris ucapkan berulangkali saat di rumah sakit. Sulit untuk ia akui bahwa kini keberadaannya hanya sebagai roh yang tak kasat mata. Kris merasa Tuhan tak adil. Kenapa Tuhan harus memisahkannya dengan orang-orang yang ia cintai?
Jika orangtua Kris hancur karena kehilangan Kris, maka Kris pun juga sama. Orangtua Suwon hadir dalam upacara pemakamannya, namun saat itu Suwon masih belum sadarkan diri. Kris sudah pergi. Kris sudah tidak ada. Dan Suwon sama sekali tak mengetahuinya.
Perasaan Kris kian hancur ketika ia tahu bahwa Suwon kehilangan ingatannya. Namun ia juga bersyukur karena setidaknya Suwon tidak akan terpuruk saat mengetahui kematiannya. Suwon sama sekali tak mengingat Kris dalam pikirannya, dan di saat itulah Kris mulai memanfaatkan keadaan dimana Suwon ternyata bisa melihat keberadaan dirinya.
(FLASHBACK END)
“Ya, aku tahu. Aku tahu, Suwon-ah. Aku percaya padamu. Kau baik-baik saja.. dan semuanya akan baik-baik saja..” ucap Kris berusaha menenangkan Suwon meskipun ia sendiri juga ikut terpukul. Hal itu menjadi tamparan keras baginya yang menyadarkannya bahwa ia dan Suwon sudah berbeda dunia sekarang. Kris tidak bisa selamanya muncul dihadapan Suwon seperti ini. Suwon masih memiliki kehidupannya yang nyata dan Kris tidak bisa membentengi pandangan Suwon akan hal itu.
“Mereka akan membawaku ke psikoterapis..” ucap Suwon susah payah. “Apakah... kita bisa bersama lagi seperti ini?” lanjut Suwon sambil terisak. Namun seketika ia tertegun mendengar ucapannya sendiri. Entah kenapa jantungnya berdesir setelah mengatakannya, seolah ia pernah mendengar kalimat itu sebelumnya.
Kris pun tertegun. Ia menarik Suwon ke dalam pelukannya. Erat sekali, seolah itu memang pelukan terakhir yang bisa ia berikan untuk Suwon. “Ya. Tentu saja, Suwon-ah. Tentu saja..” ucap Kris lirih dan ikut menitikkan airmatanya.
“Bahkan jika ada hari dimana kita tak bisa bersama, simpan dan bawalah aku dihatimu. Aku akan selalu berada disana, seiring deru napasmu dan seiring langkahmu...” lanjut Kris setelah melepaskan rengkuhannya. Mendengar itu Suwon merasakan deja-vu untuk yang kesekian kalinya.
“Kembalilah pada orangtuamu. Mereka tahu yang terbaik untukmu, Suwon-ah.. Dengarkan apa yang dokter katakan dan lakukan apa yang mereka ingin kau lakukan..”
**
Beberapa bulan berlalu. Masa terapi Suwon di tempat terapi psikis telah berakhir dan selama itu pula Suwon tak pernah bertemu dengan Kris lagi. Suwon sudah kembali kerumahnya dan keluarga besarnya dengan senang hati menyambutnya dengan sebuah pesta sederhana. Seharusnya Suwon merasa senang dengan semua itu, tapi kenyataannya tidak. Masih ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Meskipun ia sudah dinyatakan pulih, namun ingatan terakhirnya sebelum kecelakaan masih belum kembali.
