“ONE
LAST LOVE”
Author : kxanoppa | genre : romance,
tragedy, angst | casts : kris
(exo-m), han suwon (oc), byun baekhyun (exo-k/support cast) | rating : pg-15 | length : one-shot | notes : terinspirasi dari lagu cantik milik Joanna Wang, I Love You dan Christina Aguilera, Say Something.
Disarankan untuk mendengarkan lagu itu ketika membaca ^^; Jangan lupa
tinggalkan jejak ya guys!!
Summary : “if there’s a day when i can’t be
with you, just keep me in your heart.. I’ll always stay there..”
**
Author’s POV
“Hai, aku Suwon. Han Suwon. Aku
gadis biasa-biasa saja yang paling beruntung di dunia, karena aku memiliki
kekasih yang sangat tampan dan baik hati. Kris oppa! Lihat kemari!” ujar
seorang gadis berambut sebahu antusias dengan salah satu tangannya yang menggenggam
sebuah handycam.
“Mwoya? Haruskah aku
melakukannya?” balas pria yang dipanggil Kris itu datar sambil membenarkan
letak barang-barang mereka di dalam bagasi mobil.
“Tentu saja oppa! Tanganku sudah
pegal memegang kamera ini hanya untuk menyutingmu,” dengus Suwon. Mendengar itu
Kris pun menghentikan aktivitasnya sejenak dan memandang ke arah kamera.
“Arasseo.. Hmm, ottae? Apakah aku
tampan?” ucapnya sambil sesekali membenahi rambutnya dan menggunakan layar
handycam itu sebagai cermin. Kris memang benar-benar narsis. Suwon yang melihat
hanya terkekeh.
“Kris oppa narsis! Baiklah,
sekarang kami sedang bersiap-siap untuk melakukan sebuah perjalanan romantis!”
lanjut Suwon sambil menghadapkan layar handycam itu pada wajahnya. Suwon memang
suka sekali mengabadikan momen-momen spesial dengan handycamnya.
Saat itu mereka tengah
bersiap-siap untuk pergi berlibur bersama. Mereka akan pergi ke puncak dan
melakukan wisata kuliner, sekaligus barbekyu di villa milik keluarga Kris.
Orangtua Kris dan Suwon sudah mengenal satu sama lain, dan tentu saja mereka
sangat merestui hubungan Kris dan Suwon. Orangtua Suwon percaya Kris akan
menjaga Suwon dengan baik, karena Kris adalah laki-laki yang baik dan sopan.
“Apa kau sudah selesai berceloteh
dengan kameramu?” tanya Kris.
“Ah, arasseo. Jamkanmanyo!” Suwon
melirik sekilas ke arah Kris berdiri menunggunya, lalu ia kembali beralih pada
kameranya. “Baiklah, saatnya pergi!” ucap Suwon sebelum mengakhiri rekamannya
pada sesi ‘bersiap-siap’ itu.
“Kenapa sih kau suka sekali merekam
setiap hal?” tanya Kris yang cukup bosan dengan kebiasaan kekasihnya satu itu.
“Tidak pa-pa.. Hanya suka saja..
Aku ingin bisa selalu menyimpan momen-momen menarik, agar aku tidak akan pernah
melupakannya. Aku bahkan kau, bisa melihatnya kembali bukankah itu bagus?”
balas Suwon yang kembali asik berkutat dengan handycamnya. Tak lama setelah itu
Suwon pun memulai lagi aksi rekam-merekamnya. Ia membidik gambar di setiap
detiknya selama perjalanan mereka.
“Lihat! Ada Kris oppa yang tampan
sedang menyetir.. Hahaha..” ujar Suwon penuh semangat. Kris yang mendengar itu
hanya menoleh sekilas sambil tersenyum dan melakukan ‘v-sign’, sebelum kembali
fokus pada kemudinya.
Perjalanan mereka cukup panjang
dan melelahkan. Suwon masih menggenggam handycamnya yang menyala karena tidak
ingin melewatkan 1 detikpun dari acara perjalanan itu. Hingga tiba-tiba ia
melihat Kris yang tampak gelisah.
“Suwon-ah, bisakah kau mematikan
handycamnya?” pinta Kris serius.
“Lakukan saja..” melihat ekspresi
Kris yang begitu serius, Suwon pun menurut.
“Suwon-ah.. Apakah kita bisa
selalu bersama seperti ini..?” ucapan Kris yang semakin aneh membuat Suwon
heran.
“Ne? Ah.. ne, oppa.. Tentu saja..
Kita akan selalu bersama..” balas Suwon sambil tersenyum.
“Jika ada hari dimana kita tak
bisa bersama, simpanlah aku di hatimu. Aku akan selalu berada di sana... Araji?”
Suwon mengernyitkan keningnya semakin tak paham. Ada apa dengan Kris? Kenapa
tiba-tiba ia bicara melantur seperti itu?
“Hmm..” Suwon bergumam dan
mengangguk sebagai jawabannya. “Oppa, tidakkah kau mengemudikannya terlalu
kencang? Aku takut. Pelan-pelan saja, oppa..” lanjut Suwon lagi.
“Suwon-ah, kalau kau takut,
sebaiknya kau tidur saja.. Akan kupastikan kau baik-baik saja..” jawab Kris
dengan keringat mengucur dipelipisnya. Karena takut Suwon hanya mengikuti apa
yang dikatakan Kris. Hingga dirasakannya laju mobil itu yang semakin tidak
nyaman, Suwon mencoba mengintip apa yang sebenarnya terjadi pada Kris, dan ia
begitu terkejut saat melihat sebuah bus besar dari arah berlawanan menuju ke
arah mereka dengan kencang.
“Oppa, awas!” seru Suwon panik.
Namun Kris tak bisa berbuat apapun. Rem mobil yang mereka tumpangi tidak
berfungsi.
“Suwon-ah, mianhae.. saranghae..”
itulah ucapan terakhir Kris yang Suwon dengar sebelum kecelakaan maut itu
terjadi dan membuat mobil mereka harus terguling beberapa kali hingga berhenti
pada posisi terbalik. Suwon merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Bau anyir
darah memenuhi rongga pernapasannya. Ia terjepit. Dan semuanya berubah gelap.
**
Kris’ POV
Dengan susah payah aku keluar
dari mobilku. Anehnya, aku tidak merasakan sakit apapun ketika aku mendapati
mobilku dalam keadaan mengenaskan. Terbalik dan nyaris hancur di bagian
depannya. Apa yang terjadi? Di tengah kebingungan dan kepanikanku, aku berusaha
meminta tolong pada siapapun yang ada di sana untuk bisa menyelamatkan Suwon
yang masih di dalam dan tak sadarkan diri. Tak lama beberapa orang
berbondong-bondong datang untuk menyelamatkan Suwon. Aku mencoba untuk membantu,
namun tak ada seorangpun menghiraukanku. Mereka tidak memberikanku celah untuk
bisa ikut membantu. Aku menunggu dengan cemas dan takut, sampai akhirnya
beberapa orang berhasil menyelamatkan Suwon dari dalam mobil itu. Aku
memperhatikan lebih dekat. Tubuhnya terlihat berbeda. Tinggi seperti laki-laki,
dengan wajah dan tubuhnya yang penuh lumuran darah. Tidak, tidak mungkin. Aku
berusaha untuk menghilangkan segala pemikiran gila itu, namun aku tidak
berhasil. Tidak. Tidak boleh seperti ini. Suwon.. Bagaimana dengannya?
**
Author’s POV
Paska kecelakaan itu, Suwon harus
dirawat di rumah sakit selama hampir setahun karena ia mengalami koma.
Kecelakaan itu sangat fatal, dan dokter menyatakan bahwa Suwon kehilangan
sebagian memorinya. Meskipun sudah tersadar dari komanya, Suwon masih harus
menginap dan mengikuti serangkaian terapi pemulihan di rumah sakit. Orangtua
Suwon masih bersyukur karena setidaknya Suwon tidak melupakan mereka. Tapi hal
itu juga cukup berdampak pada perilaku Suwon. Ia berubah menjadi gadis yang
pendiam dan pemikir, berbeda dengan dirinya yang dulu ceria dan enerjik.
Pagi itu di rumah sakit, beberapa
hari paska ia sadar, perawat membawanya dengan kursi roda menuju taman rumah
sakit agar ia mendapatkan sinar matahari dan udara segar yang cukup. Banyak
pasien lainnya yang juga berada di taman itu. Suwon merasa lebih baik setelah
menghirup sebanyak-banyaknya udara pagi yang sejuk di sana. Di tangannya,
tergenggam setangkai bunga lili pemberian saudara sepupunya, Baekhyun. Ia
sangat suka bunga lili. Bunga kesukaan yang sama seperti saat ia masih kecil.
“Yeppeodda..” ucap Suwon lirih
dengan senyumnya yang manis. Tanpa sengaja, bunga itu tiba-tiba terjatuh. Ia
kesulitan untuk mengambilnya kembali. Seseorang datang menghampirinya ketika ia
mencoba meraih bunga itu.
“Bunganya cantik sekali.. Sama
sepertimu..” ucap seorang pria yang sudah berdiri dihadapannya dengan wajah
bersinar. Suwon terperangah. Ia seperti melihat seorang malaikat. Pria
tertampan yang pernah ia temui, dan entah kenapa ia merasa familiar. Suwon
canggung karena berinteraksi dengan orang yang tak dikenal. Ia menoleh ke kanan
dan kiri untuk mencari jika saja perawat yang membawanya tadi ada di sekitar
taman. Karena gugup, Suwon tidak tahu apa yang harus ia perbuat.
“Mm.. Gamsahamnida..” balas Suwon
terbata seraya menerima bunga itu. Ia berusaha memutar roda kursinya untuk bisa
kembali ke dalam. Namun pria itu belum beranjak juga dan justru menggenggam
tangan Suwon.
“Aku ada disini jika kau butuh
bantuan..” tawar pria itu masih dengan senyumnya. Suwon merasa aneh dengan
senyum itu. Seperti ada perasaan yang membuncah ketika melihat pria itu.
Kerinduan yang sangat besar, tapi ia sendiri sulit untuk menjelaskannya.
“Biarkan aku membantumu..”
Akhirnya Suwon pun menurut dan
membiarkan pria misterius itu membawanya kembali ke kamarnya.
Sesampainya di kamar rawat, pria
itu hanya tersenyum dan mengucapkan “Cepat sembuh.. kalau kau membutuhkanku,
aku akan ada di taman..”
Suwon masih termangu
memikirkannya, bahkan setelah beberapa menit berlalu setelah kepergian pria
itu. Lalu tiba-tiba saja perawat masuk dengan ekspresi terkejut.
“Aigoo, Suwon-ssi! Kau sudah di
sini rupanya.. Aku kebingungan mencarimu.. Baru saja aku ke taman untuk
membawamu kembali, tapi kau tidak ada..” pekik perawat itu setelah lega
mendapati Suwon selamat sampai kamarnya.
“Oh, mianhae.. Tadi kebetulan ada
seseorang..—“ ucapan Suwon terhenti begitu saja.
“Ne?”
“Ah, aniya. Bukan apa-apa.. Kalau
begitu aku mau istirahat dulu..” lanjut Suwon yang urung meneruskan kalimatnya.
**
Malam harinya Suwon tak bisa
tidur. Ia memikirkan banyak hal. Berusaha mengingat-ingat apa yang sebenarnya
terjadi sebelum kecelakaan itu. Yang masih terpatri dalam ingatannya hanyalah
kenangan semasa kecil hingga dirinya tamat sekolah menengah atas. Ia butuh
seseorang untuk membantunya, namun orangtuanya bahkan tak mengusahakan apapun
untuk mengembalikan ingatan terakhirnya. Ia sedikit kecewa dan juga merasa
aneh. Apakah ada sesuatu yang orangtuanya sengaja tutupi darinya?
Tiba-tiba terdengar suara pintu
yang dibuka. Suwon menoleh untuk memastikan.
“Kau belum tidur?” tanya
seseorang yang ia temui tadi pagi. Si pria misterius. Suwon tercekat.
“S-Siapa kau?” tanya Suwon
takut-takut.
Pria misterius itu menatap Suwon
sedih, membuat Suwon semakin bingung.
“Tak perlu pikirkan siapa aku.
Aku tak akan menyakitimu. Aku datang untuk memastikan bahwa kau baik-baik
saja..” balas pria itu kemudian.
“Apakah... kau salah satu dokter?
Atau.. perawat?” tanya Suwon lagi.
“Ya.. Anggap saja begitu..” Suwon
benar-benar tak mengerti dibuatnya. Karena kecanggungan kembali menyergap,
Suwon memutuskan untuk kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Beberapa
menit berlalu dan pria itu tidak kunjung pergi.
“Aku tidak bisa tidur..” ucap
Suwon akhirnya. “Banyak hal membuat kepalaku sakit..”
“Jangan paksakan dirimu. Semua
pertanyaanmu akan terjawab jika waktunya tepat..” jawab pria itu.
“Apa kau akan pergi?” tanya Suwon
lagi yang membuat pria itu terhenyak dan menghentikan langkahnya.
“Jika aku bisa memilih, aku tidak
akan mau pergi..” balasnya lalu menoleh menatap Suwon.
Suwon kembali merasa aneh. Ada
sesuatu pada pria itu yang membuatnya selalu ingin dekat. Tak terasa Suwon
mulai menguap. Ia mulai merasa lelah.
“Tidurlah.. Aku tidak akan
mengganggumu.. Sampai bertemu besok..” ucap pria itu lalu mengusap lembut
kepala Suwon. Sentuhan itu, entah kenapa lagi-lagi membuat perasaannya tak
menentu.
“Jika
ada hari dimana kita tak bisa bersama, simpan dan bawalah aku dihatimu. Aku
akan selalu berada disana..”
Kalimat itu tiba-tiba muncul
dalam benak Suwon selepas perginya pria misterius itu dari kamarnya.
**
Keesokan harinya, seperti biasa
perawat akan membawa Suwon dengan kursi rodanya ke taman. Awalnya perawat itu
menjaga Suwon sambil mencatat beberapa obat yang Suwon perlukan, namun tiba-tiba
perawat lain memanggilnya untuk pergi. Suwon sekarang tanpa pengawasan dan hal
yang dipikirkannya pun terjadi. Pria itu datang lagi. Atau lebih tepatnya,
menemukannya lagi.
“Selamat pagi, pasien cantik..”
sapanya yang membuat Suwon mau tidak mau terkekeh pelan.
“Bagaimana keadaanmu? Apakah
tidurmu nyenyak?” tanya-nya.
Suwon tidak menjawab dan hanya
mengangguk malu-malu. Suwon merasa cukup nyaman saat bersama pria itu. Melihat
wajahnya yang cerah dan senyumnya yang indah membuat Suwon berkali-kali lebih
baik dari sebelumnya. Suwon merasa ingin selalu dekat dengan pria itu, entah
apa alasannya. Ia merasa mulai terbiasa dengan kehadiran pria misterius itu.
“Maaf.. tapi... bisakah aku tahu
namamu?” tanya Suwon penasaran saat pria itu mulai membawa Suwon mengelilingi
taman.
“Kris. Panggil saja aku Kris..”
jawabnya dan Suwon hanya menjadi pendengar yang baik.
Beberapa hari berlalu. Hubungan
Suwon dan Kris semakin dekat. Suwon merasa jauh lebih baik dan bahagia
dibandingkan sebelumnya. Ia akan sangat bersemangat untuk pergi ke taman setiap
paginya. Mengetahui itu orangtua Suwon merasa lega sekaligus aneh. Suwon
perlahan mulai kembali menjadi Suwon yang ceria, itu adalah hal yang baik. Tapi
tetap saja orangtua Suwon merasa perlu untuk tahu alasannya.
“Suwon-ah.. Bagaimana keadaanmu?
Kau terlihat bahagia dan jauh lebih baik belakangan ini.. Kurasa kau akan bisa
segera pulang..” ucap ibu Suwon.
“N-ne? A-aku.. aku tidak
benar-benar merasa baik.. Aku hanya—“
“Ada apa? Jangan katakan kau
jatuh cinta pada seorang dokter disini,” sela ibunya.
Suwon hanya menunduk sambil
menggigit bibir bawahnya. Ia tidak tahu bagaimana mengatakannya.
“Eomma.. jika kita merasa
berdebar setiap kali memikirkan seseorang apakah itu berarti kita jatuh cinta
pada orang itu?” tanya Suwon tiba-tiba.
“Mwo? Jadi benar kau menyukai
salah seorang dokter di rumah sakit ini?” ibu Suwon terlihat sedikit antusias.
Suwon hanya terdiam salah tingkah. “Nugu?” tanya ibunya lagi. “Apakah itu Kim
uisa? Atau Zhang uisa?”
Suwon melirik ibunya ragu sebelum
menjawab. “Kris. Namanya Kris dan ia selalu ada di rumah sakit ini. Ia bilang
ia akan menjagaku, eomma..”
Senyum dan antusiasme ibu Suwon
perlahan memudar, digantikan raut heran sekaligus khawatir.
“N-ne?” ibu Suwon menatap Suwon
tak percaya. Tatapannya lalu berubah menjadi tatapan sedih. Beliau menangkup
kedua pipi Suwon dan mengusapnya lembut. “Arasseo..” ucapnya dengan helaan
napas berat dan mata yang berkaca-kaca. “Arasseo...”
Suwon hanya mengernyitkan kening
bingung.
**
Suatu ketika, Suwon bangun lebih
awal untuk bisa segera pergi ke taman. Ia berharap bisa segera bertemu dengan
Kris karena sesuatu telah terjadi. Malam sebelumnya, ia mendengar sendiri suara
ibunya yang berdiskusi dengan beberapa dokter di depan kamar rawatnya,
mengatakan bahwa ia mungkin mengalami gangguan kejiwaan atau guncangan mental.
Suwon sangat terkejut. Apa maksudnya? Suwon merasa baik-baik saja sejauh ini.
Hanya ingatannya yang bermasalah, bukan berarti ia mengalami gangguan kejiwaan.
“Suwon-ah, ada apa? Kenapa kau
menangis?” tanya seseorang dengan suara khas yang sangat ia kenal.
“K-Kris? Aku..—“ Suwon berusaha
mengatur deru napasnya. “Mereka bilang aku sakit jiwa.. Apakah aku terlihat
seperti orang yang sakit jiwa? Kau tahu sendiri kan bahwa aku baik-baik saja
selama ini?”
Kris menatap manik mata Suwon dan
merasa sangat terpukul. Tentu saja Suwon tidak sakit jiwa. Tidak. Jika saja
kecelakaan itu tidak pernah terjadi..
(FLASHBACK)
Di
hari terjadinya kecelakaan itu, Kris baru menyadari sesuatu setelah beberapa
orang datang menolongnya. Sesuatu yang sulit untuk diterima akal sehat. Sesuatu
yang menyatakan secara langsung padanya bahwa dirinya telah tewas di tempat,
dengan jasadnya yang sudah abstrak berlumuran darah. Kris merasa ingin menangis
sekeras-kerasnya saat melihat Suwon yang masih bernyawa juga berlumuran darah.
Namun percuma saja karena tak seorangpun dapat mendengarnya. Setelah orangtua
Kris dan Suwon sampai di rumah sakit, Kris berusaha untuk menyampaikan sesuatu
pada orangtuanya namun ia tak bisa.
“Appa,
eomma.. kenapa menangis? Hey, lihat aku.. Aku disini.. Aku disini..” itulah
yang Kris ucapkan berulangkali saat di rumah sakit. Sulit untuk ia akui bahwa
kini keberadaannya hanya sebagai roh yang tak kasat mata. Kris merasa Tuhan tak
adil. Kenapa Tuhan harus memisahkannya dengan orang-orang yang ia cintai?
Jika
orangtua Kris hancur karena kehilangan Kris, maka Kris pun juga sama. Orangtua
Suwon hadir dalam upacara pemakamannya, namun saat itu Suwon masih belum
sadarkan diri. Kris sudah pergi. Kris sudah tidak ada. Dan Suwon sama sekali
tak mengetahuinya.
Perasaan
Kris kian hancur ketika ia tahu bahwa Suwon kehilangan ingatannya. Namun ia
juga bersyukur karena setidaknya Suwon tidak akan terpuruk saat mengetahui
kematiannya. Suwon sama sekali tak mengingat Kris dalam pikirannya, dan di saat
itulah Kris mulai memanfaatkan keadaan dimana Suwon ternyata bisa melihat keberadaan
dirinya.
(FLASHBACK
END)
“Ya, aku tahu. Aku tahu,
Suwon-ah. Aku percaya padamu. Kau baik-baik saja.. dan semuanya akan baik-baik
saja..” ucap Kris berusaha menenangkan Suwon meskipun ia sendiri juga ikut
terpukul. Hal itu menjadi tamparan keras baginya yang menyadarkannya bahwa ia
dan Suwon sudah berbeda dunia sekarang. Kris tidak bisa selamanya muncul
dihadapan Suwon seperti ini. Suwon masih memiliki kehidupannya yang nyata dan
Kris tidak bisa membentengi pandangan Suwon akan hal itu.
“Mereka akan membawaku ke
psikoterapis..” ucap Suwon susah payah. “Apakah... kita bisa bersama lagi
seperti ini?” lanjut Suwon sambil terisak. Namun seketika ia tertegun mendengar
ucapannya sendiri. Entah kenapa jantungnya berdesir setelah mengatakannya,
seolah ia pernah mendengar kalimat itu sebelumnya.
Kris pun tertegun. Ia menarik
Suwon ke dalam pelukannya. Erat sekali, seolah itu memang pelukan terakhir yang
bisa ia berikan untuk Suwon. “Ya. Tentu saja, Suwon-ah. Tentu saja..” ucap Kris
lirih dan ikut menitikkan airmatanya.
“Bahkan jika ada hari dimana kita
tak bisa bersama, simpan dan bawalah aku dihatimu. Aku akan selalu berada
disana, seiring deru napasmu dan seiring langkahmu...” lanjut Kris setelah
melepaskan rengkuhannya. Mendengar itu Suwon merasakan deja-vu untuk yang
kesekian kalinya.
“Kembalilah pada orangtuamu.
Mereka tahu yang terbaik untukmu, Suwon-ah.. Dengarkan apa yang dokter katakan
dan lakukan apa yang mereka ingin kau lakukan..”
**
Beberapa bulan berlalu. Masa
terapi Suwon di tempat terapi psikis telah berakhir dan selama itu pula Suwon
tak pernah bertemu dengan Kris lagi. Suwon sudah kembali kerumahnya dan
keluarga besarnya dengan senang hati menyambutnya dengan sebuah pesta
sederhana. Seharusnya Suwon merasa senang dengan semua itu, tapi kenyataannya
tidak. Masih ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Meskipun ia sudah dinyatakan
pulih, namun ingatan terakhirnya sebelum kecelakaan masih belum kembali.
Suwon masuk ke dalam kamarnya
setelah pesta kecil itu selesai. Ia memandangi seluruh penjuru kamar yang
begitu ia rindukan. Ia mulai menelisik barang-barang yang ada di sana, karena
ia pikir mungkin itu akan membantunya mengingat kembali hal-hal terakhir
sebelum kecelakaan terjadi. Ia mencoba membuka laci meja belajarnya namun
terkunci. Ia merasa ada yang tidak beres. Ia berusaha mengacak-acak rak bukunya
hingga akhirnya menemukan kuncinya di bawah sebuah album foto. Ia membuka
perlahan album foto itu dan sangat terkejut ketika melihat ada foto dirinya
bersama seorang pria tampan yang tidak asing. Kepalanya mendadak sakit. Sambil
menahan sakit dikepalanya, ia menutup album itu dan berusaha membuka laci meja
belajarnya. Didalamnya ia menemukan sebuah handycam dengan layar yang sudah
pecah. Handycam itu rusak. Ia mengambilnya dan mendapatkan kartu memorinya yang
masih utuh.
Setelah merasa baikan, Suwon
memasukkan kartu memori itu ke dalam laptopnya dan mulai memeriksa isinya.
Video demi video ia saksikan. Meskipun ada bagian-bagian dari video itu yang
rusak, Suwon masih bisa mengikuti dengan jelas jalan cerita video hasil
rekamannya sendiri itu. Kepalanya sakit dan semakin sakit.
“—Kris
oppa! Lihat kemari!”
“—haruskah
aku melakukannya?”
“Tentu saja, oppa!”
“—ottae?
Apakah aku tampan?”
“—Kris oppa narsis!”
Penggalan percakapan dalam video
itu membuatnya seketika merasa sesak. Dadanya sesak sekali. Ia ingat. Kini ia
sudah ingat semuanya. Tanpa terasa airmata sudah turun dengan derasnya dari
kedua mata Suwon. Rasanya begitu menyakitkan ketika kita terlambat menyadari
sesuatu.
(FLASHBACK)
Di
tengah perjalanan mereka, Kris tiba-tiba meminta Suwon untuk mematikan
handycamnya. “Suwon-ah, bisakah kau mematikan handycamnya?”
“Waeyo,
oppa?” tanya Suwon tak mengerti.
“Lakukan
saja..” pinta Kris serius. Suwon berpikir sejenak sebelum akhirnya menutup
layar handycam dan meletakkannya di atas pangkuannya. Namun Suwon tidak
benar-benar menuruti permintaan Kris saat itu. Diam-diam ia membiarkan handycam
itu tetap aktif meskipun hanya mampu merekam suara.
“Suwon-ah,
apakah kita bisa selalu bersama seperti ini?” tanya Kris tiba-tiba yang membuat
Suwon semakin heran.
“Ne?
Ah, ne, oppa.. Tentu saja.. Kita akan selalu bersama..” jawab Suwon memastikan.
Ia menoleh ke arah Kris dengan pandangan bertanya-tanya.
“Jika ada hari dimana kita tak
bisa bersama, simpan dan bawalah aku di hatimu.. karena aku akan selalu berada
di sana,” Suwon tercekat mendengar penuturan itu. Membuatnya seketika merasa
aneh dengan sikap Kris.
(FLASHBACK
END)
Suwon menangis sejadinya saat
itu. Dadanya sesak, kepalanya sakit seperti mau mati saja. Kenapa ia baru ingat
sekarang? Kenapa ia bisa dengan tega melupakan segala kenangannya bersama Kris,
pria yang sangat dicintainya? Ia mendekap dadanya dan menekannya kuat-kuat
untuk menahan sakit dan sesak yang ia rasakan.
Tanpa sepengetahuan Suwon, Kris
ikut menyaksikan hal itu. Melihat Suwon yang hatinya sakit begitu dalam,
membuat hatinya sendiri ikut hancur. Kris berusaha menggapai Suwon dan
meyakinkan gadis itu bahwa ia baik-baik saja dan semuanya akan baik-baik saja.
Namun itu sia-sia. Suwon sudah menyadari semuanya dan ia tidak bisa lagi
melihat keberadaan Kris di kamar itu. Kehadiran Kris kini tidak lebih dari
sekedar bayangan. Sesuatu yang tak kasat mata. Begitu halus bagaikan angin. Ia
hanya roh dengan alam yang berbeda. Tidak ada yang bisa Kris lakukan selain
ikut menitikkan airmatanya saat itu.
“Suwon-ah, mianhae...
saranghae..”
*END*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar