Rabu, 12 Februari 2014

JONGDAE'S PERSONAL JOURNAL : STORY ABOUT SOMEONE I KNOW







“JONGDAE’S PERSONAL JOURNAL : STORY ABOUT SOMEONE I KNOW”



author : Kxanoppa (@berty5192) | genre : romance, comedy | casts : Kim Jongdae, Kim Junmyeon, Byun Baekhyun, Yoon Mirae (the girl/OC) | rating : teen/general | length : one-shot
notes : semua sudut pandang dari KIM JONGDAE!

******


STORYLINE


Ini tahun ketiga ku di bangku kuliah. Tidak lama lagi, aku akan segera lulus. Tentu aku sangat bangga. Apalagi, aku, Kim Jongdae, adalah murid yang terkenal rajin dan pandai di kampus. Tapi aku sedih karena itu juga berarti tidak lama lagi aku harus berpisah dengan segala hal di sini. Setelah lulus nanti aku harus kembali ke kampung halamanku di Gimhae, Gyeongsang selatan. Sangat jauh dari tempatku kuliah saat ini, Seoul. Sebenarnya alasan utamaku memilih kuliah di Seoul adalah karena seorang yeoja. Ya, yeoja yang selama ini ada dalam hati, hidup, nafas, semuanya. Sudah hampir 6 tahun aku menyimpan perasaan untuknya. Dan dia tidak menyadarinya. Aku sudah jatuh cinta padanya saat kami masih di sekolah menengah. Dia murid paling manis yang pernah kukenal. Sejak itu aku selalu mengikutinya, sampai sekarang kami kuliah di kampus yang sama walaupun di jurusan yang berbeda.
Selama ini aku memendam perasaanku karena aku tidak punya cukup keberanian untuk menyatakan padanya. Aku hanya pria cupu kutu buku dan aku yakin dia tidak manyukaiku seperti aku menyukainya. 

Aku takut kalau aku jujur, dia akan menjauhiku. Walaupun sampai sekarangpun hubungan kami masih biasa saja dan tidak sedekat itu. aku hanya takut dia pergi meninggalkanku dan tidak mau bicara denganku atau bahkan tidak mau mengenalku lagi. Menahan perasaan ini aku rasa memang sudah pilihan yang terbaik. Menyedihkan? Ya. Tapi tidak ada yang bisa kulakukan. Sekali lagi kutegaskan. Aku hanya seorang pria cupu kutu buku.

Sore itu aku sudah tidak ada kelas, dan memutuskan pergi ke perpustakaan. Aku berniat mencari beberapa buku ensiklopedia yang berhubungan tentang materi kuliahku. Begitu aku mendapatkan buku yang aku cari, aku mencari tempat duduk yang aku pikir nyaman untuk bisa mulai membacanya. Aku membenahi letak kacamataku yang sempat melorot sebelum aku membuka cover tebal dari buku itu. baru saja aku akan mulai membaca, aku menemukan sosok yeoja yang selama ini mewarnai hariku, meski itu cuma ada dalam alam pikirku. Setiap melihatnya, aku merasakan perasaan yang begitu membuncah. Aku berusaha sekuat tenaga agar tidak tampak mencurigakan saat bertatapan dengannya. Aku harus tetap tenang, apapun yang terjadi dan tidak gegabah.


Aku terus memperhatikannya yang tampak memasuki ruang perpustakaan dan terlibat perbincangan singkat dengan penjaga perpustakaan, yang adalah teman baikku. Setelah selesai berbincang, ia berjalan semakin dalam memasuki ruangan. Seperti hendak menghampiriku. Seperti. Bukan benar-benar akan menghampiriku. Memangnya siapa aku sampai dia harus datang padaku seperti itu. ahh.. Kim Jongdae, kendalikan dirimu. Jangan terlalu berharap. Cukup memandangnya dari kejauhan. Ya, hanya seperti itu.

Aku tidak bisa berkonsentrasi dengan baik. Bagaikan sebuah magnet, pandanganku seakan tak dapat lepas darinya. Aku tidak tahu, apakah perasaan ini masih bisa disebut sebagai kekaguman belaka atau sudah benar-benar tumbuh menjadi sebuah cinta yang dalam. Sulit untuk mengakuinya. Walaupun menyakitkan, asalkan aku bisa tetap menatapnya seperti ini, bagiku itu sudah cukup. Tidak biasanya aku bertemu dengannya di perpustakaan. Dia memang anak yang rajin, tapi perpustakaan bukan tempat yang biasa dia kunjungi. Tidak sepertiku. Dia bukan anak rajin yang kutu buku. Aku rasa aku sudah cukup puas menatapnya hari ini. lebih baik aku segera berkemas dan pergi kembali ke asrama. Untunglah, dia tidak menyadari keberadaanku waktu itu sehingga aku bisa segera pergi dan dia tidak harus melihat keadaanku yang sudah lecek dan kumel karena belajar keras seharian.

****

Sekembaliku di asrama, ternyata teman sekamarku sudah tiba lebih dulu. Dia berbeda 180 derajat denganku. Sangat malas, jorok, dan suka memerintah, Byun Baekhyun. Karena sudah tidak ada kamar lain mau tidak mau aku harus menerima kenyataan untuk sekamar dengannya. Toh dia juga seniorku yang sebentar lagi sudah akan lulus.

“Hei, kau sudah datang?”
“Ne, hyung. apa kau sudah makan?”
“kenapa kau bertanya seperti itu? tentu saja aku belum makan. Kau kan koki selama kita tinggal bersama di sini. Kalau kau pulang terlambat terus seperti ini aku bisa mati kelaparan..”
“ah.. ye.. mian.. kalau begitu, aku akan segera membuatkan makan malam..”
“sudah tidak perlu. Kau makan sendiri saja. Aku sudah tidak berselera makan saat ini..”

Begitulah percakapan kami setiap kali aku pulang terlambat. Terkesan masih canggung walaupun sebenarnya aku tidak merasa canggung sedikitpun karena sudah 3 tahun tinggal bersama dengannya. Itu hanya karena aku tidak suka terlibat perdebatan yang panjang dengannya. Jadi aku hanya akan menjawab dan mengucapkan kata-kata seperlunya saja. Tidak membantah. Tidak mengeluh. Tapi sepertinya ada yang berbeda dari dirinya. Tidak seperti biasanya. Entahlah. Biarkan saja. Mungkin dia sedang stress mengurusi tugas akhirnya.

Aku meletakkan tasku di lantai dan menyandarkan punggungku di kursi belajar. Aku benar-benar akan gila. Sampai kapan aku bisa bertahan dengan memendam perasaan seperti ini? sekejap saja aku memejamkan mata, bayangnya akan selalu muncul. Kenapa aku begitu pengecut? Aku melepaskan kacamataku dan menekan bekas yang ditinggalkannya di kedua ujung mataku dengan jari. “ahh.. dapdaphae jinjja (sungguh frustrasi)..” desahku pada diri sendiri.

Aku tidak boleh seperti ini. ayolah, Kim Jongdae. Kau pasti bisa. Bertahanlah sampai kau benar-benar lulus dan menjadi pria sejati. Pikirku dengan kedua tanganku yang kini telah terkepal tanpa sadar. Tak lama setelah aku memikirkannya, ponselku berdering dan tulisan “Eomma” tercetak jelas di layarnya yang sudah penuh luka goresan.

“yoboseyo, eomeoni..?”
“ya, Jongdae-ah.. ottohke jinae? Apa kau belajar dengan baik di sana? Ya, eomma sangat merindukanmu. Cepatlah lulus dan kembali, eoh?”
“ah, ye eomeoni.. aku baik-baik saja di sini. Gokjonghajimaseyo.. tidak lama lagi aku akan lulus dan kembali. Innae nal gidaryo eomeoni (bersabarlah menungguku)..”
“ah arasseo arasseo.. nan nol mideoyo (aku percaya padamu), Jongdae-ah.. aigoo.. hanya kau harapan kami satu-satunya jika nanti ayahmu sudah tidak bekerja. Kau tahu kan, sebentar lagi ayahmu akan pensiun. Kita masih perlu pemasukan untuk biaya sekolah adikmu..”
“Ne. arasseoyo eomeoni.. nan nae choeseoneul dahagessumnida (aku akan bekerja keras)..”
“ah ye, ye.. itu bagus.. baiklah kalau begitu. Kau istirahatlah. Eomma juga sangat lelah hari ini. kkeunh-o (ucapan perpisahan saat hendak menutup telepon)..”

****

Aku tidak mendapat tidur yang cukup semalam. Kini mataku terasa sangat berat. Seandainya saja aku bisa tidur lebih lama. Tapi hari ini aku harus mengikuti kelas karena akan ada kuis. Aku juga baru ingat kalau semalam aku tidak makan. Dan kemarin aku hanya makan sekali. Aku harap maagku tidak akan kumat pagi ini. tapi kenapa tasku jadi terasa semakin berat? Aku melepaskan tasku untuk memeriksanya sejenak. Tidak ada yang salah. Lalu kenapa ini berat sekali? Apa aku yang semakin menua dan melemah? Ah, sudahlah. Yang penting aku harus segera sampai di kampus sebelum terlambat. Ah tunggu. Sepertinya aku melupakan sesuatu. Ensiklopedia yang kemarin. bodohnya aku. Mau tidak mau aku berlari kembali ke asrama dan mengambilnya.

Karena tergesa-gesa dan buku yang kini ada dalam dekapanku sangat tebal dan berat, aku kesulitan menjaga keseimbangan tubuhku sendiri. Aku terus berlari sampai tubuhku memanas dan kacamata-ku melorot. Tapi aku tidak bisa membetulkannya dengan kedua tangan yang tengah mendekap buku ini. akhirnya kacamata-ku jatuh dan mengharuskanku berhenti. Saat aku hendak kembali untuk memungut kacamata-ku, seseorang sudah lebih dulu memungutnya.

“gomawosseoyo..”
“berhati-hatilah.. Jongdae ssi..”

Waktu seakan berhenti berputar seperti jantungku yang seakan berhenti berdetak. Aku begitu terkejut mengetahui bahwa sosok yang selalu kunantikan kini telah berada tepat dihadapanku. Kenapa kami harus bertemu di saat yang tidak tepat seperti ini? aku pasti terlihat sangat konyol karena menjatuhkan kacamata setelah berlarian seperti orang gila dengan buku tebal di tanganku.

“a-aku.. sedang terburu-buru.. sampai jumpa..”

Karena tidak bisa berpikir jernih, aku buru-buru memakai kembali kacamata-ku dan berlari secepat mungkin meningalkannya. Bukan maksudku tidak mengacuhkannya. Hanya saja, jantungku nyaris lepas dan melompat keluar saking gugupnya. Aku tidak bisa. Tidak bisa menatapnya langsung sedekat itu. walaupun di lubuk hatiku aku ingin sekali menatapnya sepanjang hari. Maafkan aku. Aku memang pecundang.

****

Selesai kelas aku langsung menuju kantin karena perutku yang masih kosong sejak semalam. Sebenarnya aku tidak punya banyak teman. Satu-satunya teman baikku adalah mahasiswa kutu buku lainnya yaitu si penjaga perpustakaan. Tapi kami tidak bisa sering bersama karena kesibukannya sebagai seorang pustakawan. Karena itulah aku lebih sering sendiri. Itu juga karena aku memang orang yang tertutup dan pemalu. Dengan kepala yang tertunduk aku segera mengambil makananku dan duduk di sembarang tempat di kantin itu. tidak lama setelah aku menikmati makananku, seseorang datang dan duduk tidak jauh dari mejaku. Aku tidak memperhatikannya karena masih asik dengan makanan yang ada dihadapanku.

“jogiyo.. bisakah aku minta saus yang ada di mejamu?”

Aku menjawabnya hanya dengan anggukan singkat, tanpa mendongakkan kepalaku dan menatapnya.
“gomawo..”

Barulah setelah orang itu berterimakasih, aku mendongakkan kepalaku dan tercengang mendapati bahwa orang itu adalah yeoja yang selama ini kuikuti diam-diam. Karena jantungku kembali berdegup tak normal, aku berusaha menahan napas. Tapi itu justru membuatku tersedak dan batuk-batuk.

“gwenchanayo? Ah.. Jongdae ssi.. apa itu kau?”

Aku pura-pura masih tersedak padahal sebenarnya sudah tidak apa-apa setelah aku minum dari botol minum yang kubawa dari asrama. Aku menundukkan kepalaku agak lama sampai akhirnya memberanikan diri untuk kembali mengangkat wajahku dan membenahi kacamata-ku yang turun.

“ah.. ne..”

Aku menjawab sekenanya dan benar-benar tampak bodoh. Aku berharap dia segera pergi dari hadapanku setelah tahu aku baik-baik saja. Tapi ternyata tidak. Dia justru membawa makanannya dan pindah duduk tepat disebelahku.

“hari ini teman-temanku ikut lomba. Jadi aku sendirian. Apa tidak apa kalau aku makan di sini? Tapi.. tampaknya kau sudah selesai dengan makananmu..”

Apa maksudnya? Aku tidak bisa mencerna perkataannya dengan baik. Oh. Tunggu. Apa dia ingin aku menemaninya? Di sini? Berdua?

“ah.. itu.. aku..”

Aku tidak bisa mengucapkan kalimatku dengan benar. Aku benci diriku sendiri! Aku terus menggigiti bibir bawahku dan memilin-milin ujung kemeja yang kukenakan saat itu. aku sangat sangat sangat gugup. Ini adalah momen terbaik yang pernah kualami. Tidak seharusnya aku bersikap seperti ini. Kim Jongdae sadarlah!

“Jongdae ssi… Jongdae ssi…?”
“ah..! ye, mianhaeyo.. aku hanya sedang.. memikirkan sesuatu.. ya, sesuatu yang sangat penting..”
“ah, geureonikka.. kalau kau sibuk, pergilah. Nan gwenchana..”
“a-a-ani.. ani.. aniyo.. anigeoteun..”

Aku jadi semakin aneh. Semoga dia tidak menyadari sikapku ini. ahh.. jebal, seseorang selamatkanlah aku. Dia hanya memandangiku dengan tatapan bingung yang menuntut penjelasan lebih.

“ah, maksudku.. aku tidak sedang sibuk.. makanlah.. aku akan menemanimu..”
“jinjjayo? Joh-tta! Gomawoyo, Jongdae ssi..”

Kenapa dia sampai sesenang itu? apa dia juga menyukaiku? Ah, tidak tidak. Focus! Focus! Aku tidak boleh berpikir seperti itu. aku hanya menemani seorang teman lama, apa salahnya? Ya, dia hanya teman lama. Teman masa sekolah. Teman kuliah. Hanya teman.

“Jongdae ssi..”
“ye?”
“aku hanya sedang memikirkan sesuatu..”
“ye? Museun..iriya?”
“sudah berapa lama kita tidak mengobrol seperti ini? sejak sekolah kau sangat pendiam dan pemalu. Kenapa kau selalu tampak sendiri? Ah! Bagaimana nilai-nilaimu selama ini? sepertinya kau masih tetap pintar seperti dulu..”
“ne.. sudah lama sekali.. kita bahkan hampir tidak pernah berbicara satu sama lain.. bukankah itu sangat lucu jika sekarang kita ada di kampus yang sama.. kkkkk.. aku tidak sepintar itu.. tapi sejauh ini nilaiku selalu baik.. itu karena aku rajin..”

Bodohnya aku! Kenapa aku harus menyinggung masalah ‘kuliah di kampus yang sama’? bukankah itu sangat konyol? Bagaimana jika dia tahu bahwa itu modusku untuk bisa terus mengikutinya? Ah bodoh! Bodoh!

“Jongdae ssi.. gomawoyo..”
“ne?”
“dulu kau pernah membantuku mengerjakan soal tes.. jika tidak ada kau, aku pasti tidak akan lulus..”
 “itu.. ah, benar.. ne, itu bukan masalah..”
“kau memang pria yang baik, aku senang bisa mengenalmu. Aku rasa makanku sudah selesai. Mari kita pergi..”

****

Aku beranjak pergi dengan perasaan yang tidak keruan. Aku berlari secepat mungkin agar dia tidak harus melihat sikapku ini. Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya kuat dengan kedua telapak tanganku yang kuletakkan di dada. Hanya untuk memastikan jantungku masih pada tempatnya. Hari ini benar-benar hari yang tidak terduga. Aku memecahkan rekor karena sudah berhasil mengobrol sedekat itu dengannya. Setelah sekian lama aku menjadi seorang ‘stalker’.
“YEAH!!!”
tanpa sadar aku sudah berteriak lantang dengan kedua tanganku yang terkepal.

“SSSTTTTT…”
Terdengar suara riuh tidak jauh dari tempatku setelah aku mengeluarkan suara lantangku. Saat aku memandang ke sekelilingku barulah aku sadar bahwa aku sedang berada di perpustakaan. Mahasiswa lain yang ada di ruangan baca saat itu sontak menoleh ke arahku dengan beragam ekspresi. Oh tidak. Kenapa aku harus mempermalukan diriku seperti ini? aku buru-buru menundukkan kepalaku, berlagak seolah kembali membaca buku. Tapi sepertinya aku lupa satu hal lain. Aku bahkan belum mengambil buku satupun. Apa yang akan aku baca di meja kosong ini?

****

Sungguh hari yang mengejutkan. Kejadian siang ini membuatku semakin bersemangat. Di meja belajarku, aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Matanya. Hidungnya. Senyumnya. Semua terekam dengan baik dalam ingatanku. Aku mengeluarkan sebuah buku dan berniat mulai mencatat. Ya, buku jurnalku. Mungkin aneh jika seorang pria berusia 22 tahun menulis buku semacam ini. Tapi aku melakukannya, dan masih melakukannya sejak aku masih di sekolah dasar. Karena aku tidak tahu harus membagikan kisahku pada siapa, jadilah buku jurnal ini yang selalu menemaniku dan mengikuti kisahku sehari-hari.

“  seoul, gyonggi-do. 12 Februari 2014..
hari ini aku bertemu dan mengobrol dengan yeoja pujaanku. Senang sekali rasanya sampai aku ingin terbang di angkasa! Memang terkesan berlebihan, tapi inilah yang aku rasakan. Semoga ini bisa menjadi awal baru yang baik bagi kelanjutan hubungan kami kedepannya.  “

selesai menulis, aku meregangkan otot-ototku yang mulai terasa lelah. Ahh, lebih baik aku segera beristirahat dan bersiap untuk tesku besok. Aku menutup buku jurnalku dan menyimpannya kembali dalam kotak rahasia milikku yang selalu tersimpan aman di laci meja belajarku.

****

Beberapa bulan telah berlalu tanpa terasa. Tapi hubunganku dengan yeoja itu masih belum ada kemajuan yang pasti. Masih biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Hanya saling menyapa ketika kami memang sedang berpapasan secara tidak sengaja. Tapi perasaanku padanya belum berubah. Masih sama seperti dulu. Selalu meluap-luap setiap kali melihatnya. Aku bahkan sampai bingung sendiri. Apakah aku sudah gila? Atau tidak normal? Jika memperhatikan pria lain, mereka akan dengan mudah melepas dan melupakan satu yeoja demi yeoja yang lain yang menurut mereka lebih baik. Tapi aku tidak pernah berpikir seperti itu. hanya ada satu yeoja yang selalu tersimpan dalam otak dan hatiku. Dan selama ini, dia masih satu orang yang sama.

“Ya, Jongdae-ah..”
“ne, hyung.. wae irae?”
“seminggu lagi aku akan diwisuda. Setelah itu aku akan segera meninggalkan asrama ini. tolong aku untuk mulai berkemas..”
“ah.. ye.. hyung..”
“Ya, kenapa kau jadi tidak bersemangat seperti itu?”

Mendengar perkataannya yang akan segera lulus dan pergi membuatku sedih. Aku akan sangat kesepian nanti. Walaupun dia senior yang menyebalkan, dia juga sudah kuanggap sebagai hyung-ku sendiri. Sangat sulit untuk bisa berpisah semudah itu setelah hampir 4 tahun kami bersama.
“Jongdae-ah. Gomawo sudah menjadi hoobae yang baik. Aku senang bisa tinggal satu asrama denganmu. Mian kalau selama ini aku bersikap seenaknya. Jaga dirimu. Aku yakin kita pasti akan bertemu lagi..”
“ye, hyungnim.”
“ah, sebelum aku lupa.. kenapa kau tidak pernah cerita kalau selama ini ada yeoja yang kau sukai?”
“ne?”
“berusahalah!”
Apa aku tidak salah dengar? Bagaimana mungkin dia bisa tahu ada yeoja yang kusukai. Aku masih terpaku berusaha mencerna perkataannya. Aku bahkan masih tak bergeming ketika dia menepuk pundakku memberikan semangat. Aku benar-benar tidak mengerti.

****

2 minggu setelah kelulusan Baekhyun hyung, tiba giliranku untuk mulai menyusun tugas akhir. Aku memang berniat untuk cepat lulus. Dengan nilaiku yang sangat baik selama ini, aku bisa dengan cepat menyelesaikan mata kuliahku sehingga sekarang sudah diperbolehkan untuk menyusun tugas akhir. Aku jadi semakin sibuk, dan lebih sering tinggal di asrama menyelesaikan tugas ini. aku menggeledah tasku, mencari sesuatu berukuran kecil yang sangat penting dan sangat kubutuhkan saat ini. “dimana aku meletakkannya terakhir kali? Sepertinya aku selalu menyimpannya dalam tas ini..?” aku bergumam sendiri sambil terus mengaduk-aduk isi tasku dan tak kunjung menemukan apa yang kucari. Karena panik, aku memutuskan untuk mencarinya di sekitar asrama. Mungkin saja terjatuh saat aku buru-buru pergi. Aku terus mencarinya sampai tujuan terakhir yang terlintas dalam pikiranku adalah perpustakaan kampus.

“oh Jongdae ah. Lama kau tidak kelihatan. Apa ada sesuatu?”
“ne, Junmyeon ah. Mian lama tidak ke sini. Aku sedang sibuk dengan tugas akhirku belakangan ini. dan oh, aku ke sini untuk mencari sesuatu..”
“sesuatu? Maksudmu buku? Buku apa?”
“aniyo. Bukan buku. Aku kehilangan flashdisk-ku. Mungkin aku menjatuhkannya di sekitar sini..”
“flashdisk..? ah. Tunggu dulu. Apakah ini yang kau maksud?”
Aku sangat senang ketika Junmyeon menunjukkan flashdisk kecil berwarna biru itu dihadapanku.
“ah, majayo! Jeongmal gomawoyo, Junmyeon ah.. Jadi benar terjatuh di sini.. bagaimana kau menemukannya?”
“sebenarnya bukan aku yang menemukannya.. sepupuku beberapa waktu yang lalu, ah, apa kau ingat terakhir kali kau meminjam ensiklopedia? Sepupuku menemukan ini dan menitipkannya padaku..”
“geureonikkayo? Aku baru tahu kau punya sepupu yang juga kuliah di sini.. tapi bagaimanapun, gomawo!”

****

Hari ini aku bersiap-siap untuk melakukan presentasi. Dalam perjalananku menuju ke ruang media, aku melihat beberapa yeoja sedang membicarakan sesuatu. Tampaknya begitu serius. Awalnya, aku tidak memedulikan mereka. Tapi begitu aku mendengar nama yang tidak asing di telingaku, aku memutuskan untuk berhenti sejenak dan mencuri dengar percakapan mereka.

“ya~ aku dengar dia punya sepupu yang sangat tampan..”
“jinjjayo? Nugu?”
“kalian tahu mahasiswa yang jadi penjaga perpustakaan itu kan?”
“maksudmu, Junmyeon oppa?”
“ne! dia itu sepupunya.. dan aku dengar Mirae akan mengambil cuti untuk persiapan pernikahannya!”
“omo! Jinjja? Bagaimana kau bisa tahu semua itu??”
“jinjja.. aishh, kau seperti tidak tahu aku saja.. apa yang tidak aku tahu, hah?”

aku tidak tahu bagaimana aku bisa bereaksi saat ini. dadaku tiba-tiba menjadi sesak. Keringat dingin mulai membasahi pelipisku yang membuat kacamata-ku ikut melorot. Sepeninggal para yeoja itu, aku berniat kembali ke tujuan awalku yaitu ruang media. Tapi langkahku jadi berat dan terasa sulit untuk bejalan. Jantungku seperti berhenti berdenyut. Aku mulai merasakan sakit yang menjalar ke seluruh tubuh. Tubuhku bergetar. Sekarang aku tahu. Sepupu yang dimaksud Junmyeon waktu itu. Gadis itulah yang sudah menemukan falshdiskku. Yoon Mirae. Karena dia, aku tertolong dan bisa menyelesaikan tugasku dengan baik. Sekarang bagaimana aku bisa berterimakasih padanya? Setelah mendengar cerita para yeoja tadi aku merasa sudah tidak berhak untuk menyimpan perasaan ini lebih lama. Aku harus melupakannya. Bagaimanapun caranya. Aku harus kuat. Kim Jongdae, kau harus kuat. Himnae!

****

Aku mengeluarkan kotak rahasia yang selama ini kusimpan dalam laci meja belajarku. Semua perasaanku pada yeoja itu, tersimpan juga di dalam kotak ini. aku membukanya dan melihat kembali apa saja yang sudah kuletakkan di dalamnya. Aku berniat untuk membuangnya. Termasuk buku jurnalku yang penuh dengan cerita tentangnya. Aku harus membuang semua ini. walaupun berat aku tetap harus melakukannya. Tidak ada cara lain. Tanpa sadar, airmata sudah turun dari kelopak mataku dan membasahi bagian atas kotak itu. aku kembali terngiang pemberitaan tentang pernikahannya. Aku tidak pernah mengira bahwa selama ini aku sudah menyimpan perasaan yang sia-sia. Menghabiskan waktuku untuk memikirkan seorang yeoja yang bahkan sudah jadi milik orang lain. Mengingat betapa senangnya aku saat aku bisa mengobrol lagi dengannya dan melihatnya tersenyum. Kim Jongdae, kenapa kau begitu menyedihkan? Kau tidak lebih dari seorang pecundang bodoh. Pengecut. Tidak berguna.

Aku melangkah pergi meninggalkan asrama dengan kotak berhargaku itu. dengan langkah gontai dan kepala tertunduk aku terus berjalan menuju tempat pembuangan sampah, agar bisa membuang kotak itu dan melupakan semuanya. Karena tidak memperhatikan jalanku dengan baik, aku tersandung. Tidak sampai jatuh. Tapi itu cukup membuat kotak yang tadi ada dalam peganganku terjatuh dengan isi yang berhamburan keluar. Aku menghela napas sebelum benar-benar merapikannya kembali ke dalam kotak.

“oh Jongdae ah! Gwenchana? Apa yang akan kau lakukan dengan kotak itu? ah, buku itu..”
Suara itu. aku mengenalnya. Tapi kehadirannya saat itu membuatku cukup terkejut, ditambah lagi ketika dia menunjuk buku jurnalku dan bersikap seperti dia sudah mengetahuinya.
“hyung. Apa yang membawamu kemari? Oh, ini.. bukan apa-apa. aku hanya akan membuangnya..”
“aku ke sini untuk menemuimu..”
“ne? ada apa?”
“aku mau memberimu ini.. datanglah.. aku akan menunggumu..”
Aku menerima sebuah amplop berukuran cukup besar berwarna merah darinya. Aku tidak memiliki firasat apapun saat menerimanya. Setelah membukanya aku sangat terkejut dan tak percaya. Sebuah undangan pernikahan. Tertera jelas 2 nama yang sangat kukenal.
“ Byun Baekhyun & Yoon Mirae “
Sudah bisa dipastikan hatiku hancur lebur tak berbentuk saat itu. aku tidak bisa melakukan apapun selain menyunggingkan senyum palsu yang penuh paksaan dihadapannya.
“chukkae.. tapi aku tidak janji bisa datang..”
“geuraeyo? Aku berharap kau bisa datang, Jongdae-ah.. ah tapi ngomong-ngomong, kenapa kau mau membuang semua ini? kalau melihat buku yang tadi, aku jadi ingat sesuatu. Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan yeoja itu? apakah sudah ada kemajuan?”

Pikiranku kalut. Aku ingin pergi jauh dan berteriak sekeras-kerasnya sampai perasaan menyakitkan ini bisa berlalu dariku. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Aku tidak bisa mendengar perkataan Baekhyun hyung dengan baik. Pandanganku mulai kabur. Aku melanjutkan langkahku yang sempat tertunda untuk menuju tempat pembuangan. Tanpa memedulikan Baekhyun hyung yang terus memanggilku dan tidak peduli apa yang akan dia pikirkan dengan keadaanku yang seperti ini. Perasaanku dan juga hidupku, sepertinya semua sudah benar-benar ‘the end’ sampai di sini. Semuanya sudah berakhir. Sadis, bukan?

Ya, inilah kisahku. Kisah yang menyedihkan. Kisah tentang seseorang, yang sayangnya, SESEORANG YANG KUKENAL.



**TAMAT DENGAN SEENAK JIDATNYA AUTHOR**



Tidak ada komentar:

Posting Komentar