Suwon masuk ke dalam kamarnya setelah pesta kecil itu selesai. Ia memandangi seluruh penjuru kamar yang begitu ia rindukan. Ia mulai menelisik barang-barang yang ada di sana, karena ia pikir mungkin itu akan membantunya mengingat kembali hal-hal terakhir sebelum kecelakaan terjadi. Ia mencoba membuka laci meja belajarnya namun terkunci. Ia merasa ada yang tidak beres. Ia berusaha mengacak-acak rak bukunya hingga akhirnya menemukan kuncinya di bawah sebuah album foto. Ia membuka perlahan album foto itu dan sangat terkejut ketika melihat ada foto dirinya bersama seorang pria tampan yang tidak asing. Kepalanya mendadak sakit. Sambil menahan sakit dikepalanya, ia menutup album itu dan berusaha membuka laci meja belajarnya. Didalamnya ia menemukan sebuah handycam dengan layar yang sudah pecah. Handycam itu rusak. Ia mengambilnya dan mendapatkan kartu memorinya yang masih utuh.
Setelah merasa baikan, Suwon memasukkan kartu memori itu ke dalam laptopnya dan mulai memeriksa isinya. Video demi video ia saksikan. Meskipun ada bagian-bagian dari video itu yang rusak, Suwon masih bisa mengikuti dengan jelas jalan cerita video hasil rekamannya sendiri itu. Kepalanya sakit dan semakin sakit.
“—Kris oppa! Lihat kemari!”
“—haruskah aku melakukannya?”
“Tentu saja, oppa!”
“—ottae? Apakah aku tampan?”
“—Kris oppa narsis!”

Penggalan percakapan dalam video itu membuatnya seketika merasa sesak. Dadanya sesak sekali. Ia ingat. Kini ia sudah ingat semuanya. Tanpa terasa airmata sudah turun dengan derasnya dari kedua mata Suwon. Rasanya begitu menyakitkan ketika kita terlambat menyadari sesuatu.
(FLASHBACK)
Di tengah perjalanan mereka, Kris tiba-tiba meminta Suwon untuk mematikan handycamnya. “Suwon-ah, bisakah kau mematikan handycamnya?”
“Waeyo, oppa?” tanya Suwon tak mengerti.
“Lakukan saja..” pinta Kris serius. Suwon berpikir sejenak sebelum akhirnya menutup layar handycam dan meletakkannya di atas pangkuannya. Namun Suwon tidak benar-benar menuruti permintaan Kris saat itu. Diam-diam ia membiarkan handycam itu tetap aktif meskipun hanya mampu merekam suara.
“Suwon-ah, apakah kita bisa selalu bersama seperti ini?” tanya Kris tiba-tiba yang membuat Suwon semakin heran.
“Ne? Ah, ne, oppa.. Tentu saja.. Kita akan selalu bersama..” jawab Suwon memastikan. Ia menoleh ke arah Kris dengan pandangan bertanya-tanya.
“Jika ada hari dimana kita tak bisa bersama, simpan dan bawalah aku di hatimu.. karena aku akan selalu berada di sana,” Suwon tercekat mendengar penuturan itu. Membuatnya seketika merasa aneh dengan sikap Kris.
(FLASHBACK END)
Suwon menangis sejadinya saat itu. Dadanya sesak, kepalanya sakit seperti mau mati saja. Kenapa ia baru ingat sekarang? Kenapa ia bisa dengan tega melupakan segala kenangannya bersama Kris, pria yang sangat dicintainya? Ia mendekap dadanya dan menekannya kuat-kuat untuk menahan sakit dan sesak yang ia rasakan.
Tanpa sepengetahuan Suwon, Kris ikut menyaksikan hal itu. Melihat Suwon yang hatinya sakit begitu dalam, membuat hatinya sendiri ikut hancur. Kris berusaha menggapai Suwon dan meyakinkan gadis itu bahwa ia baik-baik saja dan semuanya akan baik-baik saja. Namun itu sia-sia. Suwon sudah menyadari semuanya dan ia tidak bisa lagi melihat keberadaan Kris di kamar itu. Kehadiran Kris kini tidak lebih dari sekedar bayangan. Sesuatu yang tak kasat mata. Begitu halus bagaikan angin. Ia hanya roh dengan alam yang berbeda. Tidak ada yang bisa Kris lakukan selain ikut menitikkan airmatanya saat itu.
“Suwon-ah, mianhae... saranghae..”
*END*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar