“JONGDAE’S
PERSONAL JOURNAL : STORY ABOUT SOMEONE I KNOW”
author
:
Kxanoppa (@berty5192) | genre :
romance, comedy | casts : Kim
Jongdae, Kim Junmyeon, Byun Baekhyun, Yoon Mirae (the girl/OC) | rating : teen/general | length : one-shot
notes
: semua sudut pandang dari KIM JONGDAE!
******
STORYLINE
Ini
tahun ketiga ku di bangku kuliah. Tidak lama lagi, aku akan segera lulus. Tentu
aku sangat bangga. Apalagi, aku, Kim Jongdae, adalah murid yang terkenal rajin
dan pandai di kampus. Tapi aku sedih karena itu juga berarti tidak lama lagi
aku harus berpisah dengan segala hal di sini. Setelah lulus nanti aku harus
kembali ke kampung halamanku di Gimhae, Gyeongsang selatan. Sangat jauh dari
tempatku kuliah saat ini, Seoul. Sebenarnya alasan utamaku memilih kuliah di
Seoul adalah karena seorang yeoja. Ya, yeoja yang selama ini ada dalam hati,
hidup, nafas, semuanya. Sudah hampir 6 tahun aku menyimpan perasaan untuknya.
Dan dia tidak menyadarinya. Aku sudah jatuh cinta padanya saat kami masih di
sekolah menengah. Dia murid paling manis yang pernah kukenal. Sejak itu aku
selalu mengikutinya, sampai sekarang kami kuliah di kampus yang sama walaupun
di jurusan yang berbeda.
Selama
ini aku memendam perasaanku karena aku tidak punya cukup keberanian untuk
menyatakan padanya. Aku hanya pria cupu kutu buku dan aku yakin dia tidak
manyukaiku seperti aku menyukainya.
Aku takut kalau aku jujur, dia akan
menjauhiku. Walaupun sampai sekarangpun hubungan kami masih biasa saja dan
tidak sedekat itu. aku hanya takut dia pergi meninggalkanku dan tidak mau
bicara denganku atau bahkan tidak mau mengenalku lagi. Menahan perasaan ini aku
rasa memang sudah pilihan yang terbaik. Menyedihkan? Ya. Tapi tidak ada yang
bisa kulakukan. Sekali lagi kutegaskan. Aku hanya seorang pria cupu kutu buku.
Sore
itu aku sudah tidak ada kelas, dan memutuskan pergi ke perpustakaan. Aku
berniat mencari beberapa buku ensiklopedia yang berhubungan tentang materi
kuliahku. Begitu aku mendapatkan buku yang aku cari, aku mencari tempat duduk
yang aku pikir nyaman untuk bisa mulai membacanya. Aku membenahi letak
kacamataku yang sempat melorot sebelum aku membuka cover tebal dari buku itu.
baru saja aku akan mulai membaca, aku menemukan sosok yeoja yang selama ini
mewarnai hariku, meski itu cuma ada dalam alam pikirku. Setiap melihatnya, aku
merasakan perasaan yang begitu membuncah. Aku berusaha sekuat tenaga agar tidak
tampak mencurigakan saat bertatapan dengannya. Aku harus tetap tenang, apapun yang
terjadi dan tidak gegabah.
Aku
terus memperhatikannya yang tampak memasuki ruang perpustakaan dan terlibat
perbincangan singkat dengan penjaga perpustakaan, yang adalah teman baikku.
Setelah selesai berbincang, ia berjalan semakin dalam memasuki ruangan. Seperti
hendak menghampiriku. Seperti. Bukan benar-benar akan menghampiriku. Memangnya
siapa aku sampai dia harus datang padaku seperti itu. ahh.. Kim Jongdae,
kendalikan dirimu. Jangan terlalu berharap. Cukup memandangnya dari kejauhan.
Ya, hanya seperti itu.
Aku
tidak bisa berkonsentrasi dengan baik. Bagaikan sebuah magnet, pandanganku
seakan tak dapat lepas darinya. Aku tidak tahu, apakah perasaan ini masih bisa
disebut sebagai kekaguman belaka atau sudah benar-benar tumbuh menjadi sebuah cinta
yang dalam. Sulit untuk mengakuinya. Walaupun menyakitkan, asalkan aku bisa
tetap menatapnya seperti ini, bagiku itu sudah cukup. Tidak biasanya aku
bertemu dengannya di perpustakaan. Dia memang anak yang rajin, tapi
perpustakaan bukan tempat yang biasa dia kunjungi. Tidak sepertiku. Dia bukan
anak rajin yang kutu buku. Aku rasa aku sudah cukup puas menatapnya hari ini.
lebih baik aku segera berkemas dan pergi kembali ke asrama. Untunglah, dia
tidak menyadari keberadaanku waktu itu sehingga aku bisa segera pergi dan dia
tidak harus melihat keadaanku yang sudah lecek dan kumel karena belajar keras
seharian.
****
Sekembaliku
di asrama, ternyata teman sekamarku sudah tiba lebih dulu. Dia berbeda 180
derajat denganku. Sangat malas, jorok, dan suka memerintah, Byun Baekhyun.
Karena sudah tidak ada kamar lain mau tidak mau aku harus menerima kenyataan
untuk sekamar dengannya. Toh dia juga seniorku yang sebentar lagi sudah akan
lulus.
“Hei,
kau sudah datang?”
“Ne,
hyung. apa kau sudah makan?”
“kenapa
kau bertanya seperti itu? tentu saja aku belum makan. Kau kan koki selama kita
tinggal bersama di sini. Kalau kau pulang terlambat terus seperti ini aku bisa
mati kelaparan..”
“ah..
ye.. mian.. kalau begitu, aku akan segera membuatkan makan malam..”
“sudah
tidak perlu. Kau makan sendiri saja. Aku sudah tidak berselera makan saat
ini..”
Begitulah
percakapan kami setiap kali aku pulang terlambat. Terkesan masih canggung
walaupun sebenarnya aku tidak merasa canggung sedikitpun karena sudah 3 tahun
tinggal bersama dengannya. Itu hanya karena aku tidak suka terlibat perdebatan
yang panjang dengannya. Jadi aku hanya akan menjawab dan mengucapkan kata-kata
seperlunya saja. Tidak membantah. Tidak mengeluh. Tapi sepertinya ada yang
berbeda dari dirinya. Tidak seperti biasanya. Entahlah. Biarkan saja. Mungkin
dia sedang stress mengurusi tugas akhirnya.
Aku
meletakkan tasku di lantai dan menyandarkan punggungku di kursi belajar. Aku
benar-benar akan gila. Sampai kapan aku bisa bertahan dengan memendam perasaan
seperti ini? sekejap saja aku memejamkan mata, bayangnya akan selalu muncul.
Kenapa aku begitu pengecut? Aku melepaskan kacamataku dan menekan bekas yang
ditinggalkannya di kedua ujung mataku dengan jari. “ahh.. dapdaphae jinjja
(sungguh frustrasi)..” desahku pada diri sendiri.
Aku
tidak boleh seperti ini. ayolah, Kim Jongdae. Kau pasti bisa. Bertahanlah
sampai kau benar-benar lulus dan menjadi pria sejati. Pikirku dengan kedua
tanganku yang kini telah terkepal tanpa sadar. Tak lama setelah aku memikirkannya,
ponselku berdering dan tulisan “Eomma” tercetak jelas di layarnya yang sudah penuh
luka goresan.
“yoboseyo,
eomeoni..?”
“ya,
Jongdae-ah.. ottohke jinae? Apa kau belajar dengan baik di sana? Ya, eomma
sangat merindukanmu. Cepatlah lulus dan kembali, eoh?”
“ah,
ye eomeoni.. aku baik-baik saja di sini. Gokjonghajimaseyo.. tidak lama lagi
aku akan lulus dan kembali. Innae nal gidaryo eomeoni (bersabarlah menungguku)..”
“ah
arasseo arasseo.. nan nol mideoyo (aku percaya padamu), Jongdae-ah.. aigoo..
hanya kau harapan kami satu-satunya jika nanti ayahmu sudah tidak bekerja. Kau
tahu kan, sebentar lagi ayahmu akan pensiun. Kita masih perlu pemasukan untuk
biaya sekolah adikmu..”
“Ne.
arasseoyo eomeoni.. nan nae choeseoneul dahagessumnida (aku akan bekerja keras)..”
“ah
ye, ye.. itu bagus.. baiklah kalau begitu. Kau istirahatlah. Eomma juga sangat
lelah hari ini. kkeunh-o (ucapan perpisahan saat hendak menutup telepon)..”
****
Aku
tidak mendapat tidur yang cukup semalam. Kini mataku terasa sangat berat. Seandainya
saja aku bisa tidur lebih lama. Tapi hari ini aku harus mengikuti kelas karena
akan ada kuis. Aku juga baru ingat kalau semalam aku tidak makan. Dan kemarin
aku hanya makan sekali. Aku harap maagku tidak akan kumat pagi ini. tapi kenapa
tasku jadi terasa semakin berat? Aku melepaskan tasku untuk memeriksanya
sejenak. Tidak ada yang salah. Lalu kenapa ini berat sekali? Apa aku yang
semakin menua dan melemah? Ah, sudahlah. Yang penting aku harus segera sampai
di kampus sebelum terlambat. Ah tunggu. Sepertinya aku melupakan sesuatu.
Ensiklopedia yang kemarin. bodohnya aku. Mau tidak mau aku berlari kembali ke
asrama dan mengambilnya.
Karena
tergesa-gesa dan buku yang kini ada dalam dekapanku sangat tebal dan berat, aku
kesulitan menjaga keseimbangan tubuhku sendiri. Aku terus berlari sampai
tubuhku memanas dan kacamata-ku melorot. Tapi aku tidak bisa membetulkannya
dengan kedua tangan yang tengah mendekap buku ini. akhirnya kacamata-ku jatuh
dan mengharuskanku berhenti. Saat aku hendak kembali untuk memungut
kacamata-ku, seseorang sudah lebih dulu memungutnya.
“gomawosseoyo..”
“berhati-hatilah..
Jongdae ssi..”
Waktu
seakan berhenti berputar seperti jantungku yang seakan berhenti berdetak. Aku
begitu terkejut mengetahui bahwa sosok yang selalu kunantikan kini telah berada
tepat dihadapanku. Kenapa kami harus bertemu di saat yang tidak tepat seperti
ini? aku pasti terlihat sangat konyol karena menjatuhkan kacamata setelah
berlarian seperti orang gila dengan buku tebal di tanganku.
“a-aku..
sedang terburu-buru.. sampai jumpa..”
Karena
tidak bisa berpikir jernih, aku buru-buru memakai kembali kacamata-ku dan
berlari secepat mungkin meningalkannya. Bukan maksudku tidak mengacuhkannya.
Hanya saja, jantungku nyaris lepas dan melompat keluar saking gugupnya. Aku
tidak bisa. Tidak bisa menatapnya langsung sedekat itu. walaupun di lubuk
hatiku aku ingin sekali menatapnya sepanjang hari. Maafkan aku. Aku memang
pecundang.
****
Selesai
kelas aku langsung menuju kantin karena perutku yang masih kosong sejak semalam.
Sebenarnya aku tidak punya banyak teman. Satu-satunya teman baikku adalah
mahasiswa kutu buku lainnya yaitu si penjaga perpustakaan. Tapi kami tidak bisa
sering bersama karena kesibukannya sebagai seorang pustakawan. Karena itulah
aku lebih sering sendiri. Itu juga karena aku memang orang yang tertutup dan
pemalu. Dengan kepala yang tertunduk aku segera mengambil makananku dan duduk
di sembarang tempat di kantin itu. tidak lama setelah aku menikmati makananku,
seseorang datang dan duduk tidak jauh dari mejaku. Aku tidak memperhatikannya
karena masih asik dengan makanan yang ada dihadapanku.
“jogiyo..
bisakah aku minta saus yang ada di mejamu?”
Aku
menjawabnya hanya dengan anggukan singkat, tanpa mendongakkan kepalaku dan
menatapnya.
“gomawo..”
Barulah
setelah orang itu berterimakasih, aku mendongakkan kepalaku dan tercengang
mendapati bahwa orang itu adalah yeoja yang selama ini kuikuti diam-diam.
Karena jantungku kembali berdegup tak normal, aku berusaha menahan napas. Tapi
itu justru membuatku tersedak dan batuk-batuk.
“gwenchanayo?
Ah.. Jongdae ssi.. apa itu kau?”
Aku
pura-pura masih tersedak padahal sebenarnya sudah tidak apa-apa setelah aku
minum dari botol minum yang kubawa dari asrama. Aku menundukkan kepalaku agak
lama sampai akhirnya memberanikan diri untuk kembali mengangkat wajahku dan
membenahi kacamata-ku yang turun.
“ah..
ne..”
Aku
menjawab sekenanya dan benar-benar tampak bodoh. Aku berharap dia segera pergi
dari hadapanku setelah tahu aku baik-baik saja. Tapi ternyata tidak. Dia justru
membawa makanannya dan pindah duduk tepat disebelahku.
“hari
ini teman-temanku ikut lomba. Jadi aku sendirian. Apa tidak apa kalau aku makan
di sini? Tapi.. tampaknya kau sudah selesai dengan makananmu..”
Apa
maksudnya? Aku tidak bisa mencerna perkataannya dengan baik. Oh. Tunggu. Apa
dia ingin aku menemaninya? Di sini? Berdua?
“ah..
itu.. aku..”
Aku
tidak bisa mengucapkan kalimatku dengan benar. Aku benci diriku sendiri! Aku
terus menggigiti bibir bawahku dan memilin-milin ujung kemeja yang kukenakan
saat itu. aku sangat sangat sangat gugup. Ini adalah momen terbaik yang pernah
kualami. Tidak seharusnya aku bersikap seperti ini. Kim Jongdae sadarlah!
“Jongdae
ssi… Jongdae ssi…?”
“ah..!
ye, mianhaeyo.. aku hanya sedang.. memikirkan sesuatu.. ya, sesuatu yang sangat
penting..”
“ah,
geureonikka.. kalau kau sibuk, pergilah. Nan gwenchana..”
“a-a-ani..
ani.. aniyo.. anigeoteun..”
Aku
jadi semakin aneh. Semoga dia tidak menyadari sikapku ini. ahh.. jebal,
seseorang selamatkanlah aku. Dia hanya memandangiku dengan tatapan bingung yang
menuntut penjelasan lebih.
“ah,
maksudku.. aku tidak sedang sibuk.. makanlah.. aku akan menemanimu..”
“jinjjayo?
Joh-tta! Gomawoyo, Jongdae ssi..”
Kenapa
dia sampai sesenang itu? apa dia juga menyukaiku? Ah, tidak tidak. Focus!
Focus! Aku tidak boleh berpikir seperti itu. aku hanya menemani seorang teman
lama, apa salahnya? Ya, dia hanya teman lama. Teman masa sekolah. Teman kuliah.
Hanya teman.
“Jongdae
ssi..”
“ye?”
“aku
hanya sedang memikirkan sesuatu..”
“ye?
Museun..iriya?”
“sudah
berapa lama kita tidak mengobrol seperti ini? sejak sekolah kau sangat pendiam
dan pemalu. Kenapa kau selalu tampak sendiri? Ah! Bagaimana nilai-nilaimu
selama ini? sepertinya kau masih tetap pintar seperti dulu..”
“ne..
sudah lama sekali.. kita bahkan hampir tidak pernah berbicara satu sama lain..
bukankah itu sangat lucu jika sekarang kita ada di kampus yang sama.. kkkkk..
aku tidak sepintar itu.. tapi sejauh ini nilaiku selalu baik.. itu karena aku
rajin..”
Bodohnya
aku! Kenapa aku harus menyinggung masalah ‘kuliah di kampus yang sama’?
bukankah itu sangat konyol? Bagaimana jika dia tahu bahwa itu modusku untuk
bisa terus mengikutinya? Ah bodoh! Bodoh!
“Jongdae
ssi.. gomawoyo..”
“ne?”
“dulu
kau pernah membantuku mengerjakan soal tes.. jika tidak ada kau, aku pasti
tidak akan lulus..”
“itu.. ah, benar.. ne, itu bukan masalah..”
“kau
memang pria yang baik, aku senang bisa mengenalmu. Aku rasa makanku sudah
selesai. Mari kita pergi..”
****
Aku
beranjak pergi dengan perasaan yang tidak keruan. Aku berlari secepat mungkin
agar dia tidak harus melihat sikapku ini. Aku menarik napas panjang dan
menghembuskannya kuat dengan kedua telapak tanganku yang kuletakkan di dada.
Hanya untuk memastikan jantungku masih pada tempatnya. Hari ini benar-benar
hari yang tidak terduga. Aku memecahkan rekor karena sudah berhasil mengobrol
sedekat itu dengannya. Setelah sekian lama aku menjadi seorang ‘stalker’.
“YEAH!!!”
tanpa
sadar aku sudah berteriak lantang dengan kedua tanganku yang terkepal.
“SSSTTTTT…”
Terdengar
suara riuh tidak jauh dari tempatku setelah aku mengeluarkan suara lantangku.
Saat aku memandang ke sekelilingku barulah aku sadar bahwa aku sedang berada di
perpustakaan. Mahasiswa lain yang ada di ruangan baca saat itu sontak menoleh
ke arahku dengan beragam ekspresi. Oh tidak. Kenapa aku harus mempermalukan
diriku seperti ini? aku buru-buru menundukkan kepalaku, berlagak seolah kembali
membaca buku. Tapi sepertinya aku lupa satu hal lain. Aku bahkan belum
mengambil buku satupun. Apa yang akan aku baca di meja kosong ini?
****
Sungguh
hari yang mengejutkan. Kejadian siang ini membuatku semakin bersemangat. Di
meja belajarku, aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Matanya. Hidungnya.
Senyumnya. Semua terekam dengan baik dalam ingatanku. Aku mengeluarkan sebuah
buku dan berniat mulai mencatat. Ya, buku jurnalku. Mungkin aneh jika seorang
pria berusia 22 tahun menulis buku semacam ini. Tapi aku melakukannya, dan
masih melakukannya sejak aku masih di sekolah dasar. Karena aku tidak tahu
harus membagikan kisahku pada siapa, jadilah buku jurnal ini yang selalu
menemaniku dan mengikuti kisahku sehari-hari.
“
seoul, gyonggi-do. 12 Februari 2014..
hari ini aku bertemu dan mengobrol
dengan yeoja pujaanku. Senang sekali rasanya sampai aku ingin terbang di
angkasa! Memang terkesan berlebihan, tapi inilah yang aku rasakan. Semoga ini
bisa menjadi awal baru yang baik bagi kelanjutan hubungan kami kedepannya. “
selesai
menulis, aku meregangkan otot-ototku yang mulai terasa lelah. Ahh, lebih baik
aku segera beristirahat dan bersiap untuk tesku besok. Aku menutup buku jurnalku
dan menyimpannya kembali dalam kotak rahasia milikku yang selalu tersimpan aman
di laci meja belajarku.
****
Beberapa
bulan telah berlalu tanpa terasa. Tapi hubunganku dengan yeoja itu masih belum
ada kemajuan yang pasti. Masih biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Hanya
saling menyapa ketika kami memang sedang berpapasan secara tidak sengaja. Tapi
perasaanku padanya belum berubah. Masih sama seperti dulu. Selalu meluap-luap
setiap kali melihatnya. Aku bahkan sampai bingung sendiri. Apakah aku sudah
gila? Atau tidak normal? Jika memperhatikan pria lain, mereka akan dengan mudah
melepas dan melupakan satu yeoja demi yeoja yang lain yang menurut mereka lebih
baik. Tapi aku tidak pernah berpikir seperti itu. hanya ada satu yeoja yang
selalu tersimpan dalam otak dan hatiku. Dan selama ini, dia masih satu orang
yang sama.
“Ya,
Jongdae-ah..”
“ne,
hyung.. wae irae?”
“seminggu
lagi aku akan diwisuda. Setelah itu aku akan segera meninggalkan asrama ini.
tolong aku untuk mulai berkemas..”
“ah..
ye.. hyung..”
“Ya,
kenapa kau jadi tidak bersemangat seperti itu?”
Mendengar
perkataannya yang akan segera lulus dan pergi membuatku sedih. Aku akan sangat
kesepian nanti. Walaupun dia senior yang menyebalkan, dia juga sudah kuanggap
sebagai hyung-ku sendiri. Sangat sulit untuk bisa berpisah semudah itu setelah
hampir 4 tahun kami bersama.
“Jongdae-ah.
Gomawo sudah menjadi hoobae yang baik. Aku senang bisa tinggal satu asrama
denganmu. Mian kalau selama ini aku bersikap seenaknya. Jaga dirimu. Aku yakin
kita pasti akan bertemu lagi..”
“ye,
hyungnim.”
“ah,
sebelum aku lupa.. kenapa kau tidak pernah cerita kalau selama ini ada yeoja
yang kau sukai?”
“ne?”
“berusahalah!”
Apa
aku tidak salah dengar? Bagaimana mungkin dia bisa tahu ada yeoja yang kusukai.
Aku masih terpaku berusaha mencerna perkataannya. Aku bahkan masih tak
bergeming ketika dia menepuk pundakku memberikan semangat. Aku benar-benar
tidak mengerti.
****
2
minggu setelah kelulusan Baekhyun hyung, tiba giliranku untuk mulai menyusun
tugas akhir. Aku memang berniat untuk cepat lulus. Dengan nilaiku yang sangat
baik selama ini, aku bisa dengan cepat menyelesaikan mata kuliahku sehingga
sekarang sudah diperbolehkan untuk menyusun tugas akhir. Aku jadi semakin
sibuk, dan lebih sering tinggal di asrama menyelesaikan tugas ini. aku
menggeledah tasku, mencari sesuatu berukuran kecil yang sangat penting dan
sangat kubutuhkan saat ini. “dimana aku meletakkannya terakhir kali? Sepertinya
aku selalu menyimpannya dalam tas ini..?” aku bergumam sendiri sambil terus
mengaduk-aduk isi tasku dan tak kunjung menemukan apa yang kucari. Karena panik,
aku memutuskan untuk mencarinya di sekitar asrama. Mungkin saja terjatuh saat
aku buru-buru pergi. Aku terus mencarinya sampai tujuan terakhir yang terlintas
dalam pikiranku adalah perpustakaan kampus.
“oh
Jongdae ah. Lama kau tidak kelihatan. Apa ada sesuatu?”
“ne,
Junmyeon ah. Mian lama tidak ke sini. Aku sedang sibuk dengan tugas akhirku
belakangan ini. dan oh, aku ke sini untuk mencari sesuatu..”
“sesuatu?
Maksudmu buku? Buku apa?”
“aniyo.
Bukan buku. Aku kehilangan flashdisk-ku. Mungkin aku menjatuhkannya di sekitar
sini..”
“flashdisk..?
ah. Tunggu dulu. Apakah ini yang kau maksud?”
Aku
sangat senang ketika Junmyeon menunjukkan flashdisk kecil berwarna biru itu
dihadapanku.
“ah,
majayo! Jeongmal gomawoyo, Junmyeon ah.. Jadi benar terjatuh di sini.. bagaimana
kau menemukannya?”
“sebenarnya
bukan aku yang menemukannya.. sepupuku beberapa waktu yang lalu, ah, apa kau
ingat terakhir kali kau meminjam ensiklopedia? Sepupuku menemukan ini dan
menitipkannya padaku..”
“geureonikkayo?
Aku baru tahu kau punya sepupu yang juga kuliah di sini.. tapi bagaimanapun,
gomawo!”
****
Hari
ini aku bersiap-siap untuk melakukan presentasi. Dalam perjalananku menuju ke
ruang media, aku melihat beberapa yeoja sedang membicarakan sesuatu. Tampaknya
begitu serius. Awalnya, aku tidak memedulikan mereka. Tapi begitu aku mendengar
nama yang tidak asing di telingaku, aku memutuskan untuk berhenti sejenak dan
mencuri dengar percakapan mereka.
“ya~ aku dengar dia punya sepupu
yang sangat tampan..”
“jinjjayo? Nugu?”
“kalian tahu mahasiswa yang jadi penjaga
perpustakaan itu kan?”
“maksudmu, Junmyeon oppa?”
“ne! dia itu sepupunya.. dan aku
dengar Mirae akan mengambil cuti untuk persiapan pernikahannya!”
“omo! Jinjja? Bagaimana kau bisa
tahu semua itu??”
“jinjja.. aishh, kau seperti tidak
tahu aku saja.. apa yang tidak aku tahu, hah?”
aku
tidak tahu bagaimana aku bisa bereaksi saat ini. dadaku tiba-tiba menjadi
sesak. Keringat dingin mulai membasahi pelipisku yang membuat kacamata-ku ikut
melorot. Sepeninggal para yeoja itu, aku berniat kembali ke tujuan awalku yaitu
ruang media. Tapi langkahku jadi berat dan terasa sulit untuk bejalan.
Jantungku seperti berhenti berdenyut. Aku mulai merasakan sakit yang menjalar
ke seluruh tubuh. Tubuhku bergetar. Sekarang aku tahu. Sepupu yang dimaksud Junmyeon
waktu itu. Gadis itulah yang sudah menemukan falshdiskku. Yoon Mirae. Karena
dia, aku tertolong dan bisa menyelesaikan tugasku dengan baik. Sekarang
bagaimana aku bisa berterimakasih padanya? Setelah mendengar cerita para yeoja
tadi aku merasa sudah tidak berhak untuk menyimpan perasaan ini lebih lama. Aku
harus melupakannya. Bagaimanapun caranya. Aku harus kuat. Kim Jongdae, kau
harus kuat. Himnae!
****
Aku
mengeluarkan kotak rahasia yang selama ini kusimpan dalam laci meja belajarku.
Semua perasaanku pada yeoja itu, tersimpan juga di dalam kotak ini. aku
membukanya dan melihat kembali apa saja yang sudah kuletakkan di dalamnya. Aku
berniat untuk membuangnya. Termasuk buku jurnalku yang penuh dengan cerita
tentangnya. Aku harus membuang semua ini. walaupun berat aku tetap harus
melakukannya. Tidak ada cara lain. Tanpa sadar, airmata sudah turun dari
kelopak mataku dan membasahi bagian atas kotak itu. aku kembali terngiang
pemberitaan tentang pernikahannya. Aku tidak pernah mengira bahwa selama ini
aku sudah menyimpan perasaan yang sia-sia. Menghabiskan waktuku untuk
memikirkan seorang yeoja yang bahkan sudah jadi milik orang lain. Mengingat
betapa senangnya aku saat aku bisa mengobrol lagi dengannya dan melihatnya
tersenyum. Kim Jongdae, kenapa kau begitu menyedihkan? Kau tidak lebih dari
seorang pecundang bodoh. Pengecut. Tidak berguna.
Aku
melangkah pergi meninggalkan asrama dengan kotak berhargaku itu. dengan langkah
gontai dan kepala tertunduk aku terus berjalan menuju tempat pembuangan sampah,
agar bisa membuang kotak itu dan melupakan semuanya. Karena tidak memperhatikan
jalanku dengan baik, aku tersandung. Tidak sampai jatuh. Tapi itu cukup membuat
kotak yang tadi ada dalam peganganku terjatuh dengan isi yang berhamburan
keluar. Aku menghela napas sebelum benar-benar merapikannya kembali ke dalam
kotak.
“oh
Jongdae ah! Gwenchana? Apa yang akan kau lakukan dengan kotak itu? ah, buku
itu..”
Suara
itu. aku mengenalnya. Tapi kehadirannya saat itu membuatku cukup terkejut,
ditambah lagi ketika dia menunjuk buku jurnalku dan bersikap seperti dia sudah
mengetahuinya.
“hyung.
Apa yang membawamu kemari? Oh, ini.. bukan apa-apa. aku hanya akan
membuangnya..”
“aku
ke sini untuk menemuimu..”
“ne?
ada apa?”
“aku
mau memberimu ini.. datanglah.. aku akan menunggumu..”
Aku
menerima sebuah amplop berukuran cukup besar berwarna merah darinya. Aku tidak
memiliki firasat apapun saat menerimanya. Setelah membukanya aku sangat
terkejut dan tak percaya. Sebuah undangan pernikahan. Tertera jelas 2 nama yang
sangat kukenal.
“ Byun Baekhyun & Yoon Mirae “
Sudah
bisa dipastikan hatiku hancur lebur tak berbentuk saat itu. aku tidak bisa
melakukan apapun selain menyunggingkan senyum palsu yang penuh paksaan
dihadapannya.
“chukkae..
tapi aku tidak janji bisa datang..”
“geuraeyo?
Aku berharap kau bisa datang, Jongdae-ah.. ah tapi ngomong-ngomong, kenapa kau
mau membuang semua ini? kalau melihat buku yang tadi, aku jadi ingat sesuatu.
Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan yeoja itu? apakah sudah ada kemajuan?”
Pikiranku
kalut. Aku ingin pergi jauh dan berteriak sekeras-kerasnya sampai perasaan
menyakitkan ini bisa berlalu dariku. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Aku
tidak bisa mendengar perkataan Baekhyun hyung dengan baik. Pandanganku mulai
kabur. Aku melanjutkan langkahku yang sempat tertunda untuk menuju tempat pembuangan.
Tanpa memedulikan Baekhyun hyung yang terus memanggilku dan tidak peduli apa
yang akan dia pikirkan dengan keadaanku yang seperti ini. Perasaanku dan juga
hidupku, sepertinya semua sudah benar-benar ‘the end’ sampai di sini. Semuanya
sudah berakhir. Sadis, bukan?
Ya,
inilah kisahku. Kisah yang menyedihkan. Kisah tentang seseorang, yang
sayangnya, SESEORANG YANG KUKENAL.
**TAMAT
DENGAN SEENAK JIDATNYA AUTHOR**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar