Selasa, 11 Maret 2014

TWO HEARTS - Part 1 (Day By Day After Story)









author : kxanoppa (berty5192) | genre : romance, family | casts : Kim Jongin - Kai (EXO-K), Do Kyungsoo (EXO-K), Kim Junmyeon (EXO-K), Yeo Sunmi (OC), Jung Yoojin (OC) | rating : teen/general | length : chaptered/series
notes : ini adalah After Story dari ff ku sebelumnya yang berjudul Day By Day.
Cek Trailer 


TWO HEARTS
Part 1
-New Me, or New You?-

Di sebuah perpustakaan universitas, seorang gadis tengah sibuk berkutat dengan buku dihadapannya. Tak ada yang bisa mengalihkan konsentrasinya saat itu, hingga sebuah tangan menepuk pundaknya pelan dan membuatnya menoleh.
“Sunmi-ah,” sapa seorang gadis lain yang langsung duduk di sampingnya.
“Sebaiknya kau pulang dan beristirahat. Ini sudah sore,” lanjut gadis itu perhatian, begitu dilihatnya beberapa buku tebal bersampul keras yang tertumpuk di hadapan Sunmi.
Nan gwenchana. Kalau kau lelah, kau pulanglah duluan. Aku masih ingin di sini sebentar lagi,” ujar Sunmi dengan tatapan yang masih fokus pada buku dalam genggamannya. Gadis di sampingnya hanya bisa menghela napas pasrah, hingga tiba-tiba seorang pria menghampiri mereka.
“Yoojin-ah. Kau tidak pulang?” tanya pria itu pada gadis di samping Sunmi. Gadis itu menatap Sunmi dan teman prianya secara bergantian sebelum menjawab, “Ah—ne, jamkan,”
“Sunmi-ah, kau yakin tak ingin pulang bersama kami?” tanya gadis itu lagi memastikan.
Ne. Pergilah,” balas Sunmi sambil tersenyum. “Junmyeon oppa, pastikan Yoojin pulang dengan selamat. Araji?” lanjut Sunmi, diikuti kekehan dari ketiganya.
Arasseo! Kalau begitu kami pergi,” ujar Junmyeon dengan senyuman cerahnya sebelum ia dan Yoojin meninggalkan Sunmi di perpustakaan besar yang hampir kosong itu.
Tak lama setelah kepergian Junmyeon dan Yoojin, Sunmi menyandarkan punggungnya pada kursi dan berusaha meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Ia memijit pelipisnya pelan sebelum menghela napas lelah. Ia memejamkan matanya sejenak hingga akhirnya kenangan itu kembali terbersit dalam benaknya. Ia pikir perkataan Yoojin benar. Ia harus pulang dan beristirahat. Terlalu banyak belajar membuatnya semakin tertekan. Tapi setidaknya, kesibukan itu bisa membantunya melupakan masa lalunya—meski sejenak—.
Sunmi segera membereskan buku-buku di hadapannya dan berniat mengembalikannya ke dalam rak. Ia sempat memeriksa jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sebelum akhirnya bergegas menuju halte agar jangan sampai ia tertinggal bus berikutnya.

@@@@@@

Di tempat lain, seorang  pria juga tengah sibuk berkutat dengan materi kuliahnya demi kuis yang akan diadakan di kelasnya besok. Ia tertegun ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya.
Hyung,” ucapnya setelah mengetahui siapa yang mengetuk pintu kamarnya. “Gomawo,” lanjutnya lagi sambil tersenyum saat menyadari bahwa pria di hadapannya membawa senampan makanan untuknya.
Pria yang menjadi lawan bicaranya hanya menatapnya datar, tanpa ekspresi. Ia menyodorkan nampan itu dengan kasar, lalu berujar, “Berhenti memanggilku dengan sebutan itu. Dan makanan ini—samonim (nyonya) yang menyuruhku membawakannya,”
Pria itu berlalu begitu saja setelah menyelesaikan kalimatnya.
“Kyungsoo hyung—“ ucapnya pelan seiring dengan punggung ‘hyung’nya yang semakin menjauh.
Ia pun kembali masuk ke dalam kamarnya dan mulai memakan makanan itu. Ia memakannya dengan sangat lahap. Selain kelaparan karena ia terlalu sibuk belajar hingga melewatkan jam makan malamnya, hal itu juga dikarenakan rasa makanan itu yang sangat enak baginya.
“Masakan Do ahjumma memang yang paling enak,” ungkapnya pada diri sendiri.

@@@@@@

Pria bernama Kyungsoo itu kini berada di dapur bersama dengan ibunya yang bekerja sebagai pelayan di kediaman keluarga kaya bermarga Lee. Kyungsoo diijinkan untuk tinggal bersama ibunya di rumah itu dengan alasan tuan Lee tidak tega jika Kyungsoo harus hidup sendiri, mengingat Kyungsoo sudah tidak memiliki ayah ataupun saudara. Ya, keluarga Lee memang sangat baik meskipun mereka berasal dari kalangan chaebol. Tuan Lee bahkan dengan sukarela menyekolahkan Kyungsoo hingga berhasil mendapatkan beasiswa di universitas yang sama dengan anak satu-satunya, karena kecerdasannya. Namun itu tidak membuatnya bebas dan bersikap seenaknya. Ia masih tahu diri untuk membantu ibunya melakukan pekerjaan seorang pelayan di rumah itu.
“Kyungsoo-ya, istirahatlah. Biar eomma yang melakukannya. Bukankah besok kau ada jadwal kuliah?” tanya ibunya yang tak tega melihat Kyungsoo sibuk dengan cucian piring yang menumpuk.
Aniyo. Gwenchana. Sedikit lagi. Eomma tidurlah, kau pasti sangat lelah,” balas Kyungsoo yang masih sibuk dengan piring-piring di hadapannya. Mendengar itu ibunya pun hanya mengikuti dan berniat untuk pergi menuju kamarnya.
Sepeninggal ibunya, Kyungsoo menghela napas berat dan berhenti sejenak dari aktivitasnya. Banyak hal yang mengganggu pikirannya. Kenyataan yang begitu sulit untuk ia terima. Memikirkan semua itu membuatnya ingin gila. Ia pun tersenyum miris sebelum akhirnya melanjutkan kesibukannya.
“Ah—eomma hampir lupa. Tadi Lee samonim bilang, makanannya sangat enak. Kukira bakat memasakku telah menurun padamu, Kyungsoo-ya,” ujar ibunya lagi yang muncul secara tiba-tiba dan membuat Kyungsoo cukup terkejut. Mendengar penuturan itu, Kyungsoo pun hanya bisa tersenyum.
Setelah selesai, Kyungsoo masuk ke dalam kamar sempitnya dengan hati-hati agar jangan sampai membangunkan ibunya. Melihat pemandangan itu membuat hatinya kian teriris. Apa yang bisa ia lakukan untuk membuat hidup ibunya lebih baik? Apakah ibunya harus menjadi pelayan di rumah itu selamanya? Hal itu membawa ingatannya kembali pada perbincangannya dengan ibunya beberapa waktu yang lalu...

FLASHBACK

Saat itu Kyungsoo sempat menolak untuk pergi berkuliah karena lebih memilih untuk pergi bekerja dan mencari uang, agar ia dan ibunya bisa menemukan tempat lain yang layak untuk tinggal selain di kediaman keluarga Lee. Namun ibunya tidak setuju, dan memaksa Kyungsoo untuk mencoba ujian masuk di sebuah universitas elit dan ternama, yang juga merupakan universitas Kai –putra tunggal keluarga Lee, majikannya. Di luar dugaan bahwa Kyungsoo akhirnya lolos dan mendapatkan hak beasiswa di tempat itu.
Tak menyerah, Kyungsoo berusaha membujuk ibunya lagi agar ia bisa pergi bekerja dan mereka bisa pindah ke tempat lain. Namun ibunya justru marah dan tanpa sengaja mengatakan sesuatu yang begitu mengejutkan bagi Kyungsoo. Pernyataan bahwa Kai, putra tunggal keluarga Lee, sebenarnya adalah adik kandungnya.

19 years ago...

Saat itu, Kyungsoo yang masih berusia 3 tahun harus terus menyaksikan ayah dan ibunya yang bertengkar hampir setiap hari. Ayahnya, tuan Do, adalah seorang yang kasar dan pemabuk. Ia hanya bisa menghabiskan uangnya untuk berjudi. Tidak peduli jika saat itu ibunya tengah mengandung janin adiknya, ayahnya akan tetap membentaknya dan tak segan-segan untuk memukul.
Hingga suatu hari, ibunya tidak tahan lagi dan membawanya pergi dari rumah tanpa sepengetahuan tuan Do. Kyungsoo dan ibunya harus ‘mengungsi’ di rumah salah satu teman ibunya selama beberapa hari, sampai ibunya harus di bawa ke rumah sakit karena akan segera melahirkan. Semua biaya persalinan itu ditanggung dengan baik hati oleh teman ibunya.
Kyungsoo dan ibunya harus menjalani hidup yang begitu sulit. Tidak ada cukup biaya untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua, apalagi jika ditambah dengan adanya adik Kyungsoo saat itu. Hingga pada suatu kesempatan, nyonya Do dipertemukan dengan sepasang suami istri yang tidak mempunyai anak—tuan dan nyonya Lee—. Tanpa pikir panjang, nyonya Do pun memutuskan untuk menyerahkan anak bungsunya pada keluarga Lee, meski itu adalah keputusan yang sangat berat.
“Kumohon—bawa dan rawatlah anakku,” pinta nyonya Do yang terdengar begitu putus asa.
“Apa kau yakin? Tapi dia anakmu. Bagaimana jika nanti dia menyadarinya?” tanya nyonya Lee.
“Aku tidak apa-apa. Anggaplah ia sebagai anakmu sendiri. Kumohon—agar tuan dan nyonya berkenan untuk merawatnya. Berikan padanya kehidupan yang layak,” pinta nyonya Do lagi.
“Baiklah, kalau itu mau-mu. Lalu bagaimana dengan pemberian namanya?”
“Kai. Hanya panggil dia Kai—tanpa marga apapun. Kumohon,”
Keluarga Lee sempat terkejut dan bingung, namun akhirnya mereka menerimanya dengan senang hati dan berjanji akan merawat anak itu dengan baik. Saat itu jugalah, nyonya Do akhirnya menawarkan dirinya untuk bekerja di kediaman keluarga Lee sebagai seorang pelayan. Dengan alasan, agar ia sendiri bisa ikut mengamati perkembangan anak bungsunya.

@@@@@@

Keesokan harinya, Sunmi harus terlambat bangun karena semalam ia lembur bekerja paruh waktu di sebuah kafe. Hal itu juga membuatnya harus tertinggal bus dan berlari ke halte berikutnya dengan jarak yang cukup jauh dari rumahnya.
Begitu bus yang ditunggu tiba, Sunmi segera masuk ke dalam bus dan berniat menempati bangku pojok belakang yang memang menjadi tempat favoritnya. Namun ia mengurungkan niat itu saat seorang pria berwajah dingin sudah lebih dulu menempatinya. Ia pun memilih untuk duduk di bangku lainnya yang kosong. Sesekali Sunmi menoleh untuk memperhatikan pria itu. Entah mengapa, Sunmi merasa tertarik tanpa alasan yang jelas pada pria itu dan ia akan memalingkan wajahnya cepat begitu tatapannya dengan pria itu beradu.
Beberapa menit berlalu dan bus itu sampai di sebuah universitas. Sunmi bangkit dari duduknya dan berniat segera turun. Namun belum selangkah ia meninggalkan bangkunya, seseorang menabraknya dan membuat ponselnya terjatuh.
Jwoseonghamnida,” ujar seorang pria dengan suara beratnya. Sunmi menatap ponselnya yang jatuh dan pria itu secara bergantian.
Jwoseonghamnida. Ini—kuharap ponselmu baik-baik saja,” ujar pria itu lagi seraya menyerahkan ponsel itu pada Sunmi. Tanpa berkata apapun, dengan cepat Sunmi mengambil ponsel itu dan berlalu begitu saja tanpa memedulikan pria itu yang masih memandangi kepergiannya.

@@@@@@

Sunmi duduk di bangku kelasnya sambil terus memandangi ponselnya dengan raut sedih.
“Sunmi-ah, annyeong!” sapa Yoojin namun tak di respon oleh Sunmi.
Aigu! Sunmi-ah, ponselmu! Wae irae?” lanjutnya panik begitu dilihatnya layar ponsel Sunmi yang lecet dan redup.
Sunmi masih terdiam dengan raut sedih. Sekilas Yoojin bisa melihat wallpaper dari ponsel itu, yang menampilkan foto Sunmi bersama seorang pria. Siapa lagi kalau bukan Jongin? Jung Yoojin, sahabatnya semenjak berkuliah, sudah mengetahui semuanya. Termasuk cerita masa lalu Sunmi dan cinta pertamanya, Kim Jongin.
“Sunmi-ah, gwenchana?” tanya Yoojin seakan mengerti apa yang tengah Sunmi rasakan.
Sunmi menghela napas pelan sebelum akhirnya menatap Yoojin dan menjawab, “Gwenchana,”
Sampai kelas mereka berakhir, Yoojin terus berusaha menghibur Sunmi. Ia pun mengajak Sunmi untuk membeli beberapa makanan di kafe kampus untuk memperbaiki suasana hatinya.
“Yak, Yoojin-ah!” panggil seseorang dari balik punggung mereka yang membuat langkah mereka terhenti.
“Eoh? Junmyeon oppa!” Yoojin berbalik dan menghampiri kekasihnya itu dengan sumringah.
Sunmi yang masih berdiri di tempatnya hanya bisa melihat pemandangan itu dalam diam. Ia kemudian tertegun karena harus bertemu pandang dengan seseorang yang telah membuat moodnya begitu buruk hari itu. Seseorang yang ia temui di dalam bus, sekaligus seseorang yang membuat ponsel penuh kenangan miliknya menjadi rusak.
“Kyungsoo-ya, kenalkan. Ini Jung Yoojin, pacarku,” ujar Junmyeon pada pria itu. Mendengar itu Sunmi hanya terdiam dan berusaha untuk tidak peduli. Sedangkan tatapan Kyungsoo, masih lurus padanya seolah mengintimidasi.
“Sunmi-ah, kemarilah!” panggil Junmyeon yang membuatnya terhenyak dan mau-tidak-mau harus ikut mendekat.
“Sunmi-ah, dia teman sekelasku. Namanya Kyungsoo. Do Kyungsoo,” jelas Junmyeon memperkenalkan. Kyungsoo masih menatap Sunmi intens, tanpa kata, tanpa senyum. Ia kemudian mengulurkan tangannya, mengajak Sunmi untuk menjabatnya.
“Kukira aku meninggalkan buku catatanku di dalam kelas,” sela Sunmi tanpa menghiraukan uluran tangan Kyungsoo dan langsung berlalu begitu saja.
“Yak, Sunmi-ah, jamkanma-yo! Biar kutemani, eoh?” seru Yoojin yang berusaha menyamai langkahnya dengan Sunmi.
Aniyo, aku sendiri saja. Kau temani Junmyeon oppa saja,” balas Sunmi terburu-buru. Yoojin pun menghentikan langkahnya dan menatap kepergian Sunmi dengan penuh rasa penasaran.
Kyungsoo cukup memaklumi reaksi Sunmi terhadapnya. Ia rasa Sunmi masih marah padanya karena menabraknya sewaktu di bus dan menjatuhkan ponselnya.
“Sudahlah, tidak perlu dipikirkan. Sunmi memang seperti itu. Kata Yoojin—ia mempunyai kenangan yang menyakitkan bersama mantan pacarnya,” sahut Junmyeon sambil menepuk pelan pundak Kyungsoo. Kyungsoo hanya diam dan kembali menatap punggung Sunmi yang semakin menjauh.

@@@@@@

Sunmi berjalan gontai menuju halte bus. Ia masih sedih memikirkan ponselnya. Bukan karena ponselnya yang rusak, tapi lebih karena hal itu membuatnya teringat kembali akan kenangan masa lalunya, ketika Jongin masih hidup (baca Day By Day).
Sunmi menunggu bus sambil tertunduk. Mengingat kenangan itu benar-benar membuatnya ingin menangis. Tak lama terdengar suara guntur, pertanda hujan akan segera turun. Sunmi masih tak bergeming ketika rintik gerimis mulai menghujam dirinya. Hingga sesuatu menaungi kepalanya dan melindunginya dari rintik hujan yang semakin deras.
“Kau kira itu menyenangkan? Kau bisa saja sakit,” ucap seseorang yang sudah berdiri di sampingnya dan memayunginya. Sunmi tertegun.
Mianhae,” ucap Kyungsoo. Sunmi mengalihkan pandangannya dan tidak menghiraukan ucapan Kyungsoo. “Mianhaegu,” lanjut Kyungsoo lagi.
Gwenchana,” balas Sunmi pada akhirnya. Namun tak lama setelah itu Sunmi berjalan menjauhi Kyungsoo, tak peduli jika ia harus basah karena kehujanan. Ia hanya tidak ingin berhadapan dengan Kyungsoo saat itu. Lagi, Kyungsoo hanya bisa memandangi punggung Sunmi yang berjalan menjauh darinya dalam keadaan yang sudah basah kuyup. Dalam hati, Kyungsoo ingin mencegahnya. Namun ia mengurungkan niat itu saat melihat Sunmi yang tampak begitu tertekan.
“Kata Yoojin—ia mempunyai kenangan yang menyakitkan bersama mantan pacarnya—“
Ucapan Junmyeon kembali terngiang di benaknya.
“Gadis itu—membuatku begitu penasaran,” ucap Kyungsoo lirih pada dirinya sendiri.
Hyung!” seru seseorang yang mengalihkan perhatian Kyungsoo. Tidak jauh dari tempatnya, ia bisa melihat Kai yang berdiri dengan payung yang dibawanya, dan tersenyum cerah ke arahnya sambil melambaikan tangannya.

@@@@@

Sunmi telah sampai di rumahnya dengan keadaan yang begitu basah kuyup dan itu tentu membuat ibunya —nyonya Yeo— begitu terkejut.
“Sunmi-ah, kenapa kau hujan-hujanan seperti ini? Bagaimana kalau kau sakit?” ujar ibunya khawatir.
Masa terapi nyonya Yeo telah berakhir, dan nyonya Yeo telah dinyatakan sembuh dari trauma-nya. Kini nyonya Yeo sudah bisa beraktivitas dengan normal dan bisa menerima kenyataan tentang suaminya —tuan Yeo— yang sudah meninggal.  
Sunmi tidak menanggapi pertanyaan ibunya dan justru berlalu begitu saja menuju kamarnya. Sunmi merasa benar-benar kosong. Hampa. Setiap harinya terasa melelahkan jika ia harus terus mengingat kenangan itu. Setelah mengganti pakaiannya, ia terduduk di meja belajarnya dan kembali memandangi ponselnya yang rusak.
“Jongin-ah, mianhae. Aku tidak bisa menjaga ponsel pemberianmu dengan baik,” ucap Sunmi lirih sambil memandangi wallpaper ponselnya, yaitu fotonya bersama Jongin di kesempatan terakhirnya.
Matanya kemudian beralih menatap beberapa lembar foto yang sudah tertempel rapi di dinding di hadapannya. Sunmi pun tak kuasa membendung airmatanya. Bulir-bulir itu jatuh perlahan menyusuri lekuk pipinya.
“Jongin-ah—bogoshipeo,”

@@@@@

The day after, at noon...

Sunmi sedang melakukan kerja paruh waktunya di daerah distrik perbelanjaan di MyeongDong, ketika matanya tak sengaja menangkap sosok yang familiar baginya memasuki kafe tempatnya bekerja. Dengan sigap, Sunmi membungkuk sebagai bentuk sopan santunnya di hadapan sosok itu.

“Sudah cukup lama,” ucap pria paruh baya yang duduk di hadapannya, ketika mereka berdua telah berada di dalam kafe itu.
Ne,” balas Sunmi sopan.
“Bagaimana kabarmu?”
“Ah—ne, ahjussi. Aku baik-baik saja,”
“Kau bekerja di sini?” tanya pria itu.
Sunmi menatap pria itu sejenak sebelum berujar dengan sungkan, “Ne,”
“Kau tidak pergi kuliah?”
“Tentu saja aku pergi. Hanya saja—aku ingin bisa mandiri,” jawab Sunmi menjelaskan.
Pria itu tampak mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.
“Tak terasa sudah 2 tahun sejak kepergian Jongin. Besok adalah hari peringatan kematiannya,” mendengar itu jantung Sunmi seakan mencelos.
Ne,” balasnya tertunduk.
“Bagaimana jika besok kita datang ke pemakamannya bersama?” ajak pria itu yang adalah tuan Kim—ayah Jongin—.

@@@@@@

Kyungsoo berjalan pelan dengan nampan berisi segelas minuman di tangannya. Atas permintaan tuan Lee, ia berniat mengantarkan minuman itu ke ruangannya. Baru saja ia hendak mengetuk pintu, namun sebuah perbincangan dari dalam menarik perhatiannya.
“Kai-ah, sebaiknya kau tidak terlalu dekat dengan putra Do ahjumma,” ujar nyonya Lee.
Mwo? Geundae wae? Aku suka padanya, dia anak yang baik. Selama ini aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri—“
Geumanhae,” sela nyonya Lee cepat, membuat Kai bungkam seketika. “Meskipun kalian tinggal dan pergi kuliah bersama, kuharap kau bisa lebih memahami status sosial keluarga kita. Bertemanlah dengan orang-orang yang sama sepertimu. Bukan anak pelayan sepertinya. Arasseo?” lanjutnya.
Tak lama setelah itu nyonya Lee membuka pintu untuk keluar dan ia tertegun sejenak saat melihat Kyungsoo yang sudah berdiri tak jauh di depan pintu. Kyungsoo membungkuk hormat dalam diam, sebelum akhirnya nyonya Lee benar-benar beranjak dari hadapannya.
Dari depan ruangan itu, Kyungsoo bisa melihat Kai yang masih berdiri di tempatnya dan juga memandangnya dalam diam. Tak lama hingga akhirnya Kai menundukkan wajahnya dan berlalu dari hadapan Kyungsoo. Perkataan nyonya Lee tentu membuatnya terkejut. Bagaimana mungkin seorang nyonya Lee dengan tega berusaha menusuknya dan ibunya dari belakang seperti itu.

Sesampainya di meja ruangan kerja tuan Lee, Kyungsoo meletakkan minuman itu dengan hati-hati.
“Ah, ye, letakkan saja di sana. Gomawo, Kyungsoo-ya,” ucap tuan Lee dari balik layar laptopnya.
“Kenapa kau masih berdiri di sana?” tanya tuan Lee, melihat Kyungsoo yang belum juga beranjak dari ruang kerjanya.
Kyungsoo menelan ludahnya gugup sebelum akhirnya bersuara. “Lee sonsaengnim (tuan)—aku—“ Kyungsoo menggantungkan kalimatnya sejenak karena bingung.
“Aku rasa akan lebih baik jika aku dan ibuku tinggal di tempat lain saja,” lanjut Kyungsoo lancar pada akhirnya.
Wae? Apa ada sesuatu di rumah ini yang membuatmu tidak nyaman?” tanya tuan Lee.
A-Animnida. Geunyang—aku merasa tinggal di sini hanya akan menjadi beban saja. Atau setidaknya—biar ibuku saja yang tinggal di sini,”
Tuan Lee menghentikan aktivitasnya dan beralih memandang Kyungsoo yang tertunduk. Melihat itu entah mengapa tuan Lee menjadi iba.
“Kyungsoo-ya,” ucap tuan Lee. “Apa sesuatu terjadi? Apa—kau bertengkar dengan adikmu?” pertanyaan itu membuat Kyungsoo tertegun dan mendongakkan wajahnya. Mendengar kata ‘adik’, membuatnya ingin marah, entah mengapa.
“Aku sudah menganggapmu seperti anakku sendiri, sama halnya dengan Kai, adikmu. Kau tumbuh menjadi pria yang cerdas dan pekerja keras. Aku tahu pasti sangat sulit berada di posisimu saat ini. Kalau memang itu yang terbaik menurutmu, aku tak berhak untuk melarangnya. Tapi—kuharap kau tetap meneruskan kuliahmu dan menjaga adikmu meski kalian tidak lagi tinggal bersama,”

@@@@@@

Sejak saat itu Kyungsoo semakin menjaga jarak dengan Kai, dan mulai berkemas setelah ia menemukan tempat tinggal baru yang tidak jauh dari universitasnya. Ia berniat mencari pekerjaan paruh waktu untuk bisa membantu memenuhi biaya hidupnya, meskipun tuan Lee mengatakan akan tetap memberikannya uang. Kyungsoo hanya tidak ingin menjadi beban orang lain. Ibunya sempat terkejut dan menolak keputusan Kyungsoo, namun Kyungsoo tetap bersikeras mempertahankan niatnya itu. Ia berjanji akan belajar dengan baik dan menjadi anak yang mandiri.
Hari itu, Kyungsoo akan segera pindah. Selesai mengemasi segala barangnya, ia berniat untuk berpamitan pada tuan dan nyonya Lee, setelah sebelumnya berpamitan pada ibunya. Namun langkah Kyungsoo terhenti tepat di depan kamar Kai. Untuk beberapa saat ia memandangi kamar yang tertutup rapat itu dengan tatapan yang sulit diartikan, hingga akhirnya melanjutkan langkahnya untuk meninggalkan rumah itu.
Di sisi lain, Kai yang baru mengetahui kabar kepindahan Kyungsoo segera bergegas menuju kamar Kyungsoo. Ia sangat kecewa setelah menemukan kamar Kyungsoo yang sudah setengah kosong, tanpa barang-barang milik Kyungsoo. Ia terlambat. Entah mengapa hatinya merasa begitu kehilangan. Ia merasa begitu kesepian tanpa kehadiran Kyungsoo di rumahnya, sekaligus merasa bersalah.

Saat di kampus, Kai berusaha untuk mencari Kyungsoo. Namun ia cukup kesulitan lantaran tidak mengetahui dengan baik siapa teman terdekat Kyungsoo yang bisa ia tanyai.

@@@@@@

Hari itu Junmyeon mengajak Kyungsoo untuk menemaninya mampir ke kelas Yoojin. Junmyeon berniat mengajak Yoojin dan Sunmi makan bersama di kafe kampus sore itu.
“Yoojin-ah, Sunmi-ah!” sapa Junmyeon begitu melihat Yoojin dan Sunmi yang tengah membereskan buku-bukunya.
“Oh, oppa! Jamkanman-yo!” seru Yoojin, kemudian mengalihkan pandangannya pada Sunmi. “Yak, Sunmi-ah. Sepertinya Kyungsoo oppa akan ikut makan bersama kita kali ini. Menurutku ia sangat tampan. Bagaimana menurutmu?” bisik Yoojin sambil menyenggol pelan lengan Sunmi, yang diikuti kekehan kecil.
Sunmi berdecak tak habis pikir akan kelakuan sahabatnya satu itu. “Yak, geumanhae. Kau ‘kan sudah punya Junmyeon oppa, kenapa masih memikirkan yang lain, ck,”
“Kau ini,” balas Yoojin tak terima. “Apa kau tidak tertarik padanya? Sampai kapan kau mau menutup hatimu seperti itu? Kupikir Kyungsoo pria yang baik,” lanjut Yoojin yang membuat Sunmi tertegun sejenak.

Kini mereka berempat telah duduk 1 meja di kafe kampus. Junmyeon dan Yoojin terlihat asik dalam perbincangan mereka, sedangkan Sunmi dan Kyungsoo hanya saling diam. Kyungsoo menatap Sunmi penuh rasa ingin tahu. Sunmi terus saja menundukkan wajahnya.
“Yak, yak, wae? Kenapa kalian hanya diam saja seperti itu?” tanya Junmyeon mulai mencairkan suasana.
“Apa kalian begitu gugup untuk berhadapan satu sama lain?” ledek Yoojin dengan seringai usilnya.
Aniyo!” seru Sunmi dan Kyungsoo bersamaan, yang membuat keduanya semakin salah tingkah.
“Ehm—aku—sebaiknya aku segera kembali. Sebentar lagi giliranku untuk bertugas,” lanjut Sunmi sedikit terbata.
“Ah, geuraeyo? Kau masih bekerja di kafe itu?” tanya Junmyeon yang tanpa mereka sadari membuat Kyungsoo tertegun.
Ne,” jawab Sunmi singkat.
“Biar kuantar,” balas Junmyeon lagi.
Aniyo, gwenchana. Aku bisa pergi sendiri,” timpal Sunmi sambil tersenyum. Ia kemudian bangkit dari duduknya dan beranjak dari sana. Pandangan Kyungsoo tak lepas dari Sunmi. Karena rasa keingintahuan yang besar, Kyungsoo pun memutuskan untuk mengikuti gadis itu.
“Ah—aku baru ingat, ada sesuatu yang harus kulakukan. Mian, aku harus pergi,” ujarnya tiba-tiba yang membuat Junmyeon dan Yoojin saling pandang dengan raut tak mengerti. Kyungsoo berlalu begitu saja sebelum mereka sempat menjawab.
“Yah, setidaknya berdua lebih baik ‘kan?” ujar Junmyeon pada Yoojin, yang hanya dibalas kekehan oleh keduanya.

@@@@@@

“Kau—pergi bekerja?” tanya Kyungsoo yang sudah berjalan di belakang Sunmi. Sunmi menghentikan langkahnya dan menoleh untuk memastikan.
“Kenapa kau mengikutiku?” balas Sunmi balik bertanya.
Kyungsoo menyejajarkan posisinya dengan Sunmi. “Apa aku terlihat sengaja mengikutimu ketika hanya ada 1 jalan keluar di sini?” jawabnya.
Sunmi mengalihkan pandangannya, kemudian melanjutkan langkahnya tanpa memedulikan Kyungsoo. Kyungsoo masih terdiam di tempatnya. Tanpa sepengetahuan Sunmi, Kyungsoo benar-benar mengikutinya secara diam-diam. Berperan bak seorang detektif, ‘pengintaian’ itu membawa Kyungsoo sampai di sebuah kafe di kawasan MyeongDong.

Sunmi telah siap dengan seragam kerjanya ketika Kyungsoo memutuskan untuk masuk ke dalam kafe itu sebagai seorang pengunjung.
“Selamat da—“ ucapan Sunmi terhenti begitu dilihatnya sosok Kyungsoo di hadapannya. “Kau—“ lanjutnya terbelalak.
“Kenapa kau terus mengikutiku? Apa mau-mu?” tanya Sunmi.
“Dan kenapa kau harus menghindariku?” balas Kyungsoo tak mau kalah. Tak lama setelah itu ia menunjuk ke belakang, ke arah pintu masuk, dimana di sana terpajang selembar iklan lowongan pekerjaan. “Aku datang karena aku membutuhkan pekerjaan,” lanjutnya tenang.

@@@@@@

Dalam masa trainingnya, Kyungsoo mendapatkan kesempatan untuk memiliki jadwal yang sama dengan Sunmi. Hal itu membuatnya semakin tertarik untuk mencari tahu segala hal tentang Sunmi.
“Kenapa kau bekerja paruh waktu?” tanya Kyungsoo di sela waktu bekerja mereka.
Sunmi yang tengah sibuk menghias kopi tidak begitu menghiraukan pertanyaan Kyungsoo. “Ini bukan saatnya untuk menanyakan hal seperti itu. Aku sedang sibuk,” balasnya cepat.
Kyungsoo meraih pergelangan tangan Sunmi ketika gadis itu baru saja hendak beranjak. Sunmi yang terkejut hanya bisa menatap Kyungsoo heran.
“Aku tidak suka—jika ada masalah yang tidak terselesaikan,” ucapnya dingin tanpa ekspresi, kemudian berlalu lebih dulu meninggalkan Sunmi yang masih terpaku.
Waktu terus berjalan dan hari semakin gelap. Tiba saatnya bagi Sunmi dan Kyungsoo untuk pulang. Hanya ada 1 halte di kawasan itu hingga membuat mereka mau-tidak-mau harus menumpang di bus yang sama.
Setelah bus itu datang, Sunmi duduk di bangku pojok belakang, sedangkan Kyungsoo di bangku agak depan. Sesekali Kyungsoo akan menoleh ke belakang untuk memastikan apa yang Sunmi lakukan di bangkunya. Ia bisa melihat Sunmi yang memandang keluar jendela dengan headset yang terpasang di kedua telinganya. Kyungsoo sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya ia rasakan saat itu. Ia hanya merasa perlu untuk mencaritahu segala hal tentang gadis itu. Entah mengapa, gadis itu begitu menarik perhatian Kyungsoo sejak pertemuan pertama mereka.
Perjalanan mereka memakan waktu yang cukup lama, karena jarak kafe dengan rumah sewa Kyungsoo cukup jauh. Kyungsoo terus memperhatikan Sunmi yang telah jatuh tertidur, hingga beberapa penumpang telah turun dan menyisakan mereka berdua di dalam bus. Kyungsoo bangkit dari duduknya dan mendekati Sunmi. Ia pun duduk tepat di sebelah gadis itu. Terdapat sebuah buku notes bersampul hello kitty di pangkuan Sunmi. Karena penasaran, Kyungsoo meraihnya hingga tanpa sengaja sebuah foto terjatuh dari dalamnya dengan posisi terbalik. Dari balik foto itu tertulis Cheongshim godeunghaggyo-2010. Kyungsoo segera memungutnya dan ia begitu terkejut saat dilihatnya foto seorang pelajar dengan wajah yang sangat dikenalnya.
“Kai—? Bagaimana mungkin—?“ ucapnya susah payah sambil memandangi foto itu dan Sunmi secara bergantian.

@@@@@@

Sunmi tengah membawa beberapa buku modul dari perpustakaan ketika Kyungsoo dan dirinya tanpa sengaja berpapasan di koridor kampus. Mereka saling menatap, hingga seorang lain muncul dan berseru ke arah mereka.
Hyung!” seru seseorang dari balik punggung Sunmi. Kyungsoo terbelalak melihat Kai yang sudah berdiri di sana sambil melambaikan tangannya.
Hyung, apa alasanmu pergi dari rumah? Kenapa kau tak mengatakannya padaku? Dimana kau tinggal sekarang, hyung?” cecar Kai dengan pertanyaannya setelah ia berada lebih dekat di hadapan Kyungsoo.
Sunmi yang melihat itu tanpa sadar menjatuhkan semua buku bawaannya. Seketika, tangannya bergetar dan lidahnya terasa kelu. Jantungnya berdegup tak normal seakan baru saja melihat sesosok hantu. Bagaimana tidak ketika sosok serupa cinta pertamanya yang telah tiada tiba-tiba muncul di hadapannya? Dengan tangannya yang masih bergetar hebat ia berusaha memungut buku-bukunya. Kyungsoo terus mengamatinya dalam diam hingga gadis itu pergi menghilang di balik dinding koridor.
Kyungsoo mengalihkan tatapannya pada Kai sebelum berujar, “Aku bukan hyungmu, dan tidak akan pernah mau menjadi hyungmu,” selesai mengatakannya Kyungsoo berlalu begitu saja meninggalkan Kai dengan raut penuh rasa kecewa.
“Aku susah payah mencarimu, hyung!” seru Kai lagi yang membuat Kyungsoo terhenyak, namun tidak menghentikan langkahnya. Ada sedikit penyesalan dalam benak Kyungsoo ketika mengatakan hal sekasar itu dan meninggalkan Kai begitu saja. Mungkin ia sempat merasa iri pada adiknya yang mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik darinya, namun bagaimanapun juga Kyungsoo tidak ingin Kai tahu bahwa mereka adalah saudara kandung. Ia tidak ingin Kai kehilangan kehidupannya yang layak itu dan menjadi susah sepertinya dan juga ibunya. Sebagai kakak yang baik, Kyungsoo tentu inginkan yang terbaik untuk adiknya.

@@@@@@
  
Sunmi berlari secepat yang ia bisa menuju toilet terdekat. Ia mengatur deru napasnya yang tidak teratur dan juga degup jantungnya yang begitu tak stabil. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Ia benar-benar tak bisa berpikir dengan jernih. Ia memperhatikan pantulan dirinya di cermin dan membasuh wajahnya berulangkali seraya meyakinkan dirinya bahwa apa yang ia lihat itu salah.
“Tidak—itu tidak mungkin. Ini sama sekali tak masuk akal. Jongin—Jongin sudah mati. Ada apa denganku?” gumam Sunmi pada dirinya sendiri, kemudian menghela napas berat.

Setelah kuliah hari itu selesai, Sunmi terkejut saat tahu Kyungsoo sudah menatapnya lurus sambil menyandarkan punggungnya di dinding gerbang universitas. Sunmi melanjutkan langkahnya berniat melewati pria itu, namun ucapan dari pria itu membuatnya terhenti.
“Kau mengenalnya?” tanya Kyungsoo.
“Apa maksudmu?” balas Sunmi tak mengerti.
“Kai. Kau mengenalnya?” Sunmi semakin mengerutkan keningnya tak mengerti.
“Ah—lupakan saja. Kajja, bukankah kita harus bekerja?” lanjut Kyungsoo mengalihkan pembicaraan dan mengajak Sunmi untuk pergi bersamanya. Namun Sunmi justru terdiam di tempat sambil menatap Kyungsoo.
Wae? Kau tidak pergi ke kafe hari ini?”
A-Ani. Kajja,” balas Sunmi sedikit salah tingkah.

Tidak jauh dari tempat mereka, Yoojin dan Junmyeon sedang memperhatikan mereka.
Oppa, lihat itu! Ah, gwiyomnae. Bukankah mereka cocok?” ujar Yoojin sumringah, menyalahpahami kedekatan Kyungsoo dan Sunmi.
Jinjjayo? Wah, tak kusangka Kyungsoo berhasil mendekatinya secepat ini. Ia bahkan lebih cepat dariku,” balas Junmyeon yang mendapat balasan death glare dari Yoojin.
“Yak, mwoya?! Musuniriya?! Kau berniat mendekati Sunmi, eoh?!”
A-A-Ani, anigoteun!” Junmyeon meralat ucapannya dan segera berlalu untuk menghindari amukan Yoojin.

@@@@@@

Menghabiskan cukup banyak waktu bersama, membuat hubungan mereka kian dekat seiring berjalannya waktu. Segala pemikiran Sunmi sebelumnya mengenai Kyungsoo pun berubah setelah ia semakin mengenal pria itu. Kyungsoo tidak seburuk itu, begitulah pikir Sunmi. Ia pun berusaha untuk lebih membuka diri dan tidak lagi menghindari Kyungsoo.
Setelah pesanan semua pelanggan di kafe itu terselesaikan, Kyungsoo menyodorkan segelas coklat panas yang ia buat sendiri pada Sunmi, ketika mereka berdua telah berada di ruang staff untuk beristirahat.
Gomawo,” ucap Sunmi sembari menerima gelas itu. Kyungsoo duduk di sebelah Sunmi.
“Waktu itu—kenapa kau selalu menghindar dariku? Jika itu karena kecelakaan kecil kita di bus, kukira aku sudah meminta maaf padamu,” tanya Kyungsoo, membuat Sunmi tertegun.
Sunmi menghela napas pelan sebelum menjawab. “Itu—sebenarnya—bukan karena itu aku menghindarimu,”
Kyungsoo menatap Sunmi lebih dekat, menuntut penjelasan lebih. Hal itu membuat Sunmi semakin salah tingkah, entah mengapa. “Itu—karena—“ Sunmi kelabakan mencari kata-kata yang tepat.
“Ah—tidakkah kita terlalu lama berada di sini? Sebaiknya kita kembali ke depan,” lanjut Sunmi pada akhirnya yang mengalihkan topik saat itu. Membuat Kyungsoo semakin penasaran. Sepeninggal Sunmi dari ruangan itu, Kyungsoo hanya bisa mendengus dengan seringai samar.
“Yeo Sunmi.. Benar-benar gadis yang menarik,”

Beberapa jam menjelang tutupnya kafe, seseorang yang tak diduga tiba-tiba datang dan mengejutkan Sunmi. Nampan berisi beberapa gelas minuman itupun harus terjatuh hingga meriuhkan seluruh penjuru kafe. Sunmi tak percaya pada apa yang dilihatnya saat itu. Hal itu terjadi lagi. Tangannya bergetar seiring gemuruh hebat di dalam dadanya. Matanya memanas dan semakin berair. Lidahnya kelu. Ia membeku di tempat seperti orang linglung.
“Sunmi-ah, gwenchana?” tanya Kyungsoo yang segera menghampirinya dan membantu membereskan puing-puing gelas yang berserakan di lantai. Sunmi masih tak bergeming di tempatnya. Matanya terbelalak, menatap lurus sosok di depan pintu. Itu sosok cinta pertamanya, Kim Jongin. Kali ini Sunmi tidak salah lihat. Sosok itu benar-benar datang.
Hyung,” seru pria itu yang membuat Kyungsoo terhenyak.

Kyungsoo dan Kai kini berada cukup jauh di luar kafe. Sedangkan Sunmi, dengan tangannya yang terus bergetar karena tak percaya, hanya bisa menunggu Kyungsoo kembali dengan gelisah di dalam kafe.
Neo—ottohke ara (bagaimana kau tahu)?” tanya Kyungsoo dingin.
“Itu bukan hal yang penting. Hyung, sebaiknya kau kembali ke rumah. Do ahjumma—“

Plak!

Mendengar Kai menyebut nama ibunya, Kyungsoo tak kuasa mengendalikan emosinya.
“Berhenti bersikap seolah aku adalah hyungmu! Bukankah samonim sudah memperingatimu untuk menjauhiku? Aku tidak punya banyak waktu untuk menanggapi omong kosongmu,” balas Kyungsoo dengan tangan yang bergetar setelah menampar adik kandungnya sendiri.
Kai terdiam sambil memegangi pipinya. Tampak ujung bibirnya sedikit terluka. Kyungsoo baru saja hendak berbalik ketika Kai melanjutkan ucapannya.
“Do ahjumma sakit. Ia membutuhkanmu,” selesai dengan itu, Kai berlalu kembali menuju mobilnya.

Dari dalam kafe, Sunmi memperhatikan semuanya. Entah mengapa hatinya ikut merasakan sakit ketika Kyungsoo dengan tega memukulnya, meskipun ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka. Kyungsoo mematung di tempatnya dengan penuh penyesalan dalam benaknya. Sunmi masih terus bertanya-tanya di dalam hatinya, siapa sosok pria yang ditemui Kyungsoo sebenarnya? Bagaimana mungkin pria itu memiliki wajah yang sangat mirip dengan cinta pertamanya, Kim Jongin? Dan kenapa Kyungsoo tampak begitu membencinya?

***[TO BE CONTINUED]***

Preview Part 2..

“Sunmi-ah—gwenchana?”
“Kyungsoo tidak masuk hari ini—“
“Apa benar aku anak kandung Do ahjumma? Aku saudara kandung Kyungsoo hyung?”
 “—Ibuku sedang sakit,”
“Sunmi-ah,”
“Apa Kyungsoo hyung tak pernah ceritakan apapun tentangku padamu?”
 “Kau mengenal Kai?”
“Aku bukan Jongin atau siapapun itu—“
“Kim—Jong—In,”

“Sunmi-ah—gadis itu adalah gadis paling tegar yang pernah kutemui—“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